Levy rebahan tepat disampingku. Diatas single bed dengan seprei Minions favoritku. Tubuh kami saling menempel karna sempit. Badannya yang besar tentu saja membuat ranjang ini terasa penuh.
Aku dapat mendengar deru nafasnya yang cukup teratur. Lengan kami saling bertemu, kulit kami saling menempel dan bergesekan saat bergerak. Lengan besarnya seakan hendak merobek lengan pendek kemejanya yang ketat."Gue suka gimana lo nata kamar lo!" serunya membuka obrolan, mengamati sekeliling. Ada lemari dengan tinggi 1,2 meter, dengan tatanan koleksi action figure yang begitu banyak diatasnya. Meja dengan tatanan koleksi novel dan komikku. Dan juga dinding yang penuh dengan poster-poster dan hasil karya desain, juga gambar manual buatanku.
"Iya, gue suka ngoleksi action figure sama komik."
"Gue juga. Gue suka manga, anime. Kapan-kapan gantian lo harus maen ke kamar gue." kata Levy menimpali, dengan senyum tipis miliknya yang selalu terlihat menawan. Bibir merah dan penuhnya mengembang manis, sembari menatapku.
"Kalo lo mau sih?" tambahnya.
"Kapan-kapan deh ya?" timpalku hati-hati.
Ia memutar tubuhnya. Sekarang terbaring miring menghadapku. Menatap dan memperhatikanku sejenak.
"Kenapa? Kenapa ngelihatin gue kayak gitu?"
"Lo manis banget emang, Res," ia menatapku dengan tatapan yang berbeda. Sulit kuartikan. Aku juga tak tertarik untuk menebak-nebak.
Aku hanya diam. Tetap menatap atap kosku, dengan tempelan bintang-bintang yang glow in the dark.
Tangannya tiba-tiba mengusap pipiku, lalu turun ke bibirku perlahan. Penuh hati-hati, tapi pasti. Sontak aku menoleh dan menatapnya karna kaget.
"Res, jujur aja. Ehmm... Gue udah dua tahunan nunggu-nunggu saat berdua kayak gini. Bisa berdua sama lo." jempolnya mengusap-usap bibirku lembut.
"Maksud lo?"
Ia beringsut mendekatkan tubuhnya lebih dekat ke tubuhku. Mengisi celah kosong yang tercetak diantara kami sedari tadi karna ia memiringkan tubuhnya. "Masa lo nggak tahu? Padahal lo biasanya cepet banget nangkep apapun.
Masa nggak kelihatan kalo gue itu udah lama suka sama lo? Ngejar-ngejar lo udah dua tahunan ini. Dan baru sekarang berani ngomong, mumpung timing-nya pas juga.""Suka?"
Ia mengangguk mantap. Menatapku serius dengan senyuman termanis yang tak pernah di tunjukkannya sebelumnya. Menampilkan barisan giginya yang putih tegas.
"Oh, yaudah sih napa nggak bilang dari dulu aja? Santai aja kali sama gue, kalo suka bilang aja!" aku terkekeh, berusaha mencairkan suasana karna dia tampak begitu serius.
"Trus, lo nerima gue?"
Kedua alisku bertaut, benar-benar tak mengerti. "Hah, nerima gimana? Ya kan tinggal bilang aja, Lev kalo suka. Apa mau sekarang? Tapi gue mandi dulu ya! Gerah... Lo tahu sendiri Jakarta makin panas aja belakangan."
Ia menggenggam tanganku, menatapku lekat dengan tatapan serius yang menusuk. "Bukan itu, Res! Gue suka sama lo, sayang sama lo. Perasaan itu udah lama. Bukan suka dan pengen ML sama lo."
Ia sukses membuatku terbelalak dan beranjak dari ranjang. Aku menatapnya tak percaya. Tak menyangka bahwa teman kampusku ini memiliki perasaan khusus seperti itu.
"WHAT?!" seruku setengah berteriak."Lo nggak suka ya?"
"Eh, bukannya gitu. Elo itu pura-pura nggak tahu, lupa, apa emang bego'?
Lo tahu banget kan, gue gimana anaknya?""Gue ngerti, Res... Dan gue nggak peduli. Gue nggak tahu, perasaan itu makin lama makin dalem dan gue pengen bilang ke lo sejak lama, tapi kita nggak pernah ada waktu berdua.
Lo selalu nolak kalo gue nawarin nganter pulang apalagi ngajak jalan." paparnya, terdengar sedikit emosional.
YOU ARE READING
TIMBER SPACE II
Romansa"Sweet true love or any fuckin' things else... Sorry, I don't believe it! All those fairy tale were full of shit." ujar seorang Mahasiswa Desgraf di bilangan Ibukota, Rescha, apabila ia ditanyai perihal percintaan. Ia terbiasa menjalani hidup tanpa...