Chapter 37

500 34 2
                                    

Aku merasakan akhir-akhir ini Satria berubah, Satria lebih sering marah-marah dan terkadang menghilang ditelan bumi.

"Cepetan! Lama banget si lo. Kalo nanti kita telat gimana!"

Ya, contohnya seperti sekarang. Padahal aku sudah menunggunya di depan gerbang rumah hampir setengah jam, namun yang aku dapatkan adalah omelan dari Satria. Seharusnya aku yang memarahinya, lagi-lagi aku hanya menghela nafas pasrah dan mengucapkan kata maaf.

Setelah itu Satria melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, aku memeluk Satria erat. Aku takut, sangat takut, karena Satria tidak pernah membawa motor seperti orang kesetanan.

Sabar, Sha. Mungkin Satria lagi setres memikirkan ujian-ujian yang akan ia hadapi. Aku berusaha berpositive thinking, aku nggak boleh egois. Satria sudah kelas tiga sebentar lagi dia lulus, jadi wajar kalau dia tidak mempunyai waktu banyak untukku.

"Sat?"

"Hm?"

"Aku merepotkan kamu, ya?" tanyaku ketika kami sudah berada di parkiran sekolah, ia menatapku dengan tatapan yang tidak kumengerti dan wajahnya tanpa ekspresi.

"Sat, kalo gue buat lo capek, lebih baik lo besok nggak usah jemput gue. Lo bisa langsung berangkat ke sekolah, gue ngerti kok lo udah kelas tiga. Lo lagi berusaha agar mendapatkan nilai terbaik pas lulus nanti. Jangan khawatir, gue nggak marah sama lo. Gue cuma mau ngertiin keadaan lo sekarang. Semangat ya, Sat. Gue percaya lo bisa, selamat berjuang." kataku sembari tersenyum menenangkan dan mengepalkan tangan ke atas.

Satria tersenyum tipis dan menggeleng, "Lo tetep berangkat sama gue, Qi. Makasih udah ngertiin gue untuk kesekian kalinya. Makasih juga atas semangatnya." ucap Satria dan menggandeng tanganku menuju kelas.

Sesampainya di depan kelasku, aku menahan tangan Satria yang hendak pergi menuju kelasnya. Ia hanya menatapku dengan alis menaik satu.

Sabar, Sha. Dia berubah dingin seperti ini, karena lagi setres menghadapi ujian.

"Ini buat lo, akhir-akhir ini lo jarang banget ke kantin. Gue takut lo sakit dan badan lo drop. Jangan lupa dimakan ya," Aku menyodorkan tempat makanku yang berisikan nasi beserta lauknya. Dia menggangguk sembari tersenyum kecil, ia pergi setelah mengucapkan terimakasih.

Kriing... Kring... Kringg...

Setelah mendengar bel yang berbunyi tiga kali, menandakan jam pelajaran akan segera dimulai. Aku masuk ke dalam kelas dan duduk di tempatku.

"Sha, tadi lo dicariin sama Rena. Lo ke mana? Tumben datengnya agak siang." tanya Vina sembari mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tasnya.

"Tadi kayaknya Satria bangunnya telat karena semalem dia belajar sampai larut malam, atau dia kejebak macet, entahlah. Yang pasti dia telat jemput gue, terus kenapa Rena cari gue?"

"Masih bisa, ya, lo berpikir postive kalo gue mah yang ada udah marah-marah mulu kali punya pacar kayak gitu, udah malah gue lihat akhir-akhir ini Satria berubah. Nggak tau, Rena cuma bilang biasalah Osis, gitu doang." Aku hanya bisa tersenyum kecut.

Selama pelajaran berlangsung aku mengikutinya tanpa izin keluar untuk ke toilet, tidak seperti biasanya. Biasanya aku setiap jam pelajaran selalu meminta izin keluar, sekedar refreshing otak dulu.
Setelah berjam-jam aku menatap papantulis, buku dan guru yang mengajar, sekarang aku bisa bebas. Jam istirahat. The Star menghampiri aku dan Vina yang masih setia duduk di bangku.

"Sha, ada tugas buat lo, eh sebenernya buat kita, sih. Tapi 'kan karna lo yang deket sama mereka, yaudah jadi tugasnya gue alihin ke lo aja, okey?"

Shaqila ADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang