6

117 13 3
                                    


"Hai ra, how are you? Remember me, right?" ucapnya santai sambil berdiri melambaikan tangannya.

Aku diam terpaku di ambang pintu. Melihatnya kini membuatku shock. Entah mukjizat apa yang tuhan berikan padaku saat ini. Ica. Ya, Ica adalah sahabat kecilku yang dulu menghilang dan kini telah kembali pulang. Ica yang dulu pergi tanpa kabar kini ada di depan mataku.

Selena Adkia Spica, sahabat kecilku yang paling aku sayangi yang akhirnya pindah ke USA. Ica adalah panggilan kecilku untuknya yang aku ambil dari nama belakangnya. Matanya masih sama, hijau teduh seperti pohon cemara. Tubuhnya yang semampai kini membalutnya dalam kesan anggun. Senyumnya masih sama, seperti gulali yang sering kita beli di Singapore, manis dan selalu membuatku gemas melihatnya. Aku rindu padanya. Aku rindu Ica.

Wanita itu berjalan ke arahku dan memeluk erat tubuhku. Kakiku seketika lemas, tanganku bergetar hebat dan lidahku kelu. Air mataku kini mengalir begitu saja tanpa seizinku. Aku benar-benar menemukanmu ca, aku menemukanmu.

Ica melepaskan pelukannya dan menatapku bingung. Ku tatap lekat wajahnya. Dia Icaku, sahabatku, teman masa kecilku. Aku masih belum percaya ini. Pertemuanku dengan Ica benar-benar anugerah tuhan yang telah lama aku nantikan.






*****************

"Let we hear your argument or your reason because of you left me alone, I felt nothing as long as you left me alone." tegasku.

"Hahaha slow down, girl." tawa kecil yang kurindukan itu membuatku jengkel. Aku mengerucutkan bibirku dan membuang pandanganku darinya.

"Oh see, you aren't change. Stop it, you make me so sad. Do you miss me? (jeda) No? Okay, I have to go." ucapnya santai.

Ica berdiri dan berjalan ke arah pintu kamarku. Oh lihat, belum beberapa menit dia bersamaku, dia sudah membuatku kesal. Tapi aku merindukannya.

Baiklah, aku menyerah. Ku genggam pergelangan tangannya dan menariknya. Ica tersenyum penuh arti padaku. Ia memeluk erat tubuhku lagi dan menangis di dalamnya.

"Raraaaaaaa, do you know? How crazy am I when we parted? I miss you. I miss you so much, girl. I' m so sorry for something that I can't do for you before." lirihnya.


Entah apa yang aku rasakan sekarang. Haruskah aku marah? Ataukah aku harus senang? Mengapa air mataku mengalir lagi? Terserah dengan apa yang aku rasakan sekarang. Intinya aku harus bahagia karna aku dipertemukan dengan sahabat kecil kesayanganku ini.




Beberapa jam berlalu. Sudah beribu cerita yang aku dan Ica ungkapkan selama kita berpisah. Entah itu cerita yang sedih ataupun cerita yang bahagia.

"Ra, kau tahu? Sebelum aku pergi, aku sempat menulis surat untukmu. Hanya saja ketika aku ingin menyampaikan surat itu padamu, ayahku bilang pesawatnya akan segera berangkat. Jadi aku urungkan niatku itu. Aku pikir aku bisa mengirimkannya padamu ketika aku sampai dirumahku yang baru. Bodohnya aku lupa alamat rumahmu dan aku juga tidak pernah meminta nomor telponmu. Jadi aku tidak bisa mengabarimu." Air mataku membeludak mengalir deras. Aku tahu, Ica takkan meninggalkanku begitu saja tanpa sebab.

"Stop crying! I hate see someone that I love still crying." bentaknya. "Ra, I have to go. My brother will give me punch if I am late." lanjutnya dengan nada berbeda dari bentakannya di awal.

"Azra, right? Oh, I never meet him before. You just tell how he is and show his picture when he was a baby, huh?! Next time, you must introduce me to him, okay?" ucapku. Aku pun berdiri ketika Ica ingin berpamitan denganku. Aku memeluknya erat seakan tak ingin kehilangannya lagi.


Violyn's GuitarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang