7 : Nyawa Manusia

1K 95 0
                                    

"Halo ... Kak Sat hari ini aku nggak bisa datang ke studio. Maaf. Ada keperluan mendadak," ujar Axel pada seseorang disebrang sana.

"APA?!" sahut Satria.

Tuuuuttttt! Axel mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Ia tak peduli apa yang akan dilakukan Satria padanya nanti. Biarkan dirinya fokus memikirkan apa yang mungkin akan terjadi esok hari. Ketika Malaikat dan Iblis berada di dalam satu tempat yang sama apa yang akan terjadi?

Axel bangkit dari sofanya. Dirinya melangkah menuju sebuah pojok yang penuh dengan buku-buku sepeninggalan ayahnya dahulu. Tangannya terangkat. Perlahan ia mengusap buku itu satu persatu.

"Berdebu," ujarnya.

Axel menghela napas panjang. Dirinya segera bebalik dan meraih jaketnya cepat. Melangkah keluar rumah seraya berpikir. Matanya senantiasa menatap langit.

Kini, warna biru Sang Langit telah memudar, sedangkan semburat warna orange mewarnai. Benak Axel tengah menjelajah setiap sel logika yang ada. Meski sebenarnya yang terjadi tak akan pernah bisa dicerna oleh seorang manusia, tapi Axel adalah manusia istimewa yang harusnya memiliki logika yang sama pula.

"Pa, Ma, aku harus apa," gumam Axel seraya menatap langit. "Bantu aku."

Dan kini, semburat orange mewarnai sempurna. Matahari akan segera terbenam, dan bulan segera menyapa.

--00--

Alsera berdiri di balkonnya sekali lagi. Untuk sesaat dirinya menikmati pemandangan di dunia manusia yang begitu indah. Dunia Manusia yang sebenarnya tak kalah indah dengan heaven namun sayang kebusukan manusia merusak keindahan yang dimilikinya.

Alsera menarik napas panjang, ia membentangkan sayapnya, dalam sejekap mata pakaiannya berubah kembali kepada gaunnya. sayapnya mengepak. Kedua kakinya terangkat dari daratan. Alsera tersenyum, dirinya menjatuhkan diri dari balkon beberapa meter menuju tanah dan kembali terbang memutari angkasa dengan indah.

Senyumannya mengembang begitu lebar. "Bebasnya," gumamnya senang.

"Merasakan bebas dari kandang persembunyian ya, Tuan Putri," ujar seseorang yang tiba-tiba menganggu kesenangan Alsera.

Alsera menatap Orias sekilas, kemudian ia mengalihkan pandangannya dengan cepat. "Dasar iblis, pengganggu," keluhnya.

Orias terkekeh. "Namanya juga iblis. Mau liat pertunjukan, Tuan Putri?" tawar Orias dengan senyuman yang mengerikan.

Alsera tak acuh terhadapnya. Bahkan dirinya telah bersiap untuk terbang menjauh.

"Eiiitttsss tungguu dulu. Buru-buru sekali." Orias meraih pergelangan tangan Alsera dan menahan pergerakannya.

Alsera diam. Merapalkan serangkaian kata-kata yang tak akan dimengerti manusia. Matanya menatap datar Orias.

"Aw!" Orias menarik tangannya menjauh. "Wow, Tuan Putri galak sekali. Baiklah kau harus lihat ini." Orias mengarahkan jari telunjuknya kepada sebuah mobil putih yang sedang melintas dengen kecepatan yang cukup tinggi di satu jalur tol yang cukup sepi.

Alsera melotot karenanya. Alsera segera beranjak terbang menuju mobil itu, namun usahanya telah terlambat saat Orias mengangkat jemarinya ke arah kiri, dan mobil putih tadi berbelok ke arah kiri dan jatuh ke dalam sebuah jurang di sisi jalan. Alsera menahan air matanya. "Ini belum waktunya dia pergi ... kau itu apa-apaan sih?!" amarah Alsera.

"Tsk. Tsk. Tsk." Orias mengoyangkan telunjuknya dihadapan Alsera. "Gue 'kan iblis. Buat apa gue mengikuti aturan tak berguna para malaikat yang begitu menghargai nyawa manusia?"

