Malam tadi Axel tak tidur dengan tenang. Pikirannya senantiasa menampilkan peristiwa semalam yang begitu menakutkan bagi manusia manapun. Ia tengah duduk di mejanya dan menatap langit. Menenangkan pikirannya yang tak bisa tenang barang sedetik pun.
"Kau sudah bertemu dengan kakak kelas baru kita?" tanya seorang siswi pada temannya.
"Hah? Siapa? Cowok apa cewek?" tanya temannya.
Pembicaraan itu tertangkap oleh telinga Axel. Dalam diam dia menyimak pemicaraan dua siswi itu dengan saksama.
"Cowok! Ganteng banget, yah tapi sayang ... dia pacar Fira kayaknya. Orang dia nempel mulu berdua," ujarnya dengan nada sedih.
"Benarkah? Yah ... sayang sekali," balas temannya. "Eh tapi, siapa namanya? Yah ... hanya tau nama tak masalah 'kan?"
"Namanya itu Orias Qanel."
DEG!
Entah hanya perasaannya saja, atau apapun, rasanya nama itu ... membuatnya merinding. Ada sesuatu yang aneh dari nama itu.
Tak lama berselang, Alsera datang dengan wajah datar menghampiri meja Axel--meja mereka berdua. Axel memandangnya dalam diam, dengan pertanyaan, Kenapa dia sangat diam hari ini?
Alsera yang merasa diperhatikan oleh Axel menatap Axel lurus-lurus. "Lo nggak mau nanya gue kenapa?" tanya Alsera setelah berhasil membaca pikiran kebingungan Axel.
Axel tersentak dan segera mengalihkan pandangannya. Gengsi. Alsera terkekeh pelan melihat reaksi manusia unik yang satu itu. "Hey--kenapa susah banget nanya ke gue?"
Axel tetap bersikap tak acuh seolah tidak peduli. Hingga beberapa saat dirinya merasakan sebuah aura yang sanbat mencekam, begitu jahat, begitu gelap dan sekaligus begitu kuat.
Otomatis napasnya memburu. Rasanya ada dorongan untuk dirinya bangkit dan menghampiri sumber aura yang aneh ini. Namun sayang, sebagian dirinya menolak. Tidak mau pergi ke sana dan tetap diam di sini, tempat yang aman.
"Selamat pagi!!" seru Vania memecah keheningan ganjil ini. Senyuman lebarnya langsung tampak begitu saja.
Alsera tersenyum singkat, dan itu tampak begitu manis. "Selamat pagi, Vania."
Axel bersikap tak acuh. Menatap keluar jendela di sana, dimana langit tampak cerah, tanpa awan mendung yang melingkupi. Meski begitu, kecerahan langit pada pagi ini, tak mampu mencerahkan suasana hati Axel yang terasa aneh.
Axel menghela napas berat. Karena dirinya sudah tahu apa yang mengusik perasaannya. Kedadatangan iblis ke sekolah ini, batinnya.
Alsera dan Vania segera larut dalam pembicaraan mereka berdua yang sama sekali tidak Axel mengerti di mana akan berakhir. Sesekali Alsera dan Vania terkekeh bersamaaan atau bergantian, sedangkan Axel tetap bersikap seolah tak acuh.
"Pst," bisik Alsera kepada Vania.
Mulut Vania segera terbentuk, "Ya?"tanpa suara.
"Tau nggak? Axel itu diem-diem dengerin kita, cuma dia aja gengsi," bisik Alsera yang membuat Vania terkekeh geli.
"Oh ya? Dari mana kau tahu?"
"Tentu saja aku tahu." Alsera berbangga diri.
Kemudian mereka kembali tertawa bersama-sama.
Pagi itu, suasana sangat berwarna. Keceriaan Vania membuat Alsera kembali ceria dan sejenak melupakan kedukaannya akibat peristiwa kemarin malam. Meski pada kenyataannya, masalah baru akan segera menimpa mereka, dan Axel--sangat--merasakannya.
