9

118 10 4
                                    

Jangan lupa play multimedia nya, kira-kira seperti itu lah alunan melodinya. Melodi apa? Okay, still scroll down.

                                                                                          



Today is my first exclusive guitar performing in front of many people.





Jantungku terus berdegup kencang. Entah ini karena efek kegugupanku yang sebentar lagi akan tampil atau karena tatapan pria di sudut ruangan itu. Ello, pria yang baru-baru ini (memohon) menjadi temanku itu selalu membuatku gusar akan kehadirannya. Bukan, bukan karena aku terlalu percaya diri diperhatikan olehnya. Tapi pada kenyataannya dan sekarang aku alami langsung, ia sedang memperhatikanku. Bahkan ketika aku beberapakali memergokinya, ia hanya tersenyum simpul padaku. Seolah tak terlalu dijadikan masalah baginya. Tapi itu tentu saja masalah bagiku, mengingat ia selalu menjadi perusak konsentrasiku. Aku jadi menyesal menerima 'hubungan pertemanan' ku dengannya.



"Okay, Violyn, bersiaplah. Lima belas menit lagi kamu tampil. Berikan penampilan terbaikmu di depan orangtuamu dan gurumu." ujar petugas piket sekolahku, Mbak Salsa selaku pengatur jadwal pentas diacara ini.



Aku hanya mengangguk dan tersenyum ke arahnya. Ku eratkan genggamanku pada gitarku. Rasa gugupku mulai menyeruak dan menyelimuti tubuhku. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya aku tampil di depan banyak orang. Terlebih ini juga penampilan perdanaku di sekolah. Tubuhku kini mulai bergetar dan keringat dingin mulai bercucuran.



Ponselku berbunyi saat simbol pesan masuk muncul. Aku membuka dan membacanya sambil berusaha tenang.






Kak Babas

Bisakah kamu ke ruang rias sebentar? Cepat.






Aku mengerutkan keningku saat membaca pesan itu. Untuk apa kak Babas mengirimkan pesan itu, mungkinkah itu penting?



Langkah kakiku terhenti saat aku sampai di sebuah pintu bercat putih tertutup rapat. Terpampang tulisan di atas pintu itu. RUANG RIAS. Tak ingin membuang waktu, aku pun mendorong pintu itu perlahan. Pria berbadan tegap tinggi itu menoleh dan menariku ke dalam ruangan itu.



"Kakak sedang apa di ruang rias ini?" selidikku.


Kak Babas hanya tersenyum.
"Veera, kakak mau bilang sama kamu. Everything's gonna be okay. You have to relax and enjoy it. I will always proud and love you, ra." ujarnya denga mata berbinar. Sontak aku terkejut melihat tingkah kak Babas yang kini memelukku erat. Mungkin ada baiknya kak Babas melakukan hal semacam ini. Hatiku menghangat dan rasa gugupku berangsur-angsur menghilang. Pelukan kak Babas adalah obat yang paling mujarab untuk menghilangkan rasa gugupku.



Pelukan itu terlepas. Kak Babas tersenyum manis menatapku. Rasanya bangga punya kakak seperti dirinya yang sangat mendukungku dan selalu ada disampingku. Aku pun keluar dari ruangan itu dan bersiap untuk penampilanku.


Langkahku terhenti pada tangga di sudut panggung. Tiga menit lagi penampilanku mulai. Aku harap jantungku dapat bekerja sama denganku untuk tidak berpacu lebih cepat karena kegugupanku.


Tiba saatnya aku tampil. Ku eratkan genggaman pada lengan gitarku. Kakiku mulai melangkah menuju panggung di sana. Semua pandangan di ruangan itu aku yakin di peruntukan untukku. Aku memposisikan diriku duduk di sebuah bangku yang ada tepat di tengah panggung yang didekor sedemikian rupa membuat kesan mewah acara ini. Ku hela napas panjang untuk menstabilkan rasa gugupku sambil tersenyum simpul ke arah audience.


Violyn's GuitarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang