Terik matahari masih setia untuk bersinar. Sepertinya hujan enggan mengganggu pekerjaan sang surya. Dan aku masih terduduk di kusen jendela kamarku. Hanya duduk dengan secangkir coffee hangat. Aneh memang jika mengetahui seseorang meminum coffee padahal cuaca di luar bisa dibilang cukup terik. Sebelum aku meminumnya, kutarik nafasku terlebih dahulu sebanyak 3 kali. Menikmati aroma coffee yang berbeda di setiap tarikan nafasku.
"Drrrtt! Drrrtt!" Suara handphoneku tiba-tiba
Kak Jov : Hi, Ava! How's your day?
*lagi-lagi dia mengusik hidupku* batinku kesal.
Aku mengabaikan pesan yang masuk dari Jovan. Buat apa dia message aku? Ah, tapi itu bukan hal aneh lagi. Dia memang selalu mengusikku setiap waktu. Bahkan itu menjadi satu kebiasaan darinya.
Kak Jov : Mengabaikanku lagi?
Lagi-lagi dia tidak meyerah untuk mendapatkan balasanku. Tapi sudahlah abaikan saja.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Saatnya aku pergi untuk latihan bersama teman-temanku. Segera aku bangkit dan bersiap. Setelah mematut diri di depan cermin, aku kemudian melangkah pergi menuju garasi. Mengambil sepeda yang biasa ku gunakan untuk latihan. Lalu mengayuh pergi.
"Hey!" Sapaku begitu aku tiba.
"Oh, hey Va!" Balas teman-temanku hampir kompak.
"Oiya Va, hari ini kita kedatangan anggota baru." Ucap David kemudian
"Siapa? Cewek?" Tanyaku sedikit acuh
"Jangan jutek gitu lagi. Satu-satunya cewek disini itu adalah lo. Tuh orangnya! Dia cowok kok." Tunjuk David kepada seorang laki-laki yang sedang berlatih melintasi track yang ada menggunakan sepedanya.
Yup! Disini, nggak ada perempuan lain selain aku. Karena jika ada seorang perempuan yang ingin mengikuti komunitas ini pasti akan berpikir seribu kali. Bagaimana tidak? Komunitas ini lebih diperuntukkan untuk anak laki-laki. Ya, walaupun mereka boleh ikut tanpa persyaratan yang sulit. Tapi menurutku, mereka tidak akan kuat kalau harus mengikuti latihan disini.
Dan jangan bayangkan aku seperti perempuan pada umumnya. Meskipun jika dilihat sekilas, aku mirip seperti perempuan biasanya. Aku tidak suka shopping, menonton acara gosip di TV, dan aku juga tidak pandai berdandan. Itu yang membuatku sedikit berbeda dari perempuan kebanyakan. Tapi, yang membuatku berbeda adalah aku diam-diam ikut dalam komunitas ini. Kokunitas yang didominasi oleh laki-laki 'ganteng' menurut sahabatku. Ya, hanya sahabatku yang tau aku ikut komunitas ini. Teman-temanku yang lain? Mereka bahkan enggan mengetahui alamat rumahku. Dan sekedar info. Daripada shopping, aku lebih sering latihan di komunitas ini dan mengikuti berbagai perlombaan bersama komunitasku tentunya.
Tiba-tiba ponselku bergetar lagi.
"Angkat tuh, Va!" Suruh Jason tiba-tiba
Tanganku langsung merogoh saku jaket yang sedang aku kenakan. Kulihat siapa yang menelfonku berharap bukan laki-laki itu lagi. Tapi, setelah membaca nama orang yang menelfonku, aku langsung malas untuk mengangkat telfon. Ku masukkan lagi ponselku ke dalam jaket dengan wajah sedikit kesal.
"Siapa tuh, Va? Kakak lo lagi ya?" Tanya David penasaran
Aku hanya mengangguk dengan wajah yang tidak enak dilihat.
"Kenapa gak lo angkat aja sih? Kasihan tau!" Sahut George tak kalah kesal
Yah, asal kalian tau. Yang message aku tadi dan yang menelfonku barusan adalah Kakakku. Kakak satu-satunya. Kakak laki-laki yang kata teman-temanku sangat care sama aku. Tapi aku malah risih setiap waktu ditelfonnya. Padahal teman-temanku iri denganku yang selalu mendapatkan perhatian dari Kakakku. Apalagi sahabatku itu yang iri karena aku punya Kakak berwajah 'terlalu ganteng' menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Willingness
Teen FictionAva : "Mungkinkah gue jadi separuh hidup lo?" Rafa : "Gue hampir berhasil sebelum semua itu terjadi." Jovan : "Lo yang paling gue sayangi semenjak Mama nggak ada." David : "Lo pelengkap hidup gue." Liona : "Lo sohib tersayang buat gue."...