15

72 7 5
                                    

Pagi ini begitu dingin. Entah karena suasana hatiku yang kemarin kacau atau bukan. Ku tatap jalanan ibukota yang masih sepi kendaraan. Mungkin karna ini masih jam 05.35 WIB. Kata-kata ayah tiba-tiba terngiang di otakku. Rasanya aku ingin sekali dilahirkan kembali tapi bukan dari keluarga Lacerta.


'TINNNNN !!!'


Mobil kami hampir saja bertabrakan dengan mobil lain. Untung saja tidak banyak yang mengantri di belakang mobil kami.


"Kak Babas! Kalo nyetir hati hati dong!" kesalku.


"Iye iyeee ih bawel." balasnya ketus tanpa menoleh ke arahku. Lah? Kok jadi kak Babas yang marah. Tidak seperti biasanya.


Karena moodku sedang buruk, aku tidak ingin memperburuk keadaan dengan menginterogasinya. Lebih baik aku diam dan menikmati musik dari mp3 player-ku. Saat sampai di pertigaan dekat arah sekolahku, kak Babas malah belok ke kanan dan bukan ke kiri. Sontak aku menoleh ke arahnya dengan kening berkerut.


"Kita jemput bu Nindya dulu. Dia mau berangkat bareng katanya." ucapnya datar. Seolah ia sudah tahu pertanyaan yang ada di pikiranku. Selanjutnya aku hanya ber "oh" ria dan kembali menikmati mp3 player-ku sambil memperhatikan jalan.


Beberapa motor saling mendahului satu sama lain. Tapi tidak dengan motor matic yang di desain seperti motor besar itu. Ia mengendarai motornya tepat di sebelah mobilku. Mungkin kak Babas tidak melihatnya atau memamang pikirannya sedang kalut. Ku perhatikan seragamnya, sepertinya sama dengan seragamku. Baru ku sadari siapa pengendaranya ketika ia membuka kaca helm nya dan tersenyum. Aku tahu meski dia tersenyum ke jalanan di depannya, senyuman menjengkelkan itu dimaksudkan untukku. Nah kan, dia pasti akan menoleh ke kaca jendelaku sambil tersenyum. Hisssssss! Orang yang paling menjengkelkan dan paling aku ingin hindari ini kenapa harus ada dihadapanku.


"Kak-"


"Ra, kamu berangkat sama Ello ya, kakak udah bilang sama dia." belum sempat aku selesaikan kalimatku, kak Babas memotongnya dengan kata-kata  telak yang tidak ingin ku dengar.


"Loh? Kok gitu Kak? Aku gak mau! Pokoknya aku mau berangkat sama kakak!" tegasku sambil melipat tanganku di depan dada.


"Jangan kayak anak kecil ! Kakak ada urusan sama bu Nindya. Kakak turunin di depan komplek ya."


"Kenapa sih, kakak sama menyebalkannya dengan Ello!"


"Itu artinya kita jodoh buat jadi ipar."


"Ipar apaan sih! Aku belum mau nikah ! Apalagi sama dia. Ogah !"


"Loh? Emang kakak bilang kamu bakal nikah sama Ello?"


"Tau ah! Kak, aku gak mau dijodohin sama pilihan ayah. Aku gak kenal. Kakak kenal gitu?"


"Kenal, dulu kan kita pernah tetanggaan."


"Iyatah? Tapi aku tetep gak mau sama dia!"


Violyn's GuitarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang