Srk srk
Suara lembaran kertas dibuka terdengar. Pagi ini, semua siswa XI-1 sibuk dengan pelajaran Bahasa Indonesia yang membuat mereka menuliskan sebuah anekdot dalam waktu 1 jam.
Alsera menulis seraya menggerak-gerakan kepalanya, Vania diam serius mencurahkan perbendaharaan kata terbaiknya, Dion memainkan pensilnya meski sesekali menuliskan satu demi satu kata, sementara Axel menampakan raut kesal seraya mencoba fokus menulis.
"Tuan! Ayo pulang! Bolos satu atau dua hari! Penting!" ujar mahluk kecil, seumpama anak kelas 2 sd yang tengah melayang diatas meja Axel.
Rambut pendeknya yang berwarna biru itu bergerak ke atas, bibirnya ia tekuk pertanda sebal. "Tuan ih!"
Mahluk itu, dibalik jubah hitamnya terdapat rambut biru yang diselingi putih, dan iris berwarna hitam kelam dengan bintik-bintik putih bak langit malam penuh bintang yang indah.
Mahluk yang tiba-tiba muncul setelah Axel selesai membaca surat dari ayahnya.
"Boo!!" ujar sebuah suara di telinga Axel.
Axel menoleh ke arah sumber suara dan terjatuh dari atas kursi menatap takut mahluk bertubuh kecil dengan jubah gelap terbang melayang tanpa sayap yang muncul entah dari mana.
"Ka-kamu apa?!" jerit Axel kaget.
Aura mahluk ini membuat Axel cukup takut, kekuatan besar dalam fisiknya yang kecil menakjubkan. Axel mundur teratur. Ia tak takut pada mahluk halus biasa, tapi mahluk ini nampak sejenis dengan Alsera dan Orias.
"Enak aja! Aku bukan malaikat sok suci atau iblis licik itu!" jerit mahluk itu.
"Kau bisa membaca pikiranku?!" tanya Axel berteriak.
Mahluk itu mengangguk. Ia membuka hoddie jubah hitam yang menutupi wajahnya. Tampaklah seorang gadis kecil manis berambut biru yang diselingi rambut putih.
"Ann siap melayanimu, Tuan Raditya Axel," katanya.
Kening Axel berkerut samar. "Pembantu?" gumamnya.
Mahluk itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada, sudut bibirnya tertarik ke bawah dan tak lama sebuah bantal sofa menyapa wajah Axel yang kebingungan.
"Bukan pembantu!" ujarnya sebal.
Axel memutar bola matanya malas. Ia bergumam kecil. Membuat Alsera langsung menoleh padanya.
"Kenapa?" tanya Alsera pada Axel.
Axel menggeleng pelan. Padahal benaknya bertanya kenapa Alsera tak bisa melihat mahluk di depannya yang sangat rewel seperti bocah kelas dua sd betulan.
"Aku bukan bocah!" seru Ann setelah membaca pikiran Axel.
Axel terkekeh. Sontak Alsera menoleh pada Axel.
"Gila lu ya?" katanya Sakras.
Axel menatap sinis Alsera. "Kok malaikat ngomongnya nggak sopan?"
Alsera memukul keningnya. "Terbawa jadi manusia, Hahaha."
Axel tersenyum. "Tugasnya udah?"
Alsera mengangguk. "Lo udah nggak takut sama gue?" Alsera dengan sengaja sedikit menaikan sayapnya. Mencoba menakuti Axel.
Axel membuang pandangannya. Bulu kuduknya naik. Mengerikan.
"Masa gitu aja takut?! Belum tahu tanggung jawab ya?" ujar Ann pada Axel.
Dai Axel berkerut. Tanggung jawab?
"Iya tanggung jawab, masa kau nggak tahu? Tanggung jawab sebesar ini!" seru Ann kesal.
--00--
"Berapa lama lagi hari itu?" tanya seorang wanita dewasa seraya mengangkat cangkir teh tanpa menyentuhnya. Iris abu tegasnya menatap pria dihadapannya. Queen crown bertengger manis di kepalanya. Ia tersenyum menawan.
"Satu minggu lagi, tepatnya 1 bulan lagi, waktu dunia manusia," jawab seorang pria besar dengan sayap puih berdiri gagah di hadapan wanita itu.
"Kau sudah mempersiapkan semuanya, 'kan?"
Wanita itu mengangguk samar, "Kita harus mengatasi segara goncangan yang akan terjadi di tiga dunia."
"Siap! Sudah, Yang Mulia!" ujar pria itu tegas.
"Bagus, Jackson," ujarnya.
"Yang Mulia ..," panggil lirih seorang gadis yang tampak sangat muda. "Begini ... Kakak akan baik-baik saja bukan?" tanya gadis itu seraya menunduk.
Wanita itu tersenyum, "Tentu. Ibu percaya pada kakakmu."
Mata gadis itu berkaca-kaca. "Carla takut, kakak hilang selamanya, Yang Mulia."
"Tidak akan. Aku sebagai Queen percaya padanya."
Gadis itu menunduk semakin dalam. Benaknya menjerit takut. Ia takut, tak akan pernah bertemu dengan kakaknya lagi.
Ia berbalik, tanpa mengangkat kepalanya sedikitpun. Berjalan, berbelok masuk ke dalam kamarnya. Terdiam bersama sunyinya ruangan, bersama air mata yang perlahan jatuh menetes perlahan. Isak tangisnya beradu melawan sunyi.
Setelah puas melepaskan emosi takutnya pada ruang hampa. Ia memgusap wajahnya dengan sedikit kekuatan, menghilangkan bekas air mata di wajahnya.
Tangan kanannya terangkat, membuka sebuah layar tak kasat mata bak holongram muncul. Tak lama wajah kakaknya muncul. Iris abu tegas tang sangat mirip dengan ibunya menatapnya dengan penuh kasih.
"Carla! Aku merindukanmu, tahu!" sambutnya dengan senyuman lebar.
"Kakak ... Aku kangen!" sahut gadis itu--Carla.
"Kamu apa kabar? Kakak lagi sekolah lho." Kakaknya tampak tertawa kecil.
"Aku baik kak!" sahutnya dengan senyuman lebar.
"Kamu beneran nelpon cuma karena kangen?" tanya kakak memastikan.
"Iyalah! Kangen Kak Alsera tau!" sahut Carla mahir menyembunyikan khawatirnya.
Alsera tersenyum. "Kakak harus jadi manusia lagi nih, lagi gak senggang, nanti kalau udah pulang kakak telepon lagi mau?"
Carla mengangguk, meski wajahnya menyiratkan kecewa dan--takut.
"La," panggil Alsera yang membuat Carla menatap pernasaran. "Jangan khawatir ya, kakak nggak mau bikin kamu kecewa kok!"
Klik!
Layar mati, tepatnya sambungan dimatikan oleh Alsera setelah ia mengucapkan itu.
Tinggallah Carla diam, mematung dalam kamarnya.
"Kakak ...."
.
.
.
TBC, 10 Desember 2016.A/N: Apa kabar kalian? ^^ Makasih masih baca cerita ini sampai sini! Btw, Ichaa dah libur lho! Doain bisa update secepat-secepatnya hingga sampai ke tahap "produktif" lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel, Human and Devil
FantastikMalaikat, Manusia dan Iblis terjebak dalam satu ruang ambisi yang sama. Memperebutkan dan menjaga sebuah hal yang berharga.