"Tiga puluh detik lagi roket siap diluncurkan." sahut operator 1 yang masih berkutat pada layar komputernya.
"Baik, sekarang tinggal mengaktifkan hitungan mundur." Seorang berperawakan tinggi itu memerintahkan seluruh pegawai diruangan untuk berkumpul dan menunggu hasil penciptaan mereka.
"Tidak ! Jangan diluncurkan dulu ! Nozzel 4 belum berfungsi dengan baik." teriak salah seorang teknisi diruangan itu.
"Apa?! Sejauh mana kerusakan itu tampak?" tanya pimpinan peluncuran roket perdana itu.
"Cukup signifikan. 40% dari kerapatan mesin. Kita harus memperbaikinya." jawab teknisi tersebut.
"Tidak bisa dihentikan. Mesin sudah di aktifkan sejak tadi. Kita akan menghitung mundur sekarang." ucap operator 1.
"Apa?! Apa separah ini? Hentikan sekarang juga !" teriak pimpinan itu. Para teknisi menoleh ke arahnya dengan tatapan bimbang. Tentu saja begitu, peluncuran roket kali ini tidak bisa di hentikan karna Turbin sudah melakukan pembakaran sejak tadi.
"Maaf, itu tidak bisa dilakukan lagi. Sekarang waktunya, sepuluh.... sembilan.... delapan.... tujuh...." Degupan jantung beberapa orang diruangan itu terus berderu. Pasalnya ini adalah peluncuran perdana yang akan dipimpin oleh seorang yang paling dikenal diseluruh penjuru negeri. Tentu saja ini mengharumkan nama bangsa. Sang pilot pun menoleh ke luar dan memberi hormat pada semua orang di ruangan itu.
"Jika Nozzel 4 masih belum bisa berfungsi dengan baik, maka akan ada penghancuran sistem otomatis." panik teknisi itu. Riuh suara pada pegawai diruangan itu semakin menjadi setelah mendengar berita tersebut. Semua orang panik, deru napas dan detak jantung mereka kian cepat.
"Tiga... Dua.... Satu..... Peluncuran siap. Sistem mengaktifkan mode peluncuran, on!" Semua mata tertuju pada roket dan menatap iba sang pilot yang masih ada didalam roket tersebut.
Roket itu melesat bagi komet di angkasa. Kini mereka hanya bisa berharap bahwa generator 7 akan berfungsi. Pasalnya, jika generator itu masih belum berfungsi dengan baik, maka akan ada penghancuran sistem secara otomatis, beberapa menit lagi. Tentu saja itu merupakan hal yang paling dihindari. Hingga suara dahsyat menggema diseluruh penjuru negeri.
BUGHHH!!!
"Raraaaaaaaaaaa!!!!!! BANGUN IH ! Kebo amat sih !!! Masih sore juga !" teriak Ica yang tiba-tiba saja ada dikamarku. Lemparan bantalnya menumbuk tubuhku. Ah, menyebalkan sekali !!!! Baru saja tadi aku bermimpi keren, tapi sudah diganggu saja oleh suara kaleng rombeng ini. Benar-benar menyebalkan.
"Iya iya, ini udah bangun kali !" gerutuku sambil mengucek-kucek mata. Ku tatap jam yang berada di nakas. 17.30 WIB, sudah sore ternyata.
"Yah, masih diam saja. Ayo mandi sana ! Kita pergi setelahnya !" perintah Ica menggebu, menarik tubuhku yang enggan pergi dari kasur ke dalam kamar mandi. Dengan langkah gontai, aku pun memasuki kamar mandi. Sebenarnya malas sekali untuk pergi hari ini. Tapi Ica akan terus memaksa sebelum aku menyetujuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violyn's Guitar
Teen FictionViolyn Alveera Lacerta. Nama yang indah sekaligus aneh bagiku. Entahlah, mengapa ayah memberiku nama itu. Violyn? Violin? Biola? Ah, bahkan sampai sekarang aku belum bisa memainkannya. Jangankan memainkannya, menyentuhnya pun sudah sejak lama tak ku...