Semua mata tertuju ke arah gadis berambut hitam, bermata abu yang tengah berjalan menyusuri koridor menuju kantin, yakni Alsera. Ia menjadi pusat perhatian dan itu tak menyenangkan baginya. Alsera mempercepat langkahnya menuju kantin. Setelah tiba, matanya menyisir keadaan sekitarnya. Ramai dan sesak, batinnya. Helaan napas berat berhembus dari mulutnya. Nafsu makannya hilang.
"Heh! Jalan pake mata bisa gak?!" amarah seorang gadis yang berada tengah kantin. Suaranya yang begitu melengking membuat semua mata memandangnya. Tak terkecuali Alsera. Matanya menyipit memperhatikan adegan itu.
"Ma-maaf a-aku ti-tidak sengaja," ujar seorang gadis seraya menunduk malu dan takut.
"Hah? Apa? Lo pikir kata maaf dari mulut kotor lu itu bisa gue terima?" Tangan gadis yang bertingkah bak Ratu itu terangkat ke angkasa dan siap menampar pipi gadis yang takut dan lemah itu.
Alsera segera berlari dan menahan tangan itu. "Lo gak denger dia udah bilang 'maaf' tadi? Apa telinga lo itu bermasalah, Nona?" ujar Alsera dengan tatapan sengit.
Ada keterkejutan di wajahnya, namun dengan pintarnya ia menutupi keterkejutannya dengan tawa yang menggelikan. "Oh, ada yang mau menjadi pahlawan rupanya," seringaiannya tercetak. "Lo nggak tahu siapa gue?"
Alsera memutar bola matanya. "Gue tahu bahwa lo adalah seorang monster cantik yang gemar menyiksa manusia lemah dan tak berdaya, atau lo mungkin sampah?" ujar Alsera jelas--sangat jelas.
PLAK!
Tangan gadis atau Alsera menyebutnya monster cantik itu menamparnya tanpa permisi. Alsera diam sesaat, membuat monster itu menyeringai puas. "Kenalin gue ini Fira Oktavia Casendra. Putri dari keluarga paling kaya di kota ini."
"Lo pikir tamparan lo itu sakit?" ujar Alsera yang membuat semua murid menahan napas kala menyaksikan adegan itu. "Nona Casendra, pelakuan anda lebih buruk dan menggelikan daripada kaum jelata yang paling melarat sekalipun. Maaf aku harus pergi, permisi."
Alsera menarik tangan gadis yang sendari tadi berlutut di lantai dan menunduk malu. "Ayo pergi."
Tangan Fira mengepal karena kata-kata Alsera yang seenaknya. Fira menatap garang sekelilingnya. Amarah menguasai hatinya.
"Tenang Fir, dia cuma anak baru yang belum tahu apa-apa," ujar Devaza seraya menepuk pundak Fira. Membelai rambut Fira yang diberi cat warna merah.
"Gue akan bikin sekolah menjadi neraka baginya," geram Fira.
--00--
Kini, Alsera dan gadis yang belum ia ketahui namanya berada di atap. Gadis itu menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Begitu beberapa kali. Alsera dengan sabar menunggu gadis itu menenangkan diri. Alsera tak habis pikir. Bagaimana ada orang yang membully terang-terangan seperti itu dan tak ada satupun murid yang menolong, parahnya mereka hanya menonton dengan tatapan iba.
"Dunia yang kejam ya," guman Alsera.
Gadis itu menatap Alsera dengan-- bingung? Dia memperhatikan Alsera dari atas kebawah dengan saksama. Rambut Alsera yang hitam berpadu dengan iris abunya yang unik.
"Makasih, kalau gak ada lo--entah jadi apa gue sekarang," ujar gadis itu. Dirinya tersenyum samar.
"Sama-sama, dan bukannya itu sudah menjadi tugas manusia untuk menolong sesama?" tanya Alsera seraya mengulurkan tangan. "Gue Al--"
"Iya gue tahu, lo Alsera Faresta anak baru dari kelas XI-1, right?" potong gadis itu dengan senyuman lebar. "
"Tau dari mana lo?!" seru Alsera kaget.
