Pada akhirnya aku tak mendapatkan informasi apapun. Bahkan dokter itu malah menyuruhku meninggalkan kliniknya. Semacam mengusirku secara halus. Aku dianggap telah mengganggu jam prakteknya. Sial!"Saya nggak tahu-menahu soal dimana Pak Keenan sekarang. Walaupun saya dokter keluarganya dan cukup kenal mereka, bukan berarti saya tahu soal kehidupan pribadi beliau dan keluarganya. Kalaupun saya tahu, nggak mungkin saya sembarangan kasih informasi pribadi pasien saya ke orang lain."
Dan sekarang aku berakhir di teras klinik tersebut. Menendang kaleng kosong di hadapanku dengan kesal.
Aku merasa dokter itu berbohong dan hanya ingin menutupi privasi pasiennya. Aku yakin ia kenal dekat dengan Keenan, dan mungkin tahu soal masalah yang tengah dihapadinya. Bahkan dimana Keenan sekarang. Aku tahu, wajar dia bersikap seperti itu demi privasi pasiennya, dan aku salah karna terus memaksanya. Tapi hanya resep itu yang bisa kudapatkan sebagai clue. Hanya dokter itu yang bisa membantuku saat ini.Sebenarnya aku ingin terus memaksanya. Mau nggak mau, hanya dia satu-satunya orang yang bisa memberiku informasi saat ini. Aku juga nggak kenal satupun keluarga atau teman-teman Keenan yang bisa kutanyai.
"Aaarrggghh..." aku benar-benar frustasi sekarang.
Mungkin saja dilain waktu dokter itu bisa sedikit melunak, dan ia bisa mempercayaiku, memberiku informasi apapun yang kubutuhkan saat ini soal Keenan.
Iya, mungkin lain hari...Aku memandangi rumah, sekaligus klinik tersebut sejenak. Aku benar-benar berharap banyak pada dokter itu. Yah, mungkin lain hari, aku akan kesini lagi.
Kuayunkan kakiku meninggalkan halaman, lalu membuka pagar hitam di hadapanku."Mas!"
"Mas, tunggu!"
Sontak aku menoleh karna dikejutkan oleh suara seseorang. Dan benar, ada seorang pria tinggi di teras rumah tersebut yang bermaksud memanggilku. Kuedarkan pandanganku, dan memang hanya ada aku disini.
"Iya?"
Pria berkemeja abu-abu itu berjalan mendekat, "Kamu yang barusan nanya-nanya soal Pak Keenan, bukan?"
"Iya, kenapa ya?"
Ia menoleh ke belakang sebentar. "Yuk, masuk aja. Mungkin aku bisa bantu dikit. Kasihan udah jauh-jauh kesini. Kita ngobrol didalem aja biar enak, gimana?"
Aku tak mengerti, "Ehm, kamu juga tinggal disini?"
Ia mengiyakan, kemudian memanduku kembali masuk ke dalam. Namun ia mengajakku ke ruangan belakang, yang tampak seperti sebuah ruang tengah. Sedangkan memang rumah ini dibagian depan dialihfungsikan sebagai klinik.
"Silahkan duduk!" ujarnya mempersilahkan.
"Oh ya, kamu mau minum apa?" tawarnya ramah, lalu tersenyum simpul.
"Ehm, makasih. Tapi nggak usah repot-repot."
"Oh iya, masnya siapa ya?" tanyaku membuka obrolan.
"Aku Rega, temennya Keenan. Ya, bisa dibilang kita temen deket banget sejak masih kuliah dulu sampe sekarang. Bahkan kita udah kayak sodara." paparnya memperkenalkan diri.
Sontak aku begitu senang dan antusias. "Oh ya? Jadi kamu tahu dimana Keenan sekarang?"
Ia terkekeh, "Sabar... Nggak usah buru-buru. Ini juga mau dijelasin."
"Sorry," ralatku. Lalu ikut tertawa.
"Sebelumnya boleh dong aku tahu dulu, kamu siapa ya, siapanya Keenan? Kenapa pengen tahu banget dimana dia sekarang?"
Tiba-tiba saja aku jadi bingung harus menjawab apa. "Ehm, aku Rescha, temennya Keenan."
"Rescha?" ulangnya dengan ekspresi terkejut.
YOU ARE READING
TIMBER SPACE II
Romance"Sweet true love or any fuckin' things else... Sorry, I don't believe it! All those fairy tale were full of shit." ujar seorang Mahasiswa Desgraf di bilangan Ibukota, Rescha, apabila ia ditanyai perihal percintaan. Ia terbiasa menjalani hidup tanpa...