9 : Pertemuan Atap Sekolah

790 87 7
                                    

"Van. Bisa tolong ke kelas dan ambilin baju ganti yang ada di tas gue?" tanya Alsera saat mereka sampai di toilet.

Vania menoleh dan memgangguk cepat. "Oke!" Langkah kakinya dengan cepat menuju ke kelas.

Alsera menatap dirinya yang dalam pantulan cermin. Bibirnya menekuk sebal. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri.

"IBLIS NYEBELIIN!" teriaknya sebal.

Alsera menarik napasnya panjang. Meredakan emosi yang menbuncah di dadanya. "Bagaimana bisa di ke sini?! Apa tujuannya dia mengikuti aku?!" jerit Alsera.

Alsera mengacak rambutnya kesal. Meski begitu, perlahan rambutnya kembali rapi tanpa ada bekas telur di atasnya. Tangan Alsera menjamah seluruh tubuhnya sendiri, dan bersamaan dengan itu kotoran yang dilempar Fira dan Devaza lenyap.

Meski Alsera sengaja menyisakan sedikit bau amis yang tercium agar tidak ada manusia yang curiga padanya.

Ceklek!

Pintu toilet terbuka, menampilkan Vania datang dengan baju ganti di tangan kanannya.

"Alsera! Gue balik nih. Ini baju ganti lo," ujarnya.

Alsera tersenyum tipis. "Terima kasih."

Vania terkekeh. "Sama-sama." Namun, kemudian rautnya berubah murung. Vania menunduk.

Alsera yang menyadari perubahan itu, bertanya, "Ada apa?"

"Ma-maaf. Harusnya gue bisa tolongin elo," ujar Vania lirih.

Alsera tertawa. Kedua tangannya segera terbuka dan memeluk Vania erat. "Kenapa elo ngerasa bersalah gitu? Lagian gue nggak masalah kok dengan ini." Alsera tersenyum lebar.

Senyum Vania terlukis sempurna.

"Gue ganti baju dulu yaah!" Alsera masuk ke dalam bilik toilet dan berganti pakaian beberapa saat. "Yuk! Kita masuk ke kelas lagi!"

Vania mengangguk. Ia mengambil tangan Alsera lembut dan mengajaknya melangkah kembali ke kelas mereka.

--00--

Bel pulang sekolah berteriak nyaring, membuat seluruh siswa-siswi turut berseru nyaring dan bersiap pulang.

Alsera pun memasukan buku pelajaran serta alat tulisnya kembali ke dalam tas ranselnya. Setelah selesai, matanya melirik Axel sedikit. Axel yang telah siap beranjak pergi, tampak santai mendengar lagu dari earphone yang hinggap ditelinganya.

Alsera menggerakan tangannya. Meyenggol sedikit tangan Axel yang ia taruh di atas meja. "Gue duluan ya."

Axel melirik Alsera sekilas, kemudian ia kembali bersikap tak acuh. Karena lagi-lagi sayap Alsera menakutinya. Meski sebenarnya, sayap dan tingkah Alsera jauh lebih bersahabat daripada tingkah, aura, dan sayap Orias si iblis itu.

Melihat Orias dari kejauhan saja, sudah mampu membuat tubuh Axel membeku. Saat matanya bertemu dengan sepasang sayap hitam itu, rasanya tidak ada kata yang mampu ia katakan untuk mendeskripsikan rasa takutnya.

Namun, biar begitu, tetap saja. Alsera juga mengerikan.

"Alseraaa! Mau pulang bareng nggak?" Vania belari mendekat, dan dengan santainya menyentuh pipi kanan Alsera.

Alsera pun beridiri, dan turut menyentuh pipi kiri Vania. "Hari ini nggak deh kayaknya. Gue ada urusan Van. Sorry ya." Terdengar sedikit nada penyesalan dalam kalimat itu.

Vania cemberut. "Ah! Yasudahlah! Dadah Alsera!" Vania menjauhkan telunjukannya, berganti kepada lima jari yang bergerak ke kiri dan ke kanan melambai pada Alsera. Setelahnya, Ia berbalik, dan berjalan cepat meninggalkan kelas hingga menghilang dari jarak pandang Alsera.

