Vania melahap makanannya dengan tenang. Sebaliknya, Alsera tampak ragu seraya menyisir keadaan sekitar dengan was-was.
Sayapnya sesekali terangkat beberapa sentimeter karena posisi siap Alsera. Ia menghela napas panjang, dan mulai memasukan benda perak berisi makanan ke dalam mulutnya. Matanya terpejam beberapa saat, kala indra pengecap untuk pertama kalinya merasakan makanan manusia yang sangat enak.
"Kenapa? Enak 'kan?" tanya Vania, setelah ia menyadari perubahan ekspresi Alsera itu.
Alsera mengangguk penuh semangat. "Sangat!"
Alsera memasukan makanan ke dalam mulutnya dengan gerakan yang lebih cepat. Senyuman tak henti-hentinya hilang dari wajah cantik Alsera. Ia sangat menikmati makanan manusia yang sangat enak ini.
Vania tertawa melihat tingkah Alsera seperti anak kecil yang baru saja mencicipi es krim untuk pertama kalinya. "Lo beneran nggak pernah makan enak? Emangnya sebenernya lo itu dari mana?"
Pertanya Vania membuat Alsera berhenti. Ia menoleh menatap Vania dalam. Gelengan menjawab satu pertanyaan yang Vania lontarnya, sedangkan yang satunya tidak. Alsera melanjutkan makannya--dengan lebih tenang.
Vania menatap Alsera. Kepalanya miring sedikit ke kiri, menunggu sebuah jawaban dari pertanyaannya.
Alsera mengigit bibirnya. Ia menatap Vania dan berkata, "Gue nggak bisa cerita. Maaf."
Vania mematung sepersekian detik. Ia cukup terkejut dengan respon Alsera. Ia pikir Alsera adalah sahabatnya. Seorang sahabat pasti akan menceritakan apapun---ah sudahlah. Mungkin Vania terlalu berharap.
Vania tersenyum. "Iya. Nggak apa. Gue nggak marah kalo lo gak cerita sama gue kok."
Alsera mengangkat kepalanya. Matanya menatap mata Vania yang sangat tulus. Hati malaikat mungkin selalu bersih, tapi hati manusia jahat sekalipun juga bisa bersih.
Alsera tersenyum lega. Ia tidak salah bertemu dengan manusia bernama Vania Clarista.
--00--
"Mau pulang?" tegur Satria saat dirinya melihat Axel membereskan tasnya yang terlempar kesembarang tempat di studio.
Axel mengangguk. Hari ini dia tidak berkerja sama sekali, melainkan ia mengerjakan PR biologinya di sana. Axel tak ada niat untuk beranjak, namun ia juga tak mau membuang waktunya dengan percuma.
Satria merangkul Axel karib. "Mau makan malam bersama?" tawarnya.
Axel menatap Satria. Alisnya terangkat satu.
"Ayolah, Raditya!" Satria menarik tangan Axel dan membawanya berjalan kaki ke sebuah restaurant yang tak jauh dari studio.
Axel hanya diam ditarik-tarik oleh Satria. Ia tampak pasrah diperlakukan seperti orang tua dari anak kecil yang sebenarnya jauh lebih tua darinya.
Lonceng pintu masuk berdenting. Menandakan ada pelanggan baru yang datang. Mata Satria dan Axel segera menyisir sekitar. Perbedaannya adalah Satria mencari tempat kosong untuk mereka, sedangkan Axel mengawasi dengan was-was tempat ini.
Benar saja. Tak lama Axel mematung, saat untuk kesekian kalinya ia bertemu dengan mahluk halus--maksudnya Alsera--yang sedang makan bersama Vania.
Satria berdeham cukup keras sehingga salah satu pelayan menghampiri mereka.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya seorang perempuan berpakaian hitam putih formal layaknya seorang pelayan.
"Meja untuk dua orang," ujar Satria dengan nada yang berwibawa. Seperti laki-laki seumurannya.