Gadis itu terkekeh. Sangat manis, batin Alsera yang menatap gadis berambut hitam dengan mata belo berwarna cokelat gelap. "Gue Vania Clarista, dan gue sekelas sama lo."
Mata Alsera terbalak kaget. "Lo sekelas sama gue?!"
Vania terkekeh. "Iya Sera, gue sekelas sama lo," ujarnya.
"Kebetulan yang aneh," gumam Alsera. "Ngomong-ngomong bagaimana kau bisa berakhir seperti tadi?"
Vania mengendus sebal. Bibirnya mengerucut lucu. "Gue gak sengaja nyengol dia doang kok, serius gak sengaja, tapi jadi panjang gitu masalahnya, biasalah Queen sekolah," jelasnya.
Alsera menatap Vania dengan alis terangkat satu. "Aneh ya."
"Selamat datang di dunia persekolahan zaman sekarang, Ra," ujar Vania.
Bel berdering, dan terdengarlah suara grasak-grusuk para siswa yang masuk ke dalam kelas dengan tergesa-gesa. Vania bangkit dan menepuk-nepuk rok abu-abunya, begitu pun Alsera.
Mereka berdua berjalan kembali ke suatu ruangan dengan banyak manusia yang sama-sama diharuskan untuk belajar dan belajar, yakni kelas.
--00--
Axel menangkap pembicaraan bisik-bisik dari sekumpulan gadis di depannya saat hampir bel masuk tadi. Keningnya berkerut samar. Ia berusaha berpikir apa yang akan terjadi pada Malaikat yang mencari gara-gara dengan Ratu Bully sekolah.
Perbuatannya sangat mulia membantu seorang Vania Clarista yang tengah kesulitan dan menahan malu, namun itu akan menimbulkan dampak yang tidak cukup baik untuk dirinya. Axel menggeleng. Untuk apa dia memikirkan ini? Alsera 'kan Malaikat.
Bel berdering dan memecah lamunannya. Tak lama kedua sosok yang tadi sempat mampir dipikirannya hadir dari balik pintu kelas. Alsera dan Vania, mereka berdua tampak datang dengan wajah ceria dan menyimpan cerita. Axel mengendikan bahunya.
Alsera menatapnya seraya tersenyum aneh. "Mikirin gue ya lo?" tanya Alsera seraya terkekeh.Axel membalasnya dengan tatapan percaya-diri-banget-lo-jadi-orang.
Pelajaran yang membosankan kembali dilanjutkan. Bel pulang sekolah sangat dinantikan oleh setiap siswa maupun siswi yang ada. Karena dalam sisi manusia itu sangat memuakan ketika harus duduk diam mendengarkan seseorang bicara selama berjam-jam lamanya.
Axel sendiri memusatkan perhatiannya pada setiap kata yang dilontarkan Sang Guru, sementara Alsera malah asyik memandang langit biru yang melambangkan kebebasan. Celotehan Guru Sejarah ini memang bagaikan dongeng pengantar tidur bagi bayi-bayi berseragam putih abu-abu ini.
Bahkan narasi yang tertulis disini menjadi ikut membosankan karena menjelaskan sesuatu yang amat membosankan.
Dengan penantian panjang para murid, bel pulang sekolah akhirnya berteriak dengan nyaring yang membuat anak-anak turut bersorak karenanya.
Sang Guru menghela napas panjang, dan tampak tidak rela mengatkan, "Baiklah kita lanjutkan pelajaran ini pada pertemuan berikutnya."
.
.
.
-To Be Continue-
Ehm ... Nah ini update-annya! Semoga kalian senang dengan ceritaku ini. Ehm ... ya begitu(?) Meskipun abal banget, tapi ini karyaku. Ini spesial dimataku, meski tak spesial dimata kalian /apa sih/
20 Januari 2016.
Dengan imajinasi,
Icha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel, Human and Devil
FantasyMalaikat, Manusia dan Iblis terjebak dalam satu ruang ambisi yang sama. Memperebutkan dan menjaga sebuah hal yang berharga.