Alsera bangkit. Kini ia berjalan meninggalkan kelas, kemudian kakinya melangkah menaiki anak tangga menuju atap. Kala, tiba di atas sana, Alsera memandang langit biru. Menghirup udara bebas yang menyegarkan paru-parunya.

Kemudian ia menjentikan jarinya. Dalam sejekap, pakaiannya berubah. Dirinya kembali terbalut dengan sebuah gaun bercorak abu dengan princess crown hinggap di kepalanya. Sepasang sayap putihnya perlahan bergerak. Kedua kakinya terangkat dari pijakannya. Mata abunya terpejam beberapa detik, kemudian terbuka.

"Tuan Putri Alsera, senang bisa satu sekolah denganmu." Sosok berambut merah dengan mata senada itu menyapanya. Sosok itu bahkan berdiri tepat dihadapan Alsera. Sayap hitamnya bergerak, kakinya pun tidak berpijak pada tanah.

"Pangeran Orias. Apa maumu?" Mata abu Alsera menyipit. Memandang penuh kecurigaan pada iblis yang ada dihadapanya.

Orias tertawa cukup keras. "Hahaha. Hmm? Apa ya? Tidak ada sih," jawabnya seraya mengangkat bahu.

"Maaf, aku tidak punya waktu." Alsera membuang pandangannya.

"Jutek sekali sih. Cantik-cantik kok jutek," ujar Orias. Ia terbang mendekat ke arah Alsera. Menghapus jarak diantara mereka. Tangan kanannya terangkat, berniat untuk menyentuh dagu Alsera. Namun ternyata, perisai pelindung tak kasat mata telah tercipta. Alhasil bukannya mendekat, Orias malah terpental jauh dari Alsera.

"Menjauh dariku. Apa maumu?" tanya Alsera dengan nada dingin. Iblis ini membuatnya sangat kesal. Sungguh.

Orias tersenyum miring. Kedua tangannya ia angkat, sehingga menghasilkan dua bola hitam yang siap menghantam pelindung Alsera dan menghancurkannya.

"Kau mau apa? Menghancurkan gedung sekolah ini?" Alsera bersikap siaga. Jemari lentiknya bergerak-gerak untuk mempersiapkan perlindungan.

"Tidak." Orias menurunkan keduabtangannya, sontak dua bola hitam itu menghilang. "Gue hanya ingin bertanya sebenarnya." Ia terkekeh.

Alsera menghela napas. "Hmm? Apa?"
"Kenapa lo sekolah dan kenapa lo harus sekolah di sini?" Alis Orias terangkat.

Alsera membuang pandangannya. "Suka-sukalah," ujarmya singkat.

Orias tertawa. "Oh. Gue kira ada seseorang spesial di sekolah ini."

Alsera sedikit tersentak. Namun, ia menyembunyikan emosi itu di hadapan iblis ini. "Tidak."

Orias menampakan raut kesal. Tak puas dengan jawaban Alsera, ia segera berbalik dan terbang menjauh. Alsera diam. Matanya memperhatikan sayap hitam Orias yang bergerak-gerak membawanya pergi dengan cepat.

"Aku tau, kau ada di sana Axel." Alsera melirik kebelakangnya.

Axel yang memang berada di balik pintu atap itu tersentak kaget. Iblis itu tidak menyadari keberadaanku, kenapa Alsera mampu? batinnya bertanya.

Sayap Alsera bergerak semakin cepat. Alsera semakin tinggi dan segera terbang menjauh. Menyisakan Axel yang terduduk di balik pintu. Ia menunduk dan berpikir.

Apa maksud iblis--Orias dengan perkataannya itu? Apa itu manusia spesial yang ia katakan?

Axel bertanya dalam hatinya. Kecemasan kembali menjalar di pikirannya.

Mengapa pertemuan antara musuh bebuyutan itu harus terjadi di sini ?!

.

.

.

TBC-2 Juli 2016.

A/N: Aah. Maaf jarang update /plak/ ngumpulin mood buat nulis susah banget hehehe. Ada banyak halangannya nih duh. Makasih ya readers yang masih setia baca :'3 Terharuu ichaa. /peluk satu-satu/

Angel, Human and DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang