Ava's POV
Secercah cahaya mulai memasuki penglihatanku. Aku membuka mataku pelan hingga benar-benar dapat melihat dengan jelas. Aku melihat ke sekeliling. Kamar tidur. Ya, aku sekarang berada di sebuah kamar tidur.*Tapi milik siapa? Perasaan ini bukan kamar tidur gue* Batinku bingung
Segera aku bangkit dari posisi tidurku. Namun, ternyata tubuhku tidak sekuat yang aku bayangkan.
"Isshhh, nyusahin banget sih. Pakek acara badan sakit segala." Gerutuku kemudian
Dan akhirnya aku bisa duduk dengan susah payah. Aku duduk dengan posisi tubuh yang bersender di dinding.
Aku mencoba mengingat apa yang aku lakukan sebelum pingsan. Tapi belum tuntas aku mengingat, tiba-tiba suara kenop pintu mengganggu pikiriranku. Aku segera menoleh ke arah suara tersebut. Terlihat seorang laki-laki masuk dan berjalan menghampiriku.
"Lo udah siuman?" Tanyanya sedikit datar sambil mengambil posisi duduk di kursi dekat tempat tidur yang aku gunakan.
"Sepenglihatan lo?" Jawabku datar.
"Lo siapa?" Sambungku kemudian masih dengan nada suara yang datar.Pertanyaanku sukses membuat laki-laki itu membulatkan matanya tidak percaya.
"Jangan bilang lo amnesia. Lo nggak inget siapa gue? Bilang ke gue kalo lo cuma bercanda, Va!" Sekarang nada bicaranya menyiratkan kekhawatiran.
"Hm? Va?" Tanyaku sambil memasang ekspresi bingung
Laki-laki itu segera bangkit dan menempelkan punggung tangannya di keningku. "Jangan amnesia, please! Lo nggak bener-bener amnesia kan, Va? Masak nama sendiri lo lupa? Nama lo itu Ava! Lo masih SMA dan lo satu sekolah sama gue. Aarrgghh! Masak lo amnesia sih?" Sepertinya dia mulai frustasi mengetahui aku amnesia.
"Bwahahahaha!" Aku tertawa lepas. Benar-benar tertawa setelah mendengar ocehan frustasi dari Tommy. Ya, laki-laki di depanku ini adalah Tommy.
Tommy sedikit kaget mendengar tawaku. "Lo ketawa?" Tanyanya tidak percaya
"Hahaha.. Yakali gue nangis! Jelas-jelas gue ketawa juga! Hahaha.." Jawabku dengan tawa yang masih menghiasi wajahku. Aku baru tau kalau Tommy bisa mengkhawatirkan orang lain. Aku juga baru tau kalau dia bisa memasang ekspresi orang bodoh.
"Setelah lo amnesia, lo jadi gila, Va!" Ucapnya
"Amnesia?" Tanyaku pura-pura tidak mengerti
"Gue cuma becanda kali, Tom! Gue nggak amnesia." Sambungku kemudian.Aku tidak benar-benar amnesia. Aku hanya ingin mengerjai Tommy karena jiwa usilku yang tiba-tiba muncul.
"Jadi lo daritadi ngerjain gue?" Tanyanya memastikan
"Lo pikir aja sendiri keliatannya gimana?" Jawabku tapi dalam bentuk pertanyaan
"Dasar cewek." Ucapnya sambil menjitak kepalaku
"Kok lo maen tangan sih?" Tanyaku tidak terima karena Tommy menjitak kepalaku
"Lah, lo tadi juga maen tangan ke gue." Jawabnya enteng
Aku menaikkan satu alisku pertanda tidak mengerti
"Nggak usah sok bingung. Lo nggak inget sama ini?" Tanyanya sambil menunjuk salah satu ujung bibirnya yang terlihat sedikit lebam
"Hehe.. Kuat juga ya tangan gue." Jawabku dengan cengiran khasku
"Lo mah cewek cuman cover doang." Ujarnya enteng. Dia tidak lagi berekspresi seperti orang bodoh lagi
Aku tidak menanggapi ucapan Tommy.
"Kok gue ada disini? Lo nggak lagi nyulik gue kan?" Tanyaku
"Nyulik lo? Kesambet apa gue mau nyulik lo. Lo itu tadi ketabrak mobil trus pingsan. Karena gue nggak tau alamat rumah lo, yaudah gue bawa aja lo kesini. Bersyukur lo masih nggak papa." Jawabnya panjang lebar menurutku
"Gue ketabrak mobil?" Aku mencoba mengingat-ingat. "Gue kan tadi lagi ngejar lo sambil telfonan." Jelasku setelah aku mengingat kejadian sebenarnya
"Makanya lo ketabrak mobil. Lo aja naik sepeda sambil telfonan. Ditambah lo ngebut ngejar gue. Nggak masuk akal." Komentar Tommy
"Biarin!" Jawabku. "Trus yang nabrak gue mana?" Tanyaku kemudian
"Pergi"
"Nggak tanggung jawab apa? Badan gue sakit semua ini! Sialan tuh pengemudi! Nggak ada sopan-sopannya habis nabrak orang!" Ucapku sambil mengepalkan kedua tanganku
Tommy hanya mengedikkan bahunya lalu berbalik pergi keluar kamar
"Mau kemana lo?" Tanyaku sedikit berteriak. Padahal jarak Tommy belum terlalu jauh. Biasa, sedikit termakan emosi.
"Ke toilet. Mau ikut lo?" Tanyanya tanpa menoleh kepadaku
"Boleh. Sini bantuin gue berdiri dulu." Jawabku dengan senyum penuh kejahilan. Entah kenapa setelah pingsan, aku sering berkeinginan untuk menjahili Tommy. Padahal sebelumnya aku selalu emosi jika berhadapan dengannya. Huufft, lupakan.
Dia menoleh kepadaku dengan ekspresi tidak percaya. "Dasar cewek gila!" Ucapnya sambil berlalu pergi
Aku hanya bisa tertawa setelah pintu tertutup sempurna. Tapi, menit selanjutnya aku teringat sesuatu.
"Gue kan tadi telfonan sama Kak Jovan dan belom sempet pamit. Gue jamin pasti dia khawatir tingkat dewa. Lebay banget bahasa gue. Mending sekarang gue nyari ponsel punya gue aja." Aku mulai mencari ponsel milikku
Saku jaket nggak ada. Saku seragam nggak ada. Di dalam ransel juga nggak ada. Di atas nakas nggak ada. Aku mulai panik mencari ponsel milikku. Jika tidak segera menelfon Kak Jovan, pasti nanti urusannya jadi rumit.
Aku mencoba bangkit dari tempat tidur untuk mencari Tommy. Siapa tau dia menyimpan ponselku. Ku paksakan tubuhku untuk berjalan keluar kamar.
"Kok jalan gue kek orang sakit gini sih? Kan nggak seru." Gerutuku. Aku tidak menganggap diriku sakit. Padahal kenyataannya, aku habis ditabrak mobil dan kini badanku sakit semua.
Belum sempat aku memutar kenop pintu, pintu sudah terbuka dari luar. Pintu itu terdorong dan mengantam tubuhku. Tiba-tiba saja tubuhku terhuyung ke belakang. Parah! Tubuhku tambah sakit setelah jatuh untuk yang kedua kalinya.
*Ini yang buka pintu nggak kira-kira apa? Seenak jidat buka pintu sembarangan. Nggak lihat apa gue mau keluar? Eh, mana bisa dia lihat gue mau keluar?* Omelku tak masuk akal
Terlihat Tommy berjalan dari balik pintu dengan membawa sebuah nampan. Dan aku masih mengaduh kesakitan.
"Lo lagi ngelap lantai?" Tanyanya. Menurutku itu pertanyaan yang sangat tidak masuk akal
"Kalo mau masuk ketok pintu dulu kek! Biar gue bisa menghindar. Gara-gara lo nggak ngetok pintu, jadi gini kan?"
"Sorry, tadi nggak sempet ngetok pintu." Jawabnya sambil menaruh nampan yang dia bawa di atas nakas.
Setelah menaruh nampan, Tommy berjalan mendekat dan mengulurkan tangannya.
"Sini gue bantuin berdiri, cewek tomboy."
"Lo mau bantuin gue, atau ngatain gue?" Tanyaku ketus
Tanpa menanggapi pertanyaanku, Tommy langsung meraih tanganku dan menarikku agar berdiri.
***
#SuperAbal
KAMU SEDANG MEMBACA
Willingness
Teen FictionAva : "Mungkinkah gue jadi separuh hidup lo?" Rafa : "Gue hampir berhasil sebelum semua itu terjadi." Jovan : "Lo yang paling gue sayangi semenjak Mama nggak ada." David : "Lo pelengkap hidup gue." Liona : "Lo sohib tersayang buat gue."...