"Oh girl, apa yang terjadi?" Glam menyambut kedatanganku di atas kursi roda dengan wajah khawatirnya, aku tersenyum menanggapinya
"Kecelakaan kecil."
Lara dan Glam membantuku untuk kembali ke kamar, aku menyempatkan menyapa pemilik rumah ini dan menjawab beberapa pertanyaannya dengan bahasa Indonesia yang sedikit terbata. Lara meninggalkanku dan Glam berdua di dalam kamar, memintaku untuk istirahat supaya keadaanku cepat pulih.
"What's going on?" Tanya Glam, menyadari ekspresiku yang tidak seperti biasanya.
Dan begitulah, akhirnya aku bercerita, Glam mendengarkan setiap ceritaku dengan manis, tidak menyela atau bertanya apapun sebelum aku selesai bercerita. Dia pendengar yang baik, sejujurnya. Meski di balik itu semua ia tampak seperti perempuan yang bitchy, tapi bagiku ia adalah sahabat terbaik.
"Those girls are actually an asshole. Mereka sama sekali nggak berhak buat lo pikirin, bahkan sedetikpun. So don't, don't you ever give them any damn." Desis Glam berkomentar saat aku menyudahi cerita malam ini, mungkin akan jadi cerita pengantar tidur kami, "Mereka bahkan nggak tahu apapun tentang lo!"
"Ya, gue tahu" Aku tersenyum padanya, berusaha memastikan kalau aku tidak akan terganggu dengan hal itu lagi.
"Dan mengenai Cakka... oke, jadi apa maksudnya itu?" Dahinya berkerut saat semula menunjukkan wajah geram.
"Gue nggak ngerti."
"Apa Cakka... kinda took care of you?" Tanya Glam tersenyum, asumsi dalam ucapannya membuat wajahku bersemu. Nyaris sama dengan asumsiku sesaat lalu. Tapi kemudian aku sadar, berasumsi adalah hal yang sangat berbahaya kalau tidak ingin dikecewakan oleh kenyataan.
"Gue nggak mau berharap."
"Berharap?" Glam melebarkan matanya begitu mengulang kata dalam ucapanku, "Wow... sepertinya ada perasaan yang mulai muncul lagi?"
Aku hanya tertawa kemudian merebahkan tubuhku dengan hati-hati, berusaha tidak memperparah luka yang kudapatkan hari ini, "Gue sudah bilang berulang kali, gue nggak tahu."
"Lo harus cari tahu, karena percaya sama gue, lo nggak akan mau menyesal karena terlambat buat tahu semuanya."
"Gue capek, Glam."
"Come here, you poor girl." Glam tertawa pelan sebelum memelukku, aku meletakkan kepalaku di pundaknya. Ia selalu tahu bagaimana cara membuatku tenang saat keadaanku seperti ini. Dia... saudara perempuan yang tidak pernah kumiliki selama ini.
+++
Day 3
"Lo nggak perlu ikut kegiatan hari ini."
Pagi ini aku harus mengecek keadaan luka robekku. Cakka bersuara setelah seorang suster selesai memeriksa lukaku, tidak ingin ada kuman atau bakteri yang menginfeksi.
Aku memandangnya protes, aku tahu yang ia maksud dengan kegiatan hari ini adalah jelajah alam. Kami, peserta studi alam akan diberi rute berkeliling alam. Hutan. Ya, kami akan melintasi hutan. Aku mulai tertarik dengan hal itu, mengingat betapa sejuknya melihat pohon-pohon besar itu berdiri menjulang menghasilkan oksigen yang memanjakan paru-paruku.
"Tapi gue mau."
"Gue bilang nggak."
"Apa gue perlu izin dari lo? Lo bukan orang tua gue, bukan saudara gue, juga bukan... pacar gue. Lalu apa hak lo?"
Cakka menatapku sesaat, "Gue ketua tim medis, kalau gue bilang lo nggak boleh ikut, maka lo nggak akan ikut."
Sialan!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOST SEASON (Book 2)
FanfictionSeandainya dulu ia tidak bertahan pada Gabriel, seandainya dulu ia menerima orang lain selain Gabriel, seandainya dulu ia memilih mendengarkan orang lain, dan... mungkin seharusnya memang Shilla menerima Cakka hari itu, Tapi kalau begitu kejadiannya...