3

148 14 0
                                    


'Tok..tok..tok'

"Ra? Kakak boleh masuk?" tanya seseorang di depan pintu.

"Iya kak, masuk." jawabku setengah berteriak.

Pintu kamarku dibuka dan seseorang masuk ke kamarku. Tentu saja itu kak Babas. Pria paling tampan, paling baik, paling jail, tapi aku menyayanginya.

"Loh? Kok gitar kamu bisa gini?" tanyanya saat melihat gitarku yang benar-benar hancur.

"Tadi aku tidak sengaja menjatuhkannya kak." ucapku berbohong.

"Jatuh atau dibanting? Jangan bohong pada kakakmu ini." ujarnya lembut.

Sial, sepandai-pandainya aku menutupi kebohongan, kak Babas pasti tahu. Terpaksa lah aku menceritakan kejadian yang sebenarnya tadi terjadi.

"Mungkin dia suka sama kamu, Ra." cibir kak Babas.

"Itu hal yang tidak mungkin kak. Banyak yang berkata dia sangat tampan, mana mungkin dia menyukaiku yang culun ini." ucapku kesal. Sungguh, kakakku ini bisa-bisanya menggoda adiknya yang sedang sedih. Sifat usilnya mulai keluar.

"Siapa sih yang tidak menyukai adik kecil ku ini, udah cantik, jago main gitar, pinter lagi. Ya, walaupun dingin dan butuh kehangatan sih." goda kak Babas menaik turunkan alisnya.

"Please, don't judge me!"

"I don't judge you, sist."

"But, you always say something like that."

"Well, that's you! My lovely sister. And its always been you!"

"Kak, lebihbaik kau membantuku memperbaiki ini." ujarku mencairkan suasana karna pipiku merona.

Entahlah, kata-kata kak Babas terkadang selalu mampu menghipnotisku dan membuat pipiku merona. Aku benci mengatakan ini, tapi aku suka. Aku benar-benar menyayangi kakakku ini.

Bass Alveero Lacerta. Pria paling tampan, pintar, usil, gombal, baik, perhatian dan tentu saja berbakat ini adalah kakakku. Kakak pria satu-satunya yang aku sayang. Babas adalah panggilan sayangku untuknya dan Veera adalah panggilan sayangnya untukku. Terkadang dia memanggilku Rara atau Ace. Keluargaku sering menggunakan nama panggilanku dengan Veera atau Rara dan juga panggilannya dengan Babas. Mungkin beberapa tetangga dekatku dulu sering memanggilku dengan sebutan Rara. Tapi itu dulu, sebelum keluargaku pindah ke Jakarta. Dulu aku pernah tinggal di Kuala Lumpur, Singapore selama 5 tahun. Saat keluargaku pindah ke sana, aku berumur 2 tahun. Jadi, jangan heran if I speaking english with my brother. Aku juga punya sahabat kecil disana. Sayangnya, saat kita berumur 6 tahun, dia pindah ke New York, USA dan aku tidak pernah tahu lagi tentang kabarnya disana. Setelah aku berumur 7 tahun, keluargaku pindah ke Bandung, Indonesia dan menetap disana selama 1 tahun. Karna ayahku sangat terobsesi dengan musik, ia membentuk suatu grup orchestra. Grup orchestranya pun terkenal, lalu keluargku pindah ke Jakarta. Aku pun duduk dibangku salah satu Sekolah Menengah Pertama di Jakarta. Disinilah aku bertemu dengan Caca, sahabatku.

Gitarku ditarik oleh kak Babas dan mulai diperbaiki olehnya. Ia sangat tampan saat seperti ini. Aku bertaruh, pasti saat dia SMA dulu, banyak wanita yang terpesona akan ketampanannya. Apa kak Babas dulu pernah jatuh cinta? Sepertinya tidak mungkin. Karna sepengetahuanku, dia tipe pria dingin kepada semua orang yang tak ia kenal. Tapi, kak Babasku tetaplah pria. Who knows?

"By the way, gimana hubunganmu dengan ayah? Apa beliau tetap bersikeras memaksamu untuk masuk orchestra?" tanya kak Babas yang masih telaten memperbaiki gitarku.

Violyn's GuitarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang