11| JUST A LITTLE BIT...

5.6K 347 15
                                    

(Music Playing)

As soon do we forget how we felt
Dealing with emotions that never left
Playing with the hand that we were dealt in this game
Maybe I'm the sinner, and not a saint
Gotta stop pretending what we ain't
Why we pointing fingers anyway? We're all the same

Break up, make up
Total waste of time
Can we please make up our minds
And stop acting like we're blind
Cause if the water dries up
And the moon stops shining
Stars fall, and the world goes blind
Boy you know I'll be savin' my love for you, for you

Cause you're the best mistake I've ever made
But we hold on, hold on
There's no pot of gold in the rainbows we chase
But we hold on, hold on...

Aku tidur dalam pelukan Hans. Kepalaku beralaskan dada bidangnya. Hembusan nafasnya yang teratur dan hangat menerpa ubun-ubun kepalaku. Aku bisa merasakan tubuhnya yang hangat dan degupan jantungnya yang stabil.
Tangannya melingkar erat ditubuhku. Ia sudah tertidur pulas sekarang. Wajah letih dan kacaunya tak menutupi garis ketampanannya.
Ya, aku mengakui bahwa kakak laki-lakiku ini sangat mirip dengan Papa, tampan dan berkharisma. Sedangkan aku lebih mirip dengan Mamaku. Dan konyolnya, sejak kecil banyak yang berkata bahwa aku manis, bahkan cantik seperti Mamaku.

***

Bandung, Maret 2006

"Sayang, bangun! Kamu kan mesti sekolah." bisik Hans lembut, sembari mengecup tengkukku.

"Ehmm... Masih ngantuk!" rengekku, dengan mata yang masih berat untuk dibuka.

Hans mengecup pundakku. Membuatku menggeliat kegelian. "Bandel ya... Ntar telat lho!"

"Geli tauk! Iya-iya, ini bangun."

Hans melepas pelukannya, lalu membuka selimut yang menutupi tubuh telanjang kami, tanpa sehelai kain pun. Ia beranjak, meraih dan memakai pakaiannya satu per satu.

"Sini, morning kiss dulu!" pintanya manja. Aku segera beranjak, menyambut pelukan dan kecupannya. Kami berciuman selama beberapa detik, lalu Hans segera pamit untuk kembali ke kamarnya.
Terkadang Hans memang menyelinap dan tidur bersama di kamarku. Hanya saat Papa tidak pulang ke rumah. Karna kalau Papa di rumah, takutnya ia mencari Hans di kamarnya saat malam hari dan akhirnya mengetahui hubungan kami.

Suatu hari terbesit sebuah rencana gila di kepalaku. Seperti biasa sebelum berangkat sekolah, aku membuat sarapan sendiri. Memanggang beberapa roti, lalu mengoleskan selai keju diatasnya. Buru-buru kuhabiskan, beserta susu cokelat kesukaanku.
Hari ini aku sengaja membolos. Aku merencanakan sesuatu. Mungkin ini hal yang paling gila yang akan pernah kulakukan.

Aku berangkat agak siang hari ini. Sengaja memang. "Pa, aku berangkat sekolah dulu!" seruku dari lantai bawah. Di dekat tangga, seperti biasanya.
Begitulah setiap hari caraku berpamitan. Tak ada cium tangan atau apapun. Papaku sering pulang malam, jadi ia takkan mau diganggu tidurnya setiap paginya hanya karna pamitan sekolah.

Aku segera menuju pintu dan keluar. Menutupnya agak keras agar benar-benar terdengar dan terkesan kalau aku sudah berangkat.
Kemudian aku bersembunyi di halaman samping rumah, di balik pohon cemara. Mengamati jendela kamar Hans yang berada di lantai dua.

Agak lama aku dibuat menunggu, tapi selang sekitar setengah jam kemudian aku dikejutkan oleh Papa yang turun ke bawah dan seperti memastikan sesuatu. Ia mengedarkan pandang sekilas, untuk memeriksa keadaan, lalu kembali naik ke atas.
Dan aku lebih terkejut lagi saat Papa terlihat ada di dalam kamar Hans. Aku bisa melihatnya cukup jelas dari bawah, dari jendela kamar Hans yang memang tak pernah ditutup tirai.
Papa berdiri, selama beberapa saat tampak memperhatikan Hans yang sepertinya masih tidur.
Aku masih berada di tempatku bersembunyi. Dan sekarang aku melihat Papa membungkuk, tak dapat lagi melihatnya kemudian.
Perasaanku campur aduk. Apa yang diceritakan Hans ternyata benar.

TIMBER SPACE IIWhere stories live. Discover now