Axel menggeleng pelan. Padahal sikap Satria jika bersama dirinya jauh dari kata berwibawa.
Perempuan pelayan itu segera bergerak menyisir keadaan sekitar. Matanya memincing sesaat, kemudian melebar sambil menghela napas.
"Maaf, tidak ada kursi kosong lagi, Tuan," ujar pelayan itu merasa bersalah.
Satria tersenyum. "Tak apa. Kami bisa menunggu," ujar Satria ramah.
Axel yang ada disebelahnya bersikal tak acuh. "Aku pulang. Makasih kak," ujar Axel dingin.
Axel berbalik dan hendak berlalu pergi. Tangan Satria bergerak menahannya, tapi ia menepisnya pelan. Moodnya benar-benar buruk saat ini.
"Eum! Permisi. Bagaimana jika mereka berdua duduk bersama kami?" Suara lembut menerobos masuk.
Suara familiar itu, membuat Axel menoleh. Seorang gadis berambut hitam sebahu, yang sangat sering ia temui di sekolah belakangan ini, Vania.
Satria tersenyum pada gadis itu. Gadis itu termasuk mungil dan terlihat lugu, matanya memancarkan ketulusan.
"Benarkah kami boleh duduk bersama kalian?" tanya Satria.
Vania memgangguk mantap, sementara itu Alsera sendiri mengamatinya dengan tenang untuk beberapa saat.Axel masih terlihat tak acuh.
Alsera bangkit, ia melangkah menghampiri Vania dan berkata, "Gue udah kelar makan kok. Gue pulang duluan yah, udah malem."
Vania mengangguk. "Dadah Alsera!" Kemudian tangannya melambai kepada Alsera yang di balas dengan tindakan sama.
Axel berbalik, ia menatap lurus diri Alsera. Alsera tersenyum.
"Selamat malam, Kak Satria. Selamat malam, Raditya," ujarnya.
Axel diam beberapa saat, sementara Alsera melangkah pasti meninggalkan restoran.
"Ayo silahkan, ke meja saya," ujar Vania. Senyumnya tak henti mengembang, seolah menandakan pribadi yang ramah dariseorang Vania Claresta.
Alsera yang sendari tadi berlajan menjauhi restoran, berbelok ke arah gang kecil dan membentangkan sayapnya dengan megah--menghilang dari mata telanjang manusia.
Alsera terangkat baik dari permukaan. Ia mulai terbang berkelok menghindari gedung-gedung tinggi ciptaan para manusia. Cahaya lampu kelap-kelip lembali menyambut penglihatannya.
Sangat indah, batinnya.
Alsera menikmati waktunya sebagai manusia. Alsera akan belajar menikmati kehidupan sekolahnya yang cukup memilik banyak konflik. Ia akan menikmatinya. Senyumannya mengembang lagi.
Alsera terbang. Melesat cepat, hingga dirinya benar-benar tiba di rumahnya. Ia menurunkan sayapnya. Mengizinkan manusia kembali melihat dirinya. Parasnya yang cantik dan aura yang membawa ketenangan, ia yakin akan segera memiliki teman.
"Aku akan berusaha! Aku akan bersenang-senang sebelum jatuh temponya hari itu," ucapnya.
Setelahnya, ia masuk ke dalam kamar dan menutup kedua matanya. Mengistirahatkan diri dari lelah kehidupan manusia.
.
.
.
TBC, 25 Juli 2016.
A/N: Nggak lama kan updatenya(?) *peace* Icha dah sibuk sekolah sih sekarang ... dan kayaknya kedepannya mulai sibuk, entahlah. Icha tetep nulis kok <3 Harus mengakhiri apa yang icha sudah mulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel, Human and Devil
FantasyMalaikat, Manusia dan Iblis terjebak dalam satu ruang ambisi yang sama. Memperebutkan dan menjaga sebuah hal yang berharga.