22

70 8 6
                                    


"Sekarang gue mau tanya, sebenernya lo sama si Gigi alias Ello itu ada hubungan apa? Lo dijodohin sama dia?"

Pertanyaan Baran masih terngiang-ngiang di otakku. Entah kenapa lidahku kelu. Untung saja bel masuk berbunyi sebelum aku menjawabnya. Meskipun nanti juga Baran akan menanyakannya lagi.

Hari ini pelajaran pertama adalah pelajaran PKn. Ternyata guruku berhalangan, jadi hari ini diganti oleh guru PKL.

Tentu saja itu membuat kelasku ricuh. Pasalnya, guru PKn ku yang berhalangan hadir tersebut lumayan tegas dan galak. Suatu keajaiban untuk kelasku, beliau tidak bisa hadir.

Untung saja pelajaran berlangsung lancar dan terkendali. Hingga bunyi bel istirahat pun berbunyi, keadaan kelasku kembali seperti pasar kaget.

Caca menepuk pundakku. "Vi, kantin yuk?" ajaknya.

Aku tersenyum ke arahnya."Lain kali aja deh, Ca. Aku malas kemana-mana." tolakku lembut.

Ia mengangguk dan berlalu meninggalkanku. Tapi sampai depan pintu kelas, ia berhenti dan kembali menoleh ke arahku. "Mau nitip?"

"Air mineral botol, pake uang kamu dulu " jawabku setengah berteriak.

Caca mengangkat tangannya tinggi-tinggi memberi isyarat OK. Kemudian dia pun pergi menghilang dari pintu kelas. Aku kembali membaca sebuah artikel yang menurutku menarik.

Spektrum, judulnya. Terbagi kedalam 7 kelas katanya. Kelas O, kelas B, kelas A, kelas F, kelas G, kelas K dan kelas M. Seperti yang kau tahu, nama belakangku Lacerta. Sama seperti nama bintang di angkasa. Bintang 10 Lacerta, bintang yang masuk ke dalam kelas O. Artinya, bintang yang paling panas dan memiliki suhu > 30.000°K.

Lihat, bahkan dalam kelas Spektrum penempatan kelas Bintang 10 Lacerta dan kelas Betelgeuse terlalu jauh. Itu sudah cukup jadi bukti kalau aku dan Ello tidak akan bersama. Maksudku bersama dalam artian, menjadi teman dekat. Meski aku tahu dia akan menjadi saudara iparku, jika perjodohan ini berlanjut. Tapi jika takdir kita seperti ini, lalu untuk apa aku mengeluh.

Kenyataannya hatiku berkata lain. Aku tak ingin perjodohan ini berlanjut. Membayangkan Ello akan menjadi saudara iparku nanti, membuat kepalaku sakit. Entah perasaan macam apa yang melandaku ini.

Ponselku berdering, menampilkan pesan yang baru masuk.

Kak Raikan : Hari ini kumpul di ruang seni sehabis pulang sekolah, ada rapat dadakan. Urgent.

Pasti tentang Ello, pikirku. Ku letakan ponselku lagi di loker mejaku.

Suara riuh di luar kelasku terdengar jelas. Bisikan-bisikan kecil dari mulut siswi yang telah berjejer di lorong itu pun mulai berdendang. Seperti ada Idol yang lewat di depan mereka. Tentu saja aku tak peduli. Terlalu kepo bukan gayaku. Nanti juga Caca pasti akan cerita padaku.

"Vio, lo dicariin orang noh. Buru keluar!" teriak Lala, teman kelasku yang terkenal cerewet.

Aku mengernyit bingung. Siapa pula yang mencariku dan kenapa juga saat lorong depan kelasku ramai. Menyebalkan.

Dengan cepat aku keluar kelas sambil memakai masker. Tatapan orang-orang yang ada dilorong itu tertuju padaku. Aku mengernyit bingung, mereka berbisik sekalian tersenyum misterius padaku.

Kulihat seseorang dikerumunan sana melambaikan tangannya ke arahku. Ia tersenyum dengan senyum yang enggan ku balas. Entah kenapa aku muak melihatnya. Dia seperti sudah merebut kebahagiaan ku selama ini.

"Hai Ra. Kamu tahu? Aku sekolah disini loh. Kelasnya di sebelah kamu, jadi kita bisa berangkat dan pulang bersama." ujarnya sumringah.

Aku hanya berdeham kecil tanpa mau menatapnya. Ia memasukan tangannya ke kantung celananya, lalu maju satu langkah ke arahku.

Violyn's GuitarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang