"Eh?"
Axel mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia menarik napas yang sangat panjang. Mengembalikan oksingen yang sempat hilang dari paru-parunya.
"Lo kenapa?" Dion memandang Axel khawatir.
Ah--bukan hanya Dion melainkan satu kelas memandang Axel keheranan dengan tatapan khawatir.
"Raditya, kamu kenapa? Sakit? mau ke uks?" tanya guru olahraga.
Axel menggeleng.
Alsera mengepalkan tangannya. Ia memejamkan matanya, sesaat tadi ia merasakan pancaran energi yang tidak biasa dan tidak dapat terjelaskan oleh teori alam. Alsera berjalan maju,hingga ia berpapasan dengan Axel.
Alsera berbisik, "Xel, yakin gaada apa-apa?"
Axel mengangguk.
Ada baiknya hal ini dirahasiakan, batin Axel.
Alsera menghela napas. Ia menjentikan jemari tangannya sebagai pengucapan mantra dan melangkah dengan cepat keluar dari lapangan, tanpa disadari siapapun.
--00--
"Sayaang! Kamu tahu nggak sih ... kamu itu sangat tampan sampai aku tidak kuasa menolakmu, padahal aku sering sekali menolak pernyataan cinta dari cowok-cowok di luar sana lho~"
Fira merebahkan kepalanya ke bahu Orias. Ia tersenyum bahagia. Wangi parfum--yang barusan Orias curi--segera menyapa indra penciuman Fira.
Orias tertawa menyaksikan manusia cantik ini dengan mudah terpesona dengan kharismanya.
"Begitu ya, sayang?" Orias tersenyum miring.
Fira megangguk, kemudian menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Orias.
"Kamu manja banget sih, sayang...." Orias mengecup kepala Fira pelan.
Waktu berjalan, seiring dengan mereka berdua yang mengobrol banyak hal. Orias tampak menikmati percakapannya dengan manusia yang sangat pas dengannya ini. Manusia yang tidak baik pantas bersanding dengannya.
Hingga beberapa saat berikutnya, Alsera terbang melintasi kafe itu. Orias yang tengah menoleh pada langit membentuk senyuman.
"Fira sayang ..., aku pergi dulu ya," ujar Orias pada Fira.
Bibir Fira tertekuk beberapa centimeter kebawah. "Kamu mau ngapain? Kok tega ninggalin aku?"
Orias terkekeh. Ia mendekatkan wajahnya pada Fira. Sontak Fira menutup matanya pelan seraya menahan rona merah menjalar di pipinya.
Orias sekali lagi ingin tertawa--kali ini ingin sangat terbahak. Namun, ia harus bergerak cepat. Orias mengangkat tangannya dan menyentuh kepala Fira sebagai perapalan mantra. Setelahnya, Fira langsung bangkit dan meninggalkan Orias seolah tidak ada apa-apa.
Orias segera berlari keluar dan membuka kedua sayap hitam kokohnya. Membiarkan dirinya terangkat ke udara dan melesat cepat melintasi gedung-gedung tinggi, mengejar sosok malaikat yang ia cari. Menyisakan manusia-manusia kebingungan di jalan karena orang yang baru mereka lihat hilang begitu saja.
Disisi lain, Alsera sadar bahwa dirinya diikuti. Alsera mempercepat pergerakannya. Berbelok ke kiri dan kanan dengan lincah menghindari gedung-gedung pencakar langit yang ada di jalur terbangnya.
Alsera memggerutu dalam hatinya, ngapain sih ngikutin, dasar iblis.
Alsera memejamkan matanya sesaat. Ia merasakan sesuatu. Alsera menghentikan laju terbangnya, dan membiarkan dirinya terbang di udara. Sayapnya mengepak tetap, menopang tubuhnya dalam posisi diam.
0,1 detik kemudian, mahluk yang penuh dengan dosa serta ambisi jahat berdiri dihadapannya, mahluk yang menyamar menjadi manusia sama seperti dirinya dan akan menjadi saingannya nanti. Orias Qanel.
"Untung saja, aku terlahir sebagai iblis. Jadi aku bisa teleportasi seenaknya," bangga Orias.
Alsera menatap Orias datar. "Sombong sekali."
Orias terkekeh. "Jadi tanpa basa-basi, untuk apa Alsera Faresta keluar dari lingkungan sekolah saat pelajaran berlangsung, hm?"
"Untuk apa kau tahu?" Alsera menatap Orias tajam.
Orias memutar-mutar jari telunjuknya. Perlahan bola berwarna hitam muncul dari titik teratas jari telunjuknya. Orias tersenyum miring. Aura kegelapan mulai ia lepas. Jikalau Alsera adalah manusia ataupun malaikat kelas bawah, pastilah ia sudah gemetaran.
Sayangnya, Alsera adalah malaikat kelas atas yang memiliki kekuatan yang tak bisa diragukan. Iris abunya menatap iris merah itu tanpa rasa takut. Tubuhnya ia tegakan dan pelindung tipis mulai ia ciptakan sebagai pertahanan diri.
Orias membuka telapak tangannya. Bola-bola hitam kecil yang muncul dari kelima titik jarinya pada akhirnya bersatu menjadi sebuah bola hitam yang cukup besar memancarkan kilat-kilat hitam.
Alsera menggerakan telapak tangannya dengan lembut. Memutarnya dan menggerakannya ke atas satu kali dan kebawah dua kali. Munculah sebuah pita cahata putih yang terlihat cantik namun, mematikan.
"Kenapa kau tiba-tiba mengajak aku bertarung di sini?" tanya Alsera.
"Aku cuma ingin kau menjawab pertanyaanku," jawab Orias.
Orias terkekeh. Ia memundurkan telapak tangannya kebelakang, dan memajukannya dengan cepat kedepan. Bola hitam itu melesat cepat di udara.
Alsera menggerakan tangannya. Pita cahaya putih itu sedikit berputar sebelun menangkis bola hitam Orias dan membuatnya meledak di udara.
Hembusan angin yang kuat segera menyapa, rambut mereka berdua bergerak terhembus angin meski tubuh mereka tidak bergeser sedikitpun.
"Aku kira, seranganmu main-main, Pangeran," ujar Alsera.
Orias tersenyum miring. "Aku kira pita yang kau ciptakan itu tidak sungguhan kuat, Tuan Putri."
"Kenapa kau tiba-tiba mengeluarkan kekuatanmu yang segitu besar, Pangeran?" tanya Alsera.
Princess crown terlihat diatas kepalanya. Berkelip-kelip memancarkan sinar indah yang cantik. Memandakan Alsera benar-benar ada di dalam posisi siap menerima serangan dan menyerang.
"Aku hanya ingin tahu, ada apa dengan sekolah hari ini," Orias membuang pandangan dari Alsera, "dan sekalian saja mencoba seberapa kuat lawanku nanti."
"Sebenarnya, aku tidak mau memulai pertarungan lebih cepat," Alsera terbang maju, "tapi tentu jika kau memulai duluan, aku tidak akan menghindar dari pertarungan."
Orias mendecak kesal. Ia segera mengucapkan serangkaian mantra yang membuat dirinya dibalut cahaya hitam hingga dirinya menghilang dalam kegelapan sampai benar-benar hilang tanpa jejak.
Alsera memejamkan matanya, setelah dirinya benar-benar tidak merasakan aura apapun, ia terbang ke arah barat, kembali ke apartementnya.
.
.
.
TBC, 13 November 2016.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel, Human and Devil
FantasiaMalaikat, Manusia dan Iblis terjebak dalam satu ruang ambisi yang sama. Memperebutkan dan menjaga sebuah hal yang berharga.