Aku sudah tak tahan lagi. Aku menyerah! Tanganku gatal, dan malah aku yang ingin menghajar mereka berdua. Aku mual menonton tingkah kekanakan dan dramatis mereka. Menonton perkelahian dua pria tolol seperti drama murahan ditelevisi. Aku benar-benar muak dengan hal-hal seperti itu. Memangnya mereka pikir dengan adu pukul di depanku, seolah-olah memperebutkanku, akan membuatku terharu, senang dan akan bingung mana yang akan kupilih? So, drama!
Mereka salah besar. Aku akan berjalan meninggalkan mereka, tak perduli dengan apa yang mereka lakukan dan akan bercinta dengan pria yang kuinginkan nanti malam.
Aku berteriak penuh emosi, "Keep going on! I'm done with this. It doesn't work... I'll never make a choice both of you two. Just do anything what you wants and stay away from me!" aku berjalan meninggalkan mereka. Berjalan cepat tak menghiraukan mereka berdua yang memanggil-manggil dari kejauhan dan mulai mengejarku. Sedangkan Mikha mengekor di belakang.
Tapi kemudian aku membuang gengsiku. Berbalik dan menarik Mikha. Menyuruhnya mengantarku pulang. Dan pada akhirnya aku berakhir untuk menginap di apartemennya saja malam ini. Lagipula aku juga malas bertemu dengan Hans lagi. Dia hanya akan menambah pening kepalaku.
Kami duduk-duduk manis diatas sofa. Ditemani cemilan gurih-pedas yang Mikha suguhkan. Ia mengomel sejak lima belas menit yang lalu karna menurutnya aku keterlaluan.
"Gue kesini pengen maen, lagi males pulang. Dan kalo tahu disini lo bawelin gini, mending gue pulang!" aku beranjak, berjalan menuju pintu.
Mikha menghadangku dan menarikku kembali duduk. "Lo emosi mulu dari tadi. Udah, disini aja... Temenin gue. Yaudah, bahas yang lain deh!"
Aku kembali menimpa sofa beludru lembut itu dengan pantatku. Meraih sekotak rokok dimeja dan mencomot sebatang begitu saja. Menyalakannya cepat-cepat. Menghisapnya kuat-kuat. Menghembuskannya bersamaan dengan emosiku. Ini benda batang mungil kedua yang selalu bisa menenangkanku. Yang nomor satu tetap kenti. Tapi kalau ia tegak berdiri, termasuk batang besar juga sih. Hahaha... Tapi aku sedang tak ingin ber 'kenti' ria sekarang. Aku hanya ingin bersantai dengan rokok, cemilan dan... Dan satu lagi yang kurang. Yang kulupakan...
"Beer!"
Mikha menghela nafas. Ia berjalan ke dapur mengambil sekaleng bir untukku. "Satu kaleng aja, jangan mabok disini!"
"Lebay deh, ini kan cuma bir kalengan. Alkoholnya paling juga cuman bikin syaraf gue geli-geli doang." aku langsung menyambarnya dan membuka penutupnya. Menenggaknya beberapa kali hingga tersisa sedikit.
"Aahh..."
Mikha hanya memperhatikanku. Ia seakan takut untuk bawel seperti biasanya saat aku ada diposisi kesal dan setres seperti ini. Tapi Mikha tetaplah Mikha. Kemudian ia membuka bibir mungilnya dan menanyakan satu per satu pertanyaan.
"Res..."
"Hah? Apa, Sayang?"
Ia merubah posisi duduknya. Menyilakan kakinya diatas sofa dan condong menghadapku seakan penasaran akan sesuatu."Cowok sek...si yang sama lo tadi siapa?" tanyanya takut-takut.
"Mr. K,"
"WHAT?!"
Aku mengernyit, "Kenapa emangnya? Lo demen?"
"Seriusan?"
"Iya, kenapa sih? Ganteng, seksi? Bulge dibalik celananya gedhe meski lagi bobo'?"
Dia cengengesan sekarang dan berpindah duduk di sampingku. "Yaampun, gue nggak nyangka K itu seperfect itu."
"Yeee... Dasar botty gatel lo! Ada bening dikit langsung pusing pala Ken." aku menarik telinganya hingga memerah. Ia mengaduh. Meronta-ronta dengan suara cemprengnya.
YOU ARE READING
TIMBER SPACE II
Romantizm"Sweet true love or any fuckin' things else... Sorry, I don't believe it! All those fairy tale were full of shit." ujar seorang Mahasiswa Desgraf di bilangan Ibukota, Rescha, apabila ia ditanyai perihal percintaan. Ia terbiasa menjalani hidup tanpa...