14

91 6 1
                                    


Semburat rona merah di zona biru mulai terlukis indah. Menghiasi langit senja sore ini. Secangkir kopi menemaniku menikmati indahnya lukisan sang pencipta itu. Tiba-tiba ponselku berbunyi dan menampilkan notifikasi LINE.

Pengganggu  : Oooyyy!!!

Violyn Alveera  : Apa.

Pengganggu : Jutek sekali mba.

Violyn Alveera : Katakan apa yang mau katakan.

Pengganggu : Aku kangen kamu:(


Deg. Aneh, tapi dadaku berdesir bercampur risih membaca kata-kata itu. Ah, lupakan Viooo!!! Dia hanya pengganggu yang dikirim pencipta untuk menguji kesabaranmu.


Violyn Alveera : Oh. Sudah? Apa hanya itu?

Pengganggu : Don't ! Al.....

Violyn Alveera : Apa

Pengganggu : Jangan keluar kamar, masuk sana.

Violyn Alveera : Gak diluar kamar.

Pengganggu : Pembohong!!

Violyn Alveera : Pengganggu !

Pengganggu : Nama kontak aku di LINE kamu dong=))

Violyn Alveera : Bodo.

Pengganggu : Kamu jahat sama aku:'(

Violyn Alveera : Apasih berisik !

Pengganggu : Sana masuk ke dalam kamar

Violyn Alveera : Apaan sih, kenapa kamu jadi sok mengatur aku gini? Ini hak aku ! Terserah aku dong.

Pengganggu : Mau aku tarik biar kamu masuk ke dalam?

Violyn Alveera : Sok aja kalo bisa. Lagian, apa peduli kamu?!

Pengganggu : Oke, otw.


Aku hanya membaca pesannya dan kembali menikmati indahnya senja sore hari ini. Dasar pria aneh ! Dia tidak punya hak untuk mengaturku. Aku bukan anaknya dan bukan juga pacarnya. Apa seorang sahabat menurut pandangannya harus melarang-larang sabahatnya sendiri untuk melakukan hal yang ia sukai? Tunggu, apa sekarang aku yang mengakui dia sebagai sahabatku. Terserah apa yang mau aku pikirkan. Anggap saja itu pilihan terburuk yang baru saja aku ambil.


Aku menyesap kopi yang sedari tadi ada di hadapanku. Ponsel ku berdering lagi dan kau tahu siapa yang menelpon? Ica ! Aku bangkit dari posisiku dan melompat kegirangan.


"Hello? Rara, Are you the-"

"Yes! I'm here!!!!" potongku cepat yang tak bisa menahan rasa senangku.

"Whoooaaaa, calm down. Hahahahhah." tawa kecilnya membuat rinduku kian meluap. Sebenarnya seminggu yang lalu dia menelponku. Kau tahu? kita saling berbicara lewat telpon selama seharian ! Bayangkan! Dengan tarif yang mahal itu, tak menyurutkan niat kami untuk saling bercengkrama. Untungnya, Ica yang menelponku jadi aku tidak perlu repot-repot menguras uang sakuku, hahahaha. Bukan, bukan karna aku yang pelit ataupun matrialistis. Alasanku adalah  karna Ica selalu menolakku untuk menghubunginya duluan. Ia bilang, ia sangat sibuk dan sangat tidak bisa diganggu ketika ia sedang melakukan sesuatu. Sayangnya, rasanya rindu ku tak kunjung reda meski kami sering bercengkrama lewat telepon. Ruang dan waktu yang telah memisahkan kami selama berbulan-bulan ini membuat rindu itu terus mengalir.

Violyn's GuitarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang