Author's POV
"Tenang aja, dia nggak papa kok. Tadi dia udah masuk sekolah. Ya, walaupun tadi waktu dia masuk kelas, dia dibantu sahabatnya buat jalan." Ucap seorang laki-laki yang sedang berbicara dengan seseorang lewat telfon"Kalo gitu, mending ntar lo bilang aja sendiri. Masih untung lo gue bantuin dari dulu. Dasar ya, lo itu aneh." Ucap laki-laki itu lagi
"Sampek kapan sih lo mau kek gini terus? Lo itu kek bergerak dalam diam tau nggak?" Nada suara laki-laki itu seperti sedang mengomel dengan lawan bicaranya
"Yaudah terserah lo. Gue tetep support lo kok! Se-la-lu. Gue bentar lagi masuk nih. Bye, Bro!" Tutupnya lalu berjalan menuju ruang kelas
>>>
Ava's POV
Seperti yang dikatakan Liona tadi, sekarang dia sudah berada di rumahku. Aku nggak bisa menolak permintaannya. Sebentar lagi kami akan berangkat menuju tempatku latihan. Sepedaku yang kemarin masih di bengkel. Dalam perbaikan. Syukur sepedaku nggak terlalu parah rusaknya.Alhasil, hari ini aku memakai sepeda yang lain. Masih sama kok kayak sepeda yang lagi rusak. Cuma beda warna aja.
"Lo kesana naek sepeda, Va?" Tanya Liona ragu
"Iyalah, Li. Masak iya gue naik mobil? Udah, cepetan ah. Lemot amat sih, lo! Tuh pakek sepeda Kak Jo!" Suruhku sambil menunjuk sepeda milik Kak Jovan.
"Masa gue naik sepeda cowok sih, Va? Lo nggak liat gue udah dandan cantik gini pakek baju cewek?" Tanyanya memasang wajah melas
"Salah lo sendiri juga pakek pakaian kayak gitu. Buruan ganti pakek pakaian gue sono!" Suruhku lagi ditambah mengomel tidak jelas
"Iya iya. Sia-sia gue dandan cantik. Emang nasib punya sohib cewek tomboy kayak gini ya?" Ujarnya sambil berlalu menuju kamarku
"Ooh jadi lo nggak bisa nerima kelebihan gue sebagai 'cewek tomboy'? Tanyaku dengan suara dingin
"Eh! Enggak! Ah! Diem aja lo!" Jawabnya tanpa menoleh
"Kok lo yang marah-marah sama gue sih, Li?" Tanyaku dengan volume lebih tinggi agar dia bisa mendengar teriakanku. Tapi dia tidak menggubris pertanyaanku.
*Lo juga sih, Li. Mau ikut gue latihan tapi malah dandan nggak ketulungan. Sia-sia kan? Sorry kalau gue nyusahin lo karena kita berbeda minat dalam berpakaian* Ujarku dalam hati
>>>
Akhirnya aku dan Liona sampai juga di tempat tujuan.
"Hey, Va! Sampek juga lo! Ditungguin juga." Sapa David begitu aku sampai di segerombolan anak laki-laki
"Hey, semua! Gue nggak bakalan telat kalau nggak gara-gara sohib gue tersayang ini." Jawabku ramah pada kalimat awal dan sedikit menyindir pada kalimat kedua.
"Eh, lo ngajak Liona? Hai, Li!" Sapa David dengan senyumnya yang pasti membuat Liona meleleh
"Hai, Kak David." Jawab Liona dengan anggun. Tersenyum malu-malu juga. Liona emang memanggil David dengan sebutan Kakak karena dia lebih tua daripada kami. Sebenernya cuma beda 2 tahun juga sih. Bagiku itu selang umur yang sedikit dan aku biasa memanggilnya dengan panggilan 'David' saja. Tapi, Liona emang orangnya sopan. Jadi, manggil David pakek embel-embel Kakak.
"Hai, Liona! Lama nih ya nggak ketemu." Sapa Jason dengan senyum mautnya.
"Eh, hai, Jas! Iya ya lama nggak ketemu." Jason masih seumuran denganku dan Liona. Jadi dia memanggilnya tanpa embel-embel Kakak.
Yang lain ikut-ikutan menyapa Liona. Pasti dalam hati Liona, dia sedang menjerit bahagia disapa para cowok-cowok ini. Dasarnya Liona aja semua cowok dikata cakep-lah, ganteng-lah, kece-lah, keren-lah, baik-lah, lucu-lah, dan sebutan lainnya. Terkecuali om-om yang udah kelewat umur remaja loh ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Willingness
Teen FictionAva : "Mungkinkah gue jadi separuh hidup lo?" Rafa : "Gue hampir berhasil sebelum semua itu terjadi." Jovan : "Lo yang paling gue sayangi semenjak Mama nggak ada." David : "Lo pelengkap hidup gue." Liona : "Lo sohib tersayang buat gue."...