Alsera terbang rendah mendekati Axel. Sisi malaikat tersentuh melihat manusia ketakutan. Meski biasanya dalam wujud manusia ia suka melihat Axel takut.
"Xel? Lo nggak apa-apa?" Alsera mendarat. Mengusap kepala Axel lembut.
Axel menggeleng.
"Maaf." Alsera menunduk dalam. Ia menyesal tapi tak bisa mengelak.
Axel mengangkat kepalanya. Menatap Alsera dalam wujud yang sangat ia takutkan. Ketika sayapnya mengembang lebar, dan penampilannya berubah, Alsera terpaksa menghadapi takdir. Itulah ketakutannya sekarang.
"Ayo kita kalahkan Si Jahat bersama. Lo mau?" Alsera tersenyum lebar sampai batas mata. Ke mana sakrasnya Alsera? Axel heran giliran seperti ini sisi malaikat keluar.
Axel tersenyum. Ia berdiri, dan berpindah ke belakang Alsera. "Asal jangan langsung lo bunuh gue abis itu. Al."
Alsera terkekeh mendengarnya.
"Hey bukankah ini curang?" Orias melirik benci kedua kubu yang bersatu itu.
"Kelabu berhak memilih kubu, mau berpihak pada hitam atau berpihak pada putih," sahut Axel lebih percaya diri. Rasanya malaikat menyentuh hatinya dan menghilangkan rasa takut.
Alsera terbang tinggi keatas. Kedua sayapnya kokoh menopang ia dan kekuatan yang ia lepas. Bola-bola cahaya kembali berterbangan.
Orias bergerak ingin mencipta pelindung. Detik itu juga Axel merangsek maju seraya menjentikan jarinya. Memperlambat waktu Orias.
Duar!
Orias terpental mendapatkan serangan mutlak. Baju yang ia kenakan robek, luka di sana-sini menghiasi tubuhnya.
"Sialan. Aku yang mati duluan itu? Huh?" Orias mendengus.
Orias mengepakan sayapnya. Ia menautnya kedua ujung sayapnya, melempar bola-bola api pembalasan yang langsung padam saat bergesekan dengan pelindung Axel.
Axel melirik Alsera yang dihadiahi anggukan cepat. Dengan tubuhnya yang lincah Alsera melompat anggun, menari mendekati Orias. Ini serangan terbaiknya.
Alsera berputar disekeliling Orias, mengunci gerakannya. Kakinya berayun lembut membentuk formasi mantra tanpa cela. Alsera berputar cepat. Melepaskan serangan demi serangan tanpa terlihat. Orias tersudut, terperangkap dalam jeratan manis paling mematikan.
Axel memperhatikan cara serang Alsera. Ia akan mati juga jika terperangkap dalam mantra itu. Ia tak ingin membodohi diri dengan menganggap posisinya aman.
Iblis itu melemah. Ia jatuh tersungkur. Meringis. Malaikat berhenti menari. Menatap Sang Iblis dengan tatapan geli.
"Hey pangeran. Kerajaanmu tidak akan berkuasa." Alsera terkekeh. Kedua sayapnya mengembang. Ia melompat terbang, melirik Axel yang dihadiahi anggukan pula.
Axel menatap Orias. Sang Iblis yang jatuh tersungkur lemah. Ia melangkah pelan tanpa rasa takut mendekati Orias. Axel berucap mantra yang entah bagaimana ia mengerti.
"Akkh!" Iblis itu berteriak. Tubuhnya perlahan menghilang menjadi kegelapan. "Sakit! Sialaan!" omelnya yang tak mengubah apapun.
"Manusia istimewa sialan ... harusnya dulu aku tahu keberadaanmu." Orias menatap Axel dengan penuh kebencian sebelum seluruh tubuhnya bersatu dengan kegelapan dan tertarik masuk ke dalam permata di tengah ruang.
"Wow keren juga lo!" Alsera terbang rendah. Ia menurunkan sayapnya dan berjalan mendekat. Seolah ini waktunya mengobrol.
Axel memandang curiga. Pelindungnya tercipta berlapis. Iblis tadi memang sudah lelah, jadi mudah kalah---meski berdua sih--tapi malaikat ini masih gagah.
"Ah, mengapa begitu? Lo takut sama gue ya?" Pertanyaan yang sama sekali tidak perlu dilontarkan karena pasti jawabannya.
Alsera merebahkan dirinya santai. Menatap langit-langit ruang yang tak pasti ada.
"Asal lo tahu Xel. Gue nggak mau kayak gini. Gue nyaman jadi manusia dan main sama Vania."
Axel menatap Alsera, ia mengerti perasaan itu. "Gue tahu."
Alsera terkekeh. "Kenapa takdir kita buruk sekali yah?"
Axel meletakan bokongnya. Ia bersimpuh duduk berusaha menenangkan diri. "Entahlah. Mungkin kitalah yang paling sial."
"Ahaha. Aku bosan mendengar kata sial berkali-kali dari Orias hari ini," gerutu Alsera.
Axel tertawa mendengarnya. Ah betapa menyenangkan jika ia bisa seperti ini lebih lama.
"Sayangnya ini tidak akan lama, Xel." Alsera menyahut pikiran Axel yang terbaca.
Tawa Axel berhenti. Berganti tangannya yang bergetar. "Ah. Kenyataan memang selalu pahit yah."
"Begitulah. Andai gue nggak bersumpah untuk menyayangi dan menuruti ratu heaven. Pasti sekarang udah kabur." Alsera beranjak. Kedua sayapnya mengembang.
Ia mengerakan tangannya. Tali panjang bercahaya itu muncul lagi. Kali ini tampak lebih kuat bagai pecut.
Axel mengambil napas panjang. Ia bersiap. Ia mengeluarkan gunting kesayangannya lagi. Karena pedang kalah berguna dengan gunting tajam imajinasinya.
Alsera menghentak maju, begitu juga Axel. Tali Alsera tak habis-habisnya muncul, berusaha meraih tubuh lawan dan menjeratnya. Sementara, gunting raksasa Axel tak habis-habisnya memotong setiap senti yang muncul.
"Kau tidak boleh ... hah ... mengambil kekuatan itu untuk kebaikan ... hah ... Al." Axel mengatur napas. Ia mempertebal pelindung.
Alsera melempar bola cahaya yang lenyap saat bertubrukan dengan pelindung Axel. "Apa maksudmu?"
"Manusia istimewa seperti perkataanmu. Merekalah yang memilih baik dan buruknya." Axel menarik napas panjang.
"Makadari itu dunia harus netral, Al. Tidak boleh baik saja atau buruk saja. Hitam saja tak baik. Putih saja juga tak baik. Lebih baik mereka bercampur dan saling melengkapi."
Alsera terdiam. Terlepas dari tanggung jawab dan kodratnya. Ia memiliki logika yang cukup netral.
"Lalu harus apa?" Alsera menelan ludah. Perkataan Axel benar. Dunia akan buruk jadinya. Ia tidak akan indah jika hanya ada kebaikan saja.
"Eh tunggu! Manusia belakangan lebih memilih kejahatan 'kan? Itu sangat buruk! Jadi aku harus mengambil kekuatan itu." Alsera berucap apa yang ia dengar berkali-kali di rumahnya.
Axel menggeleng. "Yah itu buruk. Tapi kau tidak boleh menekan kekuatan jahat dengan paksa, apalagi melenyapkannya."
Alsera tertegun. Mengingat rencana setelah ini adalah ia pulang ke heaven dan merencanakan penyerangan dahsyat ke kerajaan iblis.
"Ya. Kau benar."
Axel tersenyum.
"Tapi kau juga tidak bisa menyimpan kekuatan permata ini untuk kaum manusia, bukan?"
Axel menjetikan jarinya. Cahaya-cahaya biru segera menyebar di udara, terbang indah sebelum melesat cepat ke arah Sang Malaikat dan menyerbu tubuhnya.
Kedua sudut bibir Axel tertarik keatas semakin lebar. "Kena kau!"
.
.
.
16 Juli 2017
To be continueA/N: Ini udah detik detik terakhir cerita ini lho ( ^ o ^ )
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel, Human and Devil
FantasyMalaikat, Manusia dan Iblis terjebak dalam satu ruang ambisi yang sama. Memperebutkan dan menjaga sebuah hal yang berharga.