Violyn Alveera Lacerta. Nama yang indah sekaligus aneh bagiku.
Aku juga tak mengerti, mengapa ayah memberiku nama itu.
Violyn? Violin? Biola? Ah, bahkan sampai sekarang aku belum bisa memainkannya. Jangankan memainkannya, menyentuhnya pun sudah sejak lama tak ku lakukan. Bukannya aku tak ingin belajar memainkan alat musik yang selama ini digeluti ayahku. Aku hanya tidak tertarik.Disinilah aku dengan gitarku. Ya, aku lebih menyukai gitarku dibandingkan biola ayahku. Taman belakang sekolah, tempat favoritku untuk bercengkrama dengan beberapa orang. Ingat, BEBERAPA ORANG. Seperti yang terlihat, aku tak suka keramaian. Membayangkannya saja membuatku pening. Aku selalu ke sini setiap pulang sekolah. Hingga aku bosan, aku mungkin pulang. Ingat, MUNGKIN. Dan seperti yang kau baca, tidak ada suatu apapun yang membuatku bosan memainkan gitarku. So, aku akan pulang jika ayahku sudah sibuk menelponku.
Mungkin kau bertanya mengapa? Apa aku harus menjawab pertanyaanmu? Atau aku harus mengabaikanmu? Ah aku akan menjawab jika kau memaksa. Tak ada paksaan? Maka aku yang akan memaksa menjawab.
Well, Aku hanya bosan mendengarkan celotehan ayah yang memaksaku memainkan biolanya. Aku tau, ayahku merupakan pemilik grup orchestra terkenal di Indonesia. Dia juga pemain alat musik terhebat di Indonesia, bahkan di dunia, menurutku. Bayangkan saja, mulai dari biola, piano, gitar, saxophone, drum, bass, cello, harmonika sampai beras dalam botol pun dia jago memainkannya.
Tapi karna alasan itulah aku selalu dituntut untuk ikut ambil bagian dalam grup orchestra nya.Hal pertama kali terlintas dipikiranku adalah TIDAK. Aku tidak ingin seperti kakakku yang tak bisa meraih cita-citanya menjadi dokter seperti yang ia inginkan dulu. Hanya karna permintaan ayah untuk melanjutkan grup orchestra nya.
Okay, kakakku memang jago dalam semua permainan alat musik. Aku bahkan iri padanya, karna aku hanya bisa memainkan satu alat musik. Gitarku. Seakan darah penakluk alat musik ayah mengalir deras dalam tubuhnya. Tapi yang aku syukuri adalah dia kakak terbaik sepanjang masa! Dia yang selalu membelaku jika ayah memaksaku memenuhi kehendaknya. Dia juga yang mendukungku untuk meraih cita-cita sesuai yang aku inginkan dan aku bangga punya kakak seperti dia. Aku sayang kakakku!Aku tidak peduli ayah akan berkata apa jika nanti aku menolak untuk ikut dalam grup orchestra nya. Toh ini hidupku. Aku yang berhak menentukan kemana aku akan pergi dan singgah. Ya, selama kak Babas ada, aku pasti akan selalu dibela. Hahahaha, aku senang aku punya kakak yang bisa diajak kerjasama mutualisme gini. Meskipun terlihat komensalisme sih. Ah, abaikan.
------------------------------------------------
Hello readers!
Ini cerita kedua ku.
Tau gak? Pasti enggak.
Ceritanya baru aja ngalir dari pikiranku. Tapi aku baru stuck nulis prolog. Makanya pendek kan? Yah namanya juga prolog. Hehehehe.
Aku bakal lanjutin kok.
Yah tunggu aja sampai aku publish lagi. Hihihi.
Stay tune, ya. Enjoy it.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violyn's Guitar
Teen FictionViolyn Alveera Lacerta. Nama yang indah sekaligus aneh bagiku. Entahlah, mengapa ayah memberiku nama itu. Violyn? Violin? Biola? Ah, bahkan sampai sekarang aku belum bisa memainkannya. Jangankan memainkannya, menyentuhnya pun sudah sejak lama tak ku...