starting right now i'll be strongFight Song - Rachel Platten
Y/N's P.O.V
Bisakah guru itu lebih membosankan lagi?
Entah, berapa kali aku menguap. Penjelasan tentang nilai dan norma yang terus terusan keluar dari mulut –yang setengahnya tertutup kumis super tebal- guru IPS sosiologi ku.
Kuputuskan untuk menyerah mempertahankan kesadaran dengan menelungkupkan wajah ke lipatan tangan. Tak sampai dua detik, negeri mimpi yang indah telah merebut kesadaranku.
Sesuatu yang hangat dan berbau mint menyentuh pipiku, membuat kesadaran membangunkanku. Kubuka sebelah mataku sedikit, dan menampilkan mulut Thomas yang monyong monyong. Meniupkan nafas mintnya kearahku.
Kuabaikan dirinya, dan kembali mencoba tidur. Tak sampai 5 detik, seseorang mencolek colek ujung hidungku membuatku terganggu namun, bukan y/n namanya jika mudah dibangunkan.
Terdengar dengusan sebal dan umpatan umpatan kecil dari sebelahku. "Bangun ih! Sempak," lagi lagi kuhiraukan suara berat Thomas.
"Y/n?," Thomas memanggil dengan nada lembut.
"Hmm,"
"Y/n?,"
"Hmm,"
"Tadi kan gue liat handphone lu ya," aku bergumam saja mendengar celotehan bocah blonde ini. "Trus gue liat notif," lagi lagi aku bergumam, tak peduli.
Bisa kudengar cekikikan kecil Thomas. "Bentar, bentar gue bacain." Mataku memang masih tertutup total dan kesadaranku tidak sampai setengah, tapi aku bisa merasakan Thomas sedang mengutak atik handphoneku. Ah, peduli amat.
"Nih, @Luke5SOS is now following you!," dengan kecepatan kilat kutegakkan punggung, dan langsung merebut alat canggih serta pipih itu. Mencari cari notifikasi tersebut dengan mata melotot dan jantung yang setiap seperempat detiknya makin dangdutan.
Tawa keras Thomas yang berderai membuatku sadar bahwa seorang y/n yang terhormat barusan ditipu bocah blonde ini. Tanpa pikir panjang, wajah Thomas –yang berharga- ku habisi dengan tamparan buku tebal berjudul SOSIOLOGI di bagian atasnya.
Sambil mengelus elus keningnya, Thomas masih berusaha menghentikan tawa menyebalkannya. "Sono ah, ganggu aja," Thomas langsung memajukan bibir bawahnya –membuatku meleleh seketika- karena dirinya kuusir seenak jidat.
"Kantin yuk," Aku mengabaikannya dan kembali menutup mata seraya meletakkan kepalaku di atas meja sampai kurasakan tubuhku diangkat.
Kubuka mata, dan terbelalak saat melihat kelakuan Thomas. Hal paling memalukan -sekaligus membuatku melayang layang hampir menyusul Tuhan- yang dilakukan Thomas sekarang adalah ia menggendongku dengan menyelipkan tangan kirinya dengan jari jari tangan yang panjang itu dibelakang lututku, sedangkan tangannya yang lain dibelakang punggungku.
Otakku tentunya telah memberi peringatan dan perintah untuk turun lalu menamparnya tapi, hatiku lagi lagi berkhianat dan mengambil alih untuk tetap pasrah dalam posisi yang menurutku, sangat menyenangkan.
Saat, keluar kelas kurasakan semua pasang mata tertuju padaku dan Thomas, tak terkecuali Val yang kurasa telah menunggu kami di lorong depan kelas. Saat menyadari Val melihat kejadian ini, reflek aku langsung melompat turun.
Kutarik tangan kanan Val. Mengajaknya ke kantin, diikuti Thomas dibelakang kami. Setelah dapat tempat duduk dan mengatakan apa yang ingin kami pesan kepada Thomas, ia pergi meninggalkanku berdua dengan Val.
Bisa kulihat Val mencoba berkali kali tersenyum paksa. Salahku, "Tadi, gue ngeyel gak mau ke kantin, jadinya digendong. Thomas khawatir, takut lo nunggu lama," Penjelasan itu keluar dengan mudahnya dari mulutku.
Val menatapku bingung lalu terkekeh, "Yaelah, gak papa ka—,"
Perkataan Val terpotong karena Asya dan dua temannya yang lain -mantan sahabat Val sekaligus pembully ku dulu-, mendatangi meja kami. Ia tersenyum kearahku membuat sebelah alisku terangkat, lalu menatap Valerie.
"Val, kita kangen banget sama lo," ucapnya dengan nada manja yang dibuat buat. Ew.
Val bersedekap lalu mendengus, membuat teman alias mantan temannya itu tersenyum licik, "Lo masih inget kan? Lusa itu gue ulang tahun, Val," ia menyerahkan kartu dengan warna merah jambu yang mendominasi itu. "Lo dateng ya. Oh, kalo lo gak berani dateng sendiri, boleh kok bawa dua temen lo ini," Asya menunjukku dan Thomas yang baru saja datang dengan dua porsi roti bakar cokelat keju pesanan kami.
Sepeninggalan mahluk mahluk terkutuk itu, kami semua mendengus. "Ngapain sih, itu mahluk mampir kesini?," tanya Thomas dengan emosi menggebu gebu.
Val menghela napas dan menatapku dan Thomas bergantian. "Sorry deh, mereka kesini gara gara gue. Kita gak usah dateng ajalah," jawabnya sambil melempar kartu undangan itu.
Aku menggeleng dan memungut kembali kartu tersebut. "Kita harus dateng lah! Gue gak mau kalo lo dibilang pengecut," Thomas manggut manggut menyetujui, Val awalnya terlihat ragu namun pada akhirnya mengangguk lesu.
***
Thomas berjanji menjemputku satu jam lagi, tapi aku masih bergelung di dalam selimut. Kepalaku terlalu sakit dan badanku terasa remuk untuk sekadar diajak meninggalkan kasur.
Dengan tangan gemetar kuraih handