21 : Tiba Waktunya

548 61 8
                                    

"Tuan bisa menghancurkan dia tidak?" Ann mematap lurus sesosok mahluk cantik yang mengeluarkan bola-bola biru disekeliling tubuhnya.

Axel menelan ludahnya. Ia memejamkan mata sesaat. Membiarkan dirinya terbalut cahaya biru yang hangat dan berubah.

Axel perlahan terangkat ke udara. Ia bergerak melesat cepat. Imajinasinya membayangkan sebuah pelindung. Seperti kaca, namun sekuat baja.

Mahluk itu tersenyum. Bola-bola biru disekelilingnya membabibuta menyerang Axel. Ia menghela napas, memantapkan hati, menyakinkan diri.

Bledar!

Bola-bola itu hancur lenyap saat menyentuh pelindung Axel yang bekerja.

Mahluk itu menatap Axel kesal. Kedua tangannya terangkat, menghasilkan sebuah bola biru yang lebih besar. Tiga detik, ia melemparnya.

Axel menggumamkan sesuatu dan menghilang. Bola biru besar itu menghantam dinding dan remuk. Mahluk itu menyisir keadaan sekelilingnya. Tampak bingung ke mana lawannya lenyap.

Duagh!

Mahluk itu terpental kebelakang. Ia menerima serangan, dari Axel yang tak terlihat. Mulutnya bergerak merapalkan mantra pelindung.

Axel melebarkan tangannya, kedua tangannya mendadak besar sekali, ia menangkup mahluk itu dan pelindungnya, kemudian melemparnya keras ke dinding.

"Aakh!" Mahluk itu menjerit, dan lenyap bagai abu.

Perlahan wujud Axel kembali terlihat. Tudungnya terbuka menampilkan rambut putih, dan iris biru. Senyumannya mengembang.

"Tuaan hebat sekali!" Ann melompat dan langsung memeluk Axel dari belakang.

"Ann---"

"Ya kenapa Tuan? Ah, sama-sama. Tuan emang keren kok," cerocos Aan.

"--berat."

"...."

Sontak Ann melepaskan pelukannya dan kembali ke wujud kecilnya. 

--00--

Orias mengembangkan sayapnya lebar-lebar. Ia menatap Alsera penuh dendam. Ia mengepakan sayap hitamnya. Jarum-jarum segera  melesat cepat.

Jarum-jarum itu hancur saat mengenai pelindung Alsera. Orias menggeram. Ia merapalkan mantra lagi. Angin berhembus kencang dari barat. Perlahan bola kegelapan tercipta, besar dan semakin besar.

Alsera menegakan punggung. Kedua tangannnya terangkat keatas. Bola cahaya pun muncul, besar dan semakin besar.

-00-

Ann menjentikan jarinya. Sebuah sofa panjang segera muncul dari lantai. Ia meletakan tubuhnya di sana.

"Tuan ayo duduk." Ann mengubah wujudnya lagi menjadi dewasa.

Axel menuruti. Ia duduk di sana. Menatap lurus kedepan.

"Tuan. Kau merasakannya 'kan?" Ann menyenderkan kepalanya pada bahu Axel.

Axel mengangguk. "Iya." Axel merasakan dua kekuatan hebat sendari tadi bertubrukan. Kekuatan ini berlawanan satu sama lain. Tidak salah lagi, pasti mereka. Iblis dan malaikat menyebalkan itu.

"Tuan tahu apa artinya?" Senyumannya Ann terbentuk.

Axel bergeming. Kepalanya bergerak menatap Ann disampingnya.

"Apa?"

Ann terkekeh. "Perpisahan kita, dan tugas Tuan telah tiba."

Axel terdiam. "Apa?"

"Tuan tampan sekali, persis seperti ayah tuan." Ann berceloteh. "Kalian berdua adalah tuan yang paling baik yang pernah saya layani."

Tangan Ann terangkat, seolah mencoba meraih sesuatu di langit. "Aku akan mati, demi menambah kekuatan tuanku. Setiap periode seperti itu."

Kedua mata Axel melotot. "AP--"

"Sssttt." Jari teluntuk Ann menahan pertanyaan Axel. Ann bangun. Ia berlutut di depan Axel.

"Aku pelayan, sayangnya  waktu sama Tuan Axel singkat sekali ya?" Ann tertawa. "Itu karena iblis dan malaikat kali ini sepertinya sangat mendambakan kekuatan."

Ann menatap lurus kedua mata yang kini hitam. "Tuan harus mendapatkan kekuatan itu. Kekuatan yang tersimpan di dalam ruang hampa seperti ini. Ruang berwarna-warni bertabur bintang layaknya angkasa."

Ann berhenti. Menghapus air matanya yang mengalir.

"Bukan demi menambah kekuatan, seperti mereka. Tuan adalah manusia, derajat kita berbeda dengan mereka. Kita tidak membutuhkan  kekuatan sebesar itu untuk kaum kita sendiri."

Axel tidak sepenuhnya mengerti, namun ia tetap mendengarkan.

"Tuan." Ann memanggil.

"Ya, Ann?" sahut Axel.

"Tuan harus mendapatkan kekuatan itu untuk  kedamaian dunia. Kedamaian tiga mahluk. Yang baik yakni malaikat. Yang jahat yakni iblis dan yang dipengaruhi keduanya yakni manusia."

Ann mendekat ke telinga Axel membisikan sesuatu yang harus Axel lakukan nantinya.

Ann memeluk Axel erat. Kali ini tak ada keluhan 'berat' darinya. Axel malah membalas pelukannya erat.

"Tuan harus menang. Demi kita semua."

Cahaya biru bertaburan. Kelap-kelipnya memanjakan mata. Axel terpukau. Sementara air mata Ann turun lagi. "Jangan kalah dari siapapun, bahkan oleh dirimu sendiri."

Dar!

Detik berikutnya, Ann hancur melebur menjadi kelap-kelip biru yang langsung melingkupi tubuh Axel dan masuk ke dalamnya.

Axel mengerjapkan matanya beberapa kali. Rasanya ia ingin merutuki takdir ini sekali lagi. Namun, ia tidak boleh mengecewakan semuanya. Khususnya Ann.

"Ann." Axel menatap tangannya yang bercahaya. Tudungnya terangkat sendiri menutupi wajahnya sampai batas mata. "Aku berangkat."

dan detik berikutnya Axel menghilang bagai cahaya. Berpindah ke tengah  pertarungan yang baik dan yang jahat.

Sementara purnama mulai menyadari bahwa tiga kekuatan itu telah siap  sebelum waktunya. Maka ia pun memulai sesuatu yang mereka bertiga dambakan.

Gerhana.

Gerhana yang akan membuka jalan mereka menuju ruang di mana kekuatan paling dahsyat yang harus mereka raih tinggal.

Sebab telah tiba waktunya  di mana malaikat, manusia dan iblis akan terjebak dalam satu ruang ambisi yang sama. Memperebutkan dan menjaga sebuah hal yang berharga. 


Angel, Human and DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang