Sudah pukul 11.00 WIB dan Ello masih ditahan bunda di ruang tamu. Aku gemas melihat tingkah bunda yang kelewat ABG itu. Perhatian mulu sama Ello, sedangkan aku sama sekali gak di perhatiin. Sekalinya turun ke bawah, malah di paksa-paksa buat nemenin si Ello. Ogah! Ya, walaupun kita udah baikan, gak ada salahnya kan kalau aku tetap berjaga jarak dengannya. Gengsi kali, baru juga bilang benci tapi waktu baikan, udah deket-deketan. Dikira aku cewe apaan.Si Ello juga, malah senyam-senyum gak jelas. Bukannya risih atau apa, ia malah terlihat senang. Sudah kubilang padanya, kalau ingin pulang, bilang saja, biar bunda kuurus. Tapi ia malah tetap ingin disini. Alasan klasik, takut kualat kalo gak nurut sama orang tua. Ih kesal !
Ponselku berdering menampilkan notifikasi pesan baru. Ada dua pesan baru ternyata.
E L L O = Hei, gak ke bawah?
E L L O = Ada kiriman buat kamu nih. Dari Andromeda kayaknya, coba deh kamu lihat sendiri, sini.
Keningku berkerut. Kiriman dari Andromeda katanya. Memangnya ada kurir antar galaksi? Tapi penasaran juga sih. Bukan karna kirimannya dari Andromeda, tapi aku penasaran dengan isinya. Tumben, ada paket yang dikirim ke rumahku.
Aku keluar kamar dan mulai menuruni tangga. Mengendap-endap seperti tidak ingin ketahuan. Aku juga bingung kenapa aku bersikap seperti ini di rumahku sendiri. Anggap saja aku seorang agen mata-mata.
"Hai !" sapa Ello ketika aku sampai ruang tamu.
"Mana?" Tanganku menengadah ke arah Ello. Sengaja, meminta kirimanku yang ia beri tahu.
"Apa? Hatiku? Di bagian dada sebelah kanan nih. Mau?" Ia meletakan tangan kirinya di atas dada kanannya.
"Enggak! Mana kirimannya?" tanyaku lagi.
Ello terkekeh kecil lalu mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya. Sebuah paket berbentuk kubus yang di bungkus kertas coklat rapih dengan alamatku diatasnya. Ia menyerahkannya padaku.
Tapi belum aku ambil paketnya, ia menariknya kembali. "Eits, bilang apa?" tanya nya tiba-tiba.
"Makasih."
Ello tersenyum dan menyerahkan paketnya lagi padaku. "Sama-sama," Paketnya pun sudah ada ditanganku. "Tapi kata kurirnya, kamu harus buka ini sama aku. Takutnya ada bom didalem." lanjutnya.
"Bom?!" pekikku kaget.
"Iya, bom cinta kita berdua." jawabnya sambil mengerling genit padaku.
Aku mendesis kesal padanya. Kemudian berbalik untuk meninggalkannya lagi. Tapi tanganku dicekal dan ditarik sampai aku duduk di sebelahnya.
"Paketnya dibuka disini aja, aku juga mau lihat." pintanya. Aku menatapnya tak suka. Ku peluk paket itu erat-erat. Seenaknya saja dia, siapa tau paket ini berisi privasiku. "Kita sahabat kan? Biasanya sesama sahabat saling berbagi. Kamu percaya aku kan?" Ello menaik turunkan alisnya.
Aku mendengus sebal. Kutatap wajahnya dengan kesal. Sepersekian detik tatapan kami bertemu. Ah sial, mata itu.
Mata abu-abunya menatapku dalam. Degupan jantungku pun kian meningkat. Sial, semudah inikah respon tubuhku bekerja tidak singkron kalau berada didekatnya. Wajah Ello kian mendekat ke arahku. Aku tidak tau apa yang mau ia lakukan, tapi tubuhku lemas tidak bisa bergerak.
"Al..... kamu lucu kalo lagi blushing gitu." bisik Ello tepat di telingaku. Lalu menjauhkan wajahnya lagi sambil tertawa kecil.
Secepat kilat aku menginjak kakinya dengan kuat, ketika energiku kembali. Hal yang sangat memalukan. Ia meringis kesakitan, tapi tidak juga menghentikan tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violyn's Guitar
Teen FictionViolyn Alveera Lacerta. Nama yang indah sekaligus aneh bagiku. Entahlah, mengapa ayah memberiku nama itu. Violyn? Violin? Biola? Ah, bahkan sampai sekarang aku belum bisa memainkannya. Jangankan memainkannya, menyentuhnya pun sudah sejak lama tak ku...