Aku duduk di dekat piano yang agak berdebu. Dengan antusias, kak Reikan mulai membahas satu demi satu tentang band kami. Kami memperhatikan kak Reikan yang menjelaskan lomba yang akan kami hadapi. Dari mulai jadwal, lagu yang akan kami bawa, sampai saingan sekolah kami pun, ia bahas.
"Nah, sepertinya gambaran itu sudah jelas ya. Bagaimana kalau kita cukupkan pertemuan kita kali ini? Kita akan kumpul lagi besok dengan waktu dan tempat yang sama, setuju?" tanya kak Reikan.
"Setuju." jawab anak-anak kompak.
Anak-anak pun keluar dari ruang musik. Tak terkecuali aku, walaupun paling akhir. Kulihat kak Reikan masih membereskan ruangan. Sungguh orang yang sangat bertanggung jawab. Pantas saja, banyak orang yang sangat menyukainya.
"Mau aku bantu kak?" tanyaku sopan.
Dia meletakan kursi dengan posisi semula. "Gak usah, ini udah selesai juga. Yuk pulang." ajaknya.
Jantungku kembali berdesir. Aduh, kak Reikan kenapa malah makin manis sih kalau keringetan gitu. Aku membuka tuas pintu dan keluar bersama kak Reikan. Saat beberapa langkah menjauh dari ruang musik, aku terkejut melihat Ello masih berdiri di lorong kelas sambil melipat tangannya di depan dada. Apa dia menungguku? Tapi aku kan sudah bilang kalau aku benci dia.
"Ello? Belum pulang?" tanya kak Reikan ramah.
"Belum kak. Nungguin dia." jawab Ello sambil menunjukku dengan dagunya.
"Loh? Jadi kalian beneran pacaran?" tanya kak Reikan lagi.
Kali ini aku bersuara, karna Ello pasti akan menjawab aneh-aneh. "Bukan kak, kita tetangga. Kakakku gak bisa jemput, jadi aku pulang sama dia."
"Oh, tapi kalian cocok kok. Duluan ya." timpal kak Reikan sambil meninggalkanku dan Ello. Aku kira kak Reikan bakal senang dengar kabar ini, ternyata tidak sama sekali. Sampai aku sadar, kalo aku bukan siapa-siapa nya. Oh, harapan macam apa itu. Lagian kak Reikan juga dikabarkan dekat dengan kak Lily. Tapi kenapa tadi mereka gak pulang bareng. Ah sudahlah.
Ku lirik pria di sampingku, dia terus tersenyum tanpa luntur. Sepertinya kata-kata kak Reikan tadi membuatnya makin percaya diri. Ahhh, kak Reikan! Kau tega lakukan ini padaku!
"Apa?!" ketus ku.
"Pulang ?" tanyanya sambil menaik-turunkan alisnya dan terus tersenyum padaku.
"Gak ! Makan dulu !" jawabku asal. Kaki ku melangkah duluan meninggalkannya yang masih dalam keadaan senyum.
Sesampainya di parkiran, ia memberiku helm dan memberi aba-aba untuk berpegangan. Aku menurut saja, tapi aku memegangi tas punggungnya. Untung saja, masih ada sekat diantara kita. Motornya mulai berpacu di jalanan ibukota.
***
"Loh? Kok kita berhenti disini?" tanyaku bingung ketika kami berhenti di restoran masakan padang Selero Bundo. Ia melepas helmnya dan mengambil helmku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violyn's Guitar
Teen FictionViolyn Alveera Lacerta. Nama yang indah sekaligus aneh bagiku. Entahlah, mengapa ayah memberiku nama itu. Violyn? Violin? Biola? Ah, bahkan sampai sekarang aku belum bisa memainkannya. Jangankan memainkannya, menyentuhnya pun sudah sejak lama tak ku...