16| WHAT IS LOVE?

6.1K 454 53
                                    

Mungkin...
Mungkin aku sudah merasakan getar itu sejak pertemuan pertama kita. Sejak kedua mata saling tatap, terikat satu simpul erat yang terbentang di kedua ujung retina kita.

Mungkin saja aku sudah membungkus rasa itu sejak kedua lenganmu melingkar hangat menyelimuti tubuhku. Dalam kebisuan yang menyergap saat kedua tubuh kita berdua menyatu.

Hanya akan ada binar bahagia yang tersirat.
Hanya akan ada getaran rasa yang saling kita simpan.
Hanya akan ada kecup demi kecup yang bisa kita bahasakan.
Namun kita berdua saling tahu, ada binar kasih di kedua mata kita. Ada getaran rasa tak biasa di kedua dada kita yang saling menempel, hanya terpisahkah oleh jengkal-jengkal kulit dan ruas-ruas tulang.

Tapi aku bodoh...
Aku bodoh, Keenan. Kini biarkan aku jatuh dalam sesal yang kuteguk setiap tetesnya.
Biarkan saja aku mendecap rasa pahit setiap tegukannya.
Biarkan saja aku tersiksa dalam pahitnya kebodohan yang membutakanku selama ini.

Aku tahu benar bahwa aku bukanlah insan yang sempurna untuk bersanding denganmu.
Aku tahu benar bahwa kau terlampau sempurna untukku.
Akan tetapi saat itu. Saat kau memilihku, dulu...
Saat tuturmu mengucapkan jalinan kata itu. Jalinan rasa itu...
Betapa bodohnya aku yang hanya akan terus membuat kata-kata itu mengambang diudara.

Saat kusadari bahwa egoku terlampau mahal dari harga diriku, semuanya sudah terlambat.
Kini biarkan saja aku berlutut dihadapanmu. Bersimpuh dipangkuanmu.
Tanpa permisi, tanpa nurani, mengucap rasa itu. Pun meminta jalinan kata itu menguar dari bibirmu.

Kau hanya menatapku menusuk...
Memaki, mengutuk, menghempas seonggok sampah di hadapanmu yang kini mengemis kasihmu.
Mengaduk-aduk gendang telingaku perih oleh caci maki penuh duri dari bibir manismu.
Bibir yang sebelumnya selalu melumpuhkanku dalam kata dan kecupanmu. Bibir yang selama ini selalu membuatku terbenam dalam hangat pagutanmu.

Aku pantas menerima semua ini,
Tapi jangan bibir itu.
Jangan hatimu yang berubah...
Membalik rasa itu menjadi kebencian yang meluap.
Membakarku hidup-hidup dalam palung cintamu.

Aku mencintaimu, Keenan.
Sungguh... Ampuni segala kebodohanku. Ampuni segala egoku.
Kini hanya kata-kata itu yang bisa kuucap dalam jerit tangisku.
Kini hanya merapal kata cinta yang bagimu dusta itu, yang bisa kulakukan.

Aku mencintaimu, Keenan.
Sungguh...
Hanya kau satu!

Aku meringis kesakitan, meminta agar lebih pelan, karna tekanan handuk hangat yang masih terbilang kuat pada luka di sikuku.
Seorang pria yang telah lama tak ku jumpai berminggu-minggu sebelumnya kini tengah berlutut dihadapanku. Membersihkan luka di siku dan lututku penuh kasih. Kemudian meneteskan beberapa bulir tetes obat merah.

"Apa yang terjadi?" ia lagi-lagi menanyakan hal yang sama sejak sejam yang lalu saat menemukanku duduk lemas di trotoar pinggir jalan. Tertunduk lemas dalam isakan.

Aku bersikeras tetap membisu. Tak ada gunanya bercerita padanya, pikirku. Aku tak butuh simpati dan perhatiannya. Lagipula ini masalah pribadiku. Bahkan aku takkan menceritakannya pada Mikha, Gale apalagi Hans. Aku tak mau mereka melakukan hal-hal bodoh yang telah kubayangkan sebelumnya, bagaimana jadinya bila mereka tahu ini semua karna K.

Aku juga sudah cukup hafal dengan pola seperti ini. Aku sudah jengah dengan pria-pria yang pada ujungnya membuatku gila karna mereka mengejarku. Membuatku merasa terbebani dan tersiksa karna harus mengacuhkan dan suatu hari menolak perasaan mereka setulus apapun. Dan kali ini aku tak mau pria ini suatu hari semakin memiliki perasaan lebih padaku karna kurangnya ketegasanku. Kali ini aku akan lebih tegas, pada siapapun.
Lagipula sebentar lagi aku akan pergi dari sini. Aku masih bisa berjalan walau sedikit tertatih dan harus menahan nyeri yang serasa mencabik kulitku.
Aku harus tegas kali ini pada siapapun. Aku juga harus tegas pada seonggok daging di dalam rongga dadaku. Debar itu akan kujaga baik-baik. Debar itu hanya untuknya, bukan pria lain, pun bukan untuk dicuri oleh seseorang.
Debar itu telah tertambat pada satu pria.

TIMBER SPACE IIWhere stories live. Discover now