20| JUST LEMME GO!

6.3K 445 101
                                    

Untaian kata semanis apapun tak selalu dapat menyelesaikan segalanya.
Meluruskan setiap kebengkokan.
Terkadang hanya dengan saling menatap,
Melempar rindu yang sejak lama menderu.
Terlamau mampu untuk sekedar memotong jarak tak kasat mata yang seakan memisahkan.

Aku hanya ingin tahu, sekeras apa hatiku menggaungkan namanya.
Menggetarkan rasa setiap detiknya.
Tanpa pernah perduli, disetiap getarannya pun ada perih yang semakin meradang.
Ini bukan soal dengan siapa dan bagaimana caraku mencintainya.
Ini soal mencari potongan yang sama dengan ruang kosong dihatiku selama ini.

Maka disinilah aku,
Memilih untuk menendang tanggaku. Mimpiku.
Agar aku bisa terus bersamamu.

Setelah sekian lama akhirnya kami bisa bertemu dan duduk berhadapan seperti ini. Saling menatap dalam diam sesekali.
Segalanya seakan tak pernah sama seperti dulu lagi. Sedikit lebih canggung, dan seolah-olah aku merasa jarak kami terlampau jauh sekarang.
Keenan tampak sehat dan tampan seperti biasanya. Hanya saja ia memiliki kantong mata gelap yang menggantung digaris matanya. Seakan-akan aku bisa sedikit menyaksikan segala beban yang ditanggungnya belakangan ini hanya dengan menatap bola matanya yang gelap dan sayu. Terutama soal Darren. Aku tahu betul bagaimana perasaannya.

Kalau diperhatikan baik-baik pun wajah Keenan terlihat lebih tirus. Tampak lebih kurus.
Aku merasa tak becus. Aku tak pernah ada disisinya pada waktu-waktu terberatnya. Sesekali aku berfikir, jangan-jangan pria waktu itulah yang selama ini selalu ada untuknya. Membuatku benar-benar merasa cemburu kali ini.

"Waktu lo nggak banyak, abis gini gue mau ke outlet. Mending mulai ngomong dari sekarang." ujar Keenan datar, sembari melahap club sandwich dihadapannya untuk sarapan.

Lidahku benar-benar kelu sekarang. Otakku pun seakan tak mau diajak kompromi. Segala hal yang ingin kucurahkan sedari dulu seakan menguap entah kemana. Aku merasa seperti tokoh bodoh dalam suatu film yang ditengah scene kemudian lupa naskah. Tak tahu harus berkata apa. "Ehm... Ssshhh... Aduh," sembari meremas-remas celana denimku.

Ia melirikku sekilas dengan tatapan yang sulit kuartikan, lalu kembali menunduk, memotong-motong sandwich dengan pisau dalam genggamannya. "Apa?" tambahnya, terdengar mulai jengah karna masih harus menungguku mulai bicara.

"Gu... Gu-gue sama Levy..."

Sontak ia melempar pandangan tak suka. Seakan merasa iritasi oleh sesuatu. "Jangan sebut nama cowok yang nggak bisa melek itu disini. Gue nggak suka!" potong Keenan tiba-tiba. Ia menjatuhkan garpu dan pisaunya diatas piring begitu saja, membuat polusi suara yang cukup keras. Ia mencomot beberapa tissue, lalu mengelap bibirnya. Beberapa pasang mata di Cafe tersebut sontak beralih menatap kami sekarang.

"Sorry, tapi masalahnya dia kan juga ada hubungannya sama semua ini." ralatku cepat-cepat. Berusaha sehati-hati mungkin untuk membuat kalimat. "Mau nggak mau gue harus ngomongin semuanya, termasuk dia juga. Biar semuanya clear."

Ia menatapku jengah, "Mau lo ngomong apa sih sebenernya? Nggak usah bertele-tele, waktu gue nggak banyak. Bilang aja kalo kalian selama ini nggak pacaran, gue cuman salah paham. Lo masih pegang prinsip lo itu, gue yang udah jahat karna salah sangka dan udah nyakitin lo selama ini, gitu?" Keenan tersenyum kecut kemudian. "Dan gue harus nyesel sekarang, perbaikin semuanya, terima lo lagi gitu aja dihidup gue? I'm that asshole, am I?"

Aku hanya bisa melempar tatapan tak percaya. Melonggarkan kerah kemejaku kemudian yang serasa sesak tiba-tiba.

"Kenapa? Lo udah bosen sama si sipit itu, ntar mau ninggalin dia karna gue?
Jadi ceritanya sekarang ini lari ke gue lagi nih? Sadar bahwa gue lebih dari sekedar cukup buat nyenengin lo, muasin lo daripada dia. Gue lebih punya segalanya dari dia. Didn't you, Sweetie?"

TIMBER SPACE IIWhere stories live. Discover now