Alsera mengepalkan tangannya. Ia segera terbang mendekat kepada mobil itu. Didapatinya mayat seorang pemuda yang mobilnya berbau alkohol. Sangat menyengat. Alsera mendarat dan menatap mayat itu dengan tatapan nanar.

"Kau memang manusia yang nakal, tapi belum seharusnya kau pergi," ujar Alsera pelan. Alsera berjalan pelan mendekati pemuda itu. Sesosok asap putih keluar dari mayat pemuda itu. Sesosok roh yang ketakutan.

"Maaf ... kau tidak mendapat kesempatan lagi ...," dan detik berikutnya roh pemuda itu tertarik ke alam perbatasan, diantara heaven dan hell.

Orias bersiul, membuat Alsera menoleh dan menatapnya penuh amarah. "Tidak bisakah iblis berbuat baik sekali saja?!" serunya kesal.

Orias tertawa dibuatnya. "Iblis berbuat baik? Itu akan mengubah sejarah panjang antara iblis, manusia dan malaikat, Tuan Putri."

"Terserah! Aku tidak akan tinggal diam jika kau kembali melalukannya lagi dihadapanku." Alsera mengeluarkan sebuah pedang cahaya dari tangannya dan mengarahkannya tepat di leher Orias. "Jangan remehkan malaikat seperti aku."

"Wow. Kau mengancamku?" Orias tersenyum miring menatap Alsera.

"Tentu. Kenapa tidak?" Alsera membalas senyumannya, kemudian ia terbang menjauh.

Orias kembali bersiul. "Wah! Lo adalah malaikat yang menyenangkan. Jadi persaingan ini akan menjadi sangat menyenangkan, tapi tenang. Karena iblislah yang akan mendapatkannya." Ia terbang menjauhi lokasi kecelakaan yang tengah didatangi para manusia satu-persatu.

Orias terbang menukik ke kiri dan ke kanan. Senyumannya senantiasa mengembang ketika ia melihat ekspresi dari wajah malaikat itu satu persatu. Ekspresinya yang seolah tidak peduli, datar, tak ada rasa takut hingga mata nanar saat manusia terbunuh sangat menghibur, serta amarah yang membara terpancar jelas dari mata kelabunya itu.

"Baru kali ini. Sikap malaikat menyenangkan, dengan kekuatan yang luar biasa. Bisakah nanti aku merebutnya jika aku kuat? Hmmm?" gumam Orias.

--00--

Axel tengah berjalan mengelilingi malam sambil memutar otak. Hingga matanya tertuju pada dua bayagan bersayap yang melayang di langit.

Di sisi kanan ada seorang gadis muda berpakaian gaun putih dengan sayap yang sama putihnya, berbincang dengan sesosok laki-laki berambut merah terang dengan sayap berwarna hitam yang tampak kuat.

Axel berhenti melangkah. Memandang kedua sosok itu yang tengah asik berada di langit sana. Sosok laki-laki berambut merah itu mengangkat satu jadi telunjuknya. Otomatis Axel mengikuti arah jarinya, dan ....

BOOM!

"Mo... bil ...." Axel sangat amat terkejut atas apa yang rerjadi dihadapannya.

Sesaat kemudian dia melihat malaikat turun perlahan dan mendekati mobil itu. Disusul dengan iblis yang dengan senyumannya jahat dan mulut pedasnya.

Axel mengerjap. Ia berbalik dan meninggalkan lokasi secepat mungkin. "Hati-hati, Axel. Hati-hati. Kamu adalah manusia. Kamu harus hati-hati. Karena nyawa manusia di mata iblis adalah sampah," gumamnya.

Axel menatap langit sekali lagi.

"Karena iblis benci pada manusia, maka dia hanya menganggap manusia seperti sampah, begitu 'kan, Ayah?"

.

.

.

TBC, 28 Mei 2016.
A/n : Long time no see(?) Icha update ini lama banget nggak sih? Ah ya makasih yang udah setia baca cerita absrud yang jarang update ini == /hug reader/

Angel, Human and DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang