Axel melemparkan tasnya ke sembarang tempat. Ia terduduk di sofa tempat kerjanya seraya menunduk. Kedua tangannye mengepal karena emosinya berantakan. Axel tak yakin dirinya mampu mengambil gambar dengan sempurna jika dalam kondisi seperti ini.
"Sepertinya lo lagi ada masalah? Kenapa nilai ujian lo jelek, Raditya?" tanya Satria yang baru saja turun dari studio di lantai atas.
Axel mengangkat wajahnya, ia menatap Satria dengan wajah datar. "Tidak. Bukan begitu."
Satria segera menempatkan dirinya tepat di sisi Axel dan merangkulnya lembut. "Lalu ada masalah apa?"
Axel memalingkan wajahnya. "Apakah ada job hari ini, Kak Sat?"
Satria menggeleng. "Tidak ada. Lo ada masalah apa?" tanya Satria khawatir. Ia tidak pernah melihat Axel--karyawan termudanya--semurung ini setelah bekerja dengannya beberapa tahun terakhir.
Axel hanya menghela napas yang sangat panjang sebagai jawaban. Karena ia tidak mungkin menceritakan ini pada Satria.
"Apa jangan-jangan lo nembak model kemaren terus lo di tolak?!" Satria menjerit. Senyum jahilnya mengembang. Kelakukannya itu sukses membuat bantal sofa disisi Axel mendarat tepat di wajahnya.
"Makan tuh nembak!" ujar Axel kesal. Meski sebenarnya ia merasa sedikit panas mendengar hal itu.
Satria tertawa terbahak melihat reaksi Axel yang wajahnya sedikit memerah. Astaga imutnya, batin Satria. "Muka lo merah gitu! Bener ya lu nembak terus di tolak kasiaan!"
"Apa sih Kak Sat?!" Axel sedikit berteriak. Ia tidak terima ditertawakan sekeras itu, bahkan oleh Kak Satria yang notabetenya atasannya itu. Karena Satria lah yang mengatur semua jadwal di studio ini.
--00--
Di dalam sebuah rumah yang cukup sederhana. Seorang gadis siswi sekolah Estrella Hesper tengah merebahkan dirinya yang lelah di atas kasur. Pikiran melayang kesembarang tempat. Melayang kepada keadaan di heaven dan dunia manusia ini. Alsera sungguh-sungguh menjadi siswi sebuah sekolah manusia beberapa hari lalu.
Ia merasa bahwa ia memliki kebebasan layaknya manusia diluar sana. Namun, ternyata kebebasannya terenggut begitu saja karena seorang iblis bernama Orias Qanel yang merupakan pangeran hell mendatanginya.
"Tidak. Tidak. Tidak akan kubiarkan iblis itu menganggu kebebasanku di dunia manusia untuk sementara ini." Alsera menggeleng cepat. Tangan kananya terangkat, jemarinya bergerak-gerak. Alsera menciptakan perisai pelindung kasat mata di rumahnya agar Orias tidak mengetahui keberadaannya dan mengusiknya.
Alsera tersenyum puas. Ya benar. Ia ingin menikmati kebebasannya, meski ia hampir saja melupakan tugas yang harus ia kerjakan di sini. Yakni, mencari kekuatan, dan mendapatkannya. Dering ponsel Alsera menyadarkannya dari pikirannya sendiri. Ia membuka ponsel pintarnya dan menekan layar touch-screen itu.
Kemudian, tampaklah wajah Vania yang terlihat lelah, dengan sebuah pensil bertengger di telinganya.
"Haloo!! Seeraa! Lu udah ngerjain PR biologi? Gue nggak ngerti lho ini ..."
Kedua mata Alsera melotot. Ia lupa bahwa ada pekerjaan rumah hari ini. Ia menggerakan jemarinya seklai lagi, membuat tas sekolah yang tergeletak jauh di ujung sana terbuka dan keluarlah sebuah buku yang bertuliskan "PR Biologi" kemudian ia melayang sampai tepat berada di daerah jangkauan tangan Alsera.
"Beluum ngerjain nih. Duh. Gue aja lupa kalau ada PR gini," sahut Alsera.
"Eh bentar deh! Sekarang jam berapa?" Vania yang berada dalam layar ponselnya tampak menolehkan kepalanya ke arah kiri, melihat kepada jarum yang ada di dalam jam dinding kamar tidurnya. "Gue ke rumah lo sekarang yah! Kita belajar bareng!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel, Human and Devil
Viễn tưởngMalaikat, Manusia dan Iblis terjebak dalam satu ruang ambisi yang sama. Memperebutkan dan menjaga sebuah hal yang berharga.