"Viiooooo!!!!" Suara cempreng itu memecahkan gendang telingaku. Tentu aku tau siapa pelakunya. Caca.
"Apaan sih, Ca! Kamu tuh selalu aja berteriak. Suara gitarku bisa rusak kalau kamu terus begitu." gerutuku.
"Ihhhh, Vio, jangan merajuk. Kamu gak rindu aku?!" Caca kesal, ia mulai mengerucutkan bibirnya. Ya, aku tau sahabatku satu ini kemarin pergi ke rumah neneknya di Moscow. Dia bilang neneknya rindu padanya dan meminta dia pergi kesana. Tapi setelah aku analisis, sepertinya Caca ingin menghindari masalahnya dengan pacarnya. Ah, aku tak ingin membahas masalah orang lain. Dosa.
"Hmmm" gumamku malas.
"Ihhh, Viooo!!! Jangan bersikap dingin seperti itu dong. Aku bawa oleh-oleh untukmu, loh" bujuknya.
"Hmmmm" gumamku lagi. Sebenarnya aku juga rindu. Hanya saja aku masih kesal karna dia pergi begitu saja tanpa memberitahuku. Biar saja aku bersikap dingin padanya. Ini pembalasanku.
"Ya ampun! Viooo kamu ini kenapa sih? Baru seminggu kita gak ketemu kenapa malah bersikap dingin seperti ini? Kamu sakit?!" Caca menempelkan punggung tangannya ke keningku.
"Ihhh, apaan sih ca?! Kenapa kamu doain aku sakit sih?! Tau ah." gerutuku menepis tangannya sambil merubah posisi dudukku membelakanginya.
"Viooo, kamu tau kan, tidak baik membelakangi lawan bicaramu tau!!" ucapnya sambil menepuk-nepuk pundakku.
"Siapa juga yang mau bicara denganmu?" tanyaku membuatnya sebal.
"What?! Okay, kalau disini hanya aku yang merindu. I really miss youuuuuu!!!" Caca memelukku erat dari belakang.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Empat detik.
Lima detik.
Ok, aku menyerah. Aku menghela napas panjang.
"Fine. Aku menyerah, aku udah gak marah sama kamu." ucapku melepaskan pelukan Caca. Caca hanya menyeringai mendengarnya."Hehehehehe, aku tau kamu pasti gak bisa marah lama-lama. Tapi serius deh, aku benar-benar minta maaf karna kemarin aku lupa memberitahumu." Caca menunduk.
"That's okay. Jangan diulangi! Kamu buat sahabatmu ini kesepian di sekolah ini." Caca menaikan alisnya. Ia memutar bola matanya dengan malas.
"Please, deh vi. Kapan sih kamu terbuka dengan anak-anak di sekolah? Apa rasanya jika nanti kita reuni kamu tak memiliki kenangan dengan anak-anak sekolah ini?" ucapnya.
Aku menghela napas panjang. Ya, aku malas membahas ini dengan Caca. Aku tau, aku harus bersosialisasi dengan anak-anak di sekolah. Tapi aku hanya tidak ingin terlalu dikenal banyak orang. Tentu aku mempunyai alasan. Pertama, aku tidak ingin dibilang famous. Kedua, aku tidak ingin mereka tau kalau aku anak dari salah satu pemilik orchestra terkenal di Indonesia karna pasti akan repot mengurusi fans-fans kakakku, secara dia sangat populer dikalangan masyarakat Indonesia. Ketiga, aku tidak ingin mengenal pria dan apa itu cinta, karna yang aku tahu, cinta bisa membuatmu buta dan aku tidak mau buta karna cinta.
"Please, don't talk about that. Akan ada saatnya ca, tapi tidak sekarang. Mungkin nanti, entah kapan. Toh, aku punya satu sahabat yang pasti tak akan meninggalkanku, kecuali saat dia ada masalah dengan pacarnya." ledekku.
Caca mengerucutkan bibirnya. Ia terlihat lucu dan menggemaskan.
"Please, jangan bahas itu lagi deh. Kenapa jadi aku sekarang? Ini kan harusnya tentang kamu yang tidak ingin terbuka, kecuali padaku." ucap Caca yang tetap mempertahankan mimik mukanya yang ditekuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violyn's Guitar
Teen FictionViolyn Alveera Lacerta. Nama yang indah sekaligus aneh bagiku. Entahlah, mengapa ayah memberiku nama itu. Violyn? Violin? Biola? Ah, bahkan sampai sekarang aku belum bisa memainkannya. Jangankan memainkannya, menyentuhnya pun sudah sejak lama tak ku...