Mentari berseri menyambut pagi. Kicauan burung menyanyi menampakan cerahnya hari ini. Aku bergegas merapikan barang-barang sekolahku. Sudah pukul 05.45 wib. Aku akan terlambat. Ku turuni tangga dan mendapati kedua orangtuaku serta kak Babas sarapan di meja makan."Hai semua, selamat pagi." sapaku.
"Hai adik kakak yang masih marah. Kapan kita baikan?" jawab kak Babas usil.
Aku menatap sinis kak Babas. Terserah dia akan berpikiran apa, pokoknya aku malas berbicara dengannya.
"Hai Veera sayang, apa kemarin terjadi sesuatu antara kamu dan kakakmu?" tanya bunda.
Aku hanya mengendikan bahu dan berusaha tersenyum pada bunda seakan tak terjadi apa-apa.
Suasana meja makan kini hening. Hanya ada sedikit suara dentingan piring. Ku ambil selembar roti lalu ku lapisi atasnya dengan selai coklat hazelnut dan taburan keju parut kesukaanku. Ku lapis kembali dengan selembar roti di atasnya dan ku masukan ke dalam kotak bekal yang tersedia di atas meja makan. Dengan cepat ku minum segelas susu yang tersedia itu sampai habis tak tersisa.
"Veera, ayah mau bicara sama kamu." pinta ayahku memecahkan keheningan di meja makan.
"Veera sudah terlambat yah, nanti saja bicaranya." jawabku singkat. Seperti yang kau tahu, hubungan ayahku dan aku tidak sebaik seperti ayah dan anak pada umumnya. Kau tahu alasannya.
"Veera, sebentar lagi kau lulus dan-"
"Sudahlah, aku sudah terlambat, aku pergi dulu. Bye bun, yah, kak." potongku cepat sambil bergegas menuju garasi.
"VEERA! AYAH BICARA DENGANMU!" bentak ayah padaku.
"Aku bilang nanti ayah, sekarang sudah pukul 05.55 wib. Aku sudah terlambat." jawabku dengan nada dibuat tenang.
Aku tidak menghiraukan decihan ayah yang mungkin marah sekarang. Terserah ayah akan melakukan apa padaku nanti. Aku punya kak Babas yang pasti membelaku. Walaupun sekarang kami sedang bertengkar.
Mobil BMWku kini sudah terparkir diluar rumah. Seat belt yang sedari tadi menggantung, ku tarik dan ku kunci pada ujung kursiku. Ya, hari ini aku membawa mobilku ke sekolah. Ini kali ketujuh aku membawa mobilku selama aku sekolah dua tahun di sekolah yang kutempati ini. Seperti yang kau tau, aku harus sampai ke sekolah saat gerbang baru dibuka. Ada untungnya juga datang pagi. Jadi, tidak banyak anak yang mengetahui aku membawa mobil ini.
Ku masuki area parkiran sekolah, masih sepi tak ada kendaraan satu pun. Aman. Ku susuri jalan setapak hingga aku sampai di koridor kelas. Seperti biasa, aku akan pergi ke taman belakang sekolah terlebih dahulu untuk menjernihkan pikiranku yang kacau tadi.
Ku duduki bangku taman itu dan memejamkan mata. Aku ingin menetralkan semua pikiranku yang berkecamuk di dalam. Ku pijat pelipisku sambil menumpukan siku tanganku di pahaku. Sebuah tangan lain memasangkan salah satu earphone pada telingaku.
Musik mengalun indah pada earphone itu. Ku hentikan kegiatanku dan kulirik si pemilik earphone. Ello. Ya, dia duduk tepat di sampingku. Oh tidak, ia balas menatapku dan menyunggingkan senyum tipisnya. Mata abu-abu teduh itu membuatku tak bisa berkutik lagi. Rasanya sengatan listrik menjalar ke seluruh tubuhku. Ku buang pandanganku darinya. Jantungku mulai berpacu. Aku rasa, pipiku juga mulai memanas. Sepertinya ini akan menjadi hari yang memalukan bagiku.
"Kenapa? Aku tampan ya?"
"Ha?" Aku berusaha mencerna kata-katanya. Oh tidak, dia sangat percaya diri. "Oh, siapa juga yang bilang kamu tampan." ketusku melanjutkan perkataanku yang sempat terjeda tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violyn's Guitar
Teen FictionViolyn Alveera Lacerta. Nama yang indah sekaligus aneh bagiku. Entahlah, mengapa ayah memberiku nama itu. Violyn? Violin? Biola? Ah, bahkan sampai sekarang aku belum bisa memainkannya. Jangankan memainkannya, menyentuhnya pun sudah sejak lama tak ku...