Waktu berselang, bel pelajaran kembali berbunyi. Guru segera masuk dan mengajar mereka--para manusia, seorang malaikat dan--seorang iblis.
--00--
"Axel! Lo nggak kantin?" tawar Dion.
Axel diam beberapa saat, berpikir. Apa yang akan terjadi jika ia pergi ke kantin dan bertemu si iblis? Apa yang akan terjadi jika ia tidak pergi ke kantin dan tak bertemu si iblis? atau ... bagaimana jika iblis dan malaikat bertemu dalam satu ruang sesak penuh manusia seperti kantin? Jika ia ada diantara malaikat dan iblis itu, bagaimana caranya bersikap?
"Xel!" seru Dion.
Axel tersentak, dan pemikirannya pun lenyap. "Iya, gue ke kantin. Ayo."
Dion menatap Axel. Dia tidak pernah benar-benar mengerti sahabatnya. Terlalu banyak pemikiran yang melintas benak sahabatnya, terlalu banyak masalah-masalah yang menerpanya, dan ia tidak pernah sekalipun membukanya kepada orang lain, bahkan kepada Dion sekalipun.
Mereka berdua pergi ke kantin dalam hening. Tak ada percakapan apapun, kecuali pikiran Axel yang berkecamuk.
Sesampainya mereka berdua di kantin, Dion dengan mata yang hampir melompat keluar, menyenggol Axel kuat. Axel yang risih, memfokuskan kembali pikirannya kepada dunia nyata.
"Al ... sera?"
Itu bukan suara Dion, apalagi Axel. Itu suara Vania lirih menatap tubuh Alsera yang telah penuh oleh telur. Vania bangkit dan mendekati sahabatnya.
Alsera menepis tangan Vania sambil tersenyum. "Jangan sentuh. Nanti tanganmu kotor."
Suara tepuk tangan memenuhi ruangan kantin. Di sana Fira dan Devaza menyeringai senang.
"Oh. Si kotoran baru saja mengakui bahwa dirinya adalah kotoran rupanya." Devaza terkekeh.
"Hmm?" Alsera tersenyum.
"Sayang ... permainan ini menyenangkan bukan?" tanya Fira.
Sesosok laki-laki beriris hitam tampak. Tangannya segera menyambut tangan Fira dengan lembut. Rambut cokelat kemerahannya tampak bergerak-gerak. Dia tersenyum miring.
Laki-laki ini yang membuat Alsera diam tak berkutik. Bukan karena dia lebih kuat dari Alsera, namun karena keterkejutan Alsera melihatnya di tempat ini dengan seragam yang sama dengannya.
Alsera membuang pandangannya. "Udah puas?" Alsera terkekeh. "Buang-buang waktu saja." Alsera terbalik dan melangkah menuju atap sekolah.
Vania segera berlari kecil mengikuti Alsera.
Fira kesal dan hendak mengejar Alsera dan melempari dia satu telur lagi tepat di wajahnya. Namun, Orias menahannya ditambah senyumannya yang tampak manis di mata Fira.
Devaza memutar mata melihat kejadian itu. Dia membuang pandangan kepada murid-murid yang dari tadi memandang adengan itu dengan ngeri.
Devaza melempar-lempar sebuah telur di tangannya. "Ada yang mau?"
Sontak, seluruh murid yang menonton itu bubar dan kembali pada aktivitas masing-masing, bahkan beberapa lari ke kelas masing-masing.
Axel dan Dion memesan makanan dan duduk di salah satu kursi di sana. Melahap sarapan pukul sembilan mereka. Mata Axel sesekali melirik ngeri kepada sayap hitam yang bergerak-gerak di punggung Orias.
.
.
.
TBC, 7 Juni 2016.
A/N : Masih adakah yang mengikuti cerita ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel, Human and Devil
FantasyMalaikat, Manusia dan Iblis terjebak dalam satu ruang ambisi yang sama. Memperebutkan dan menjaga sebuah hal yang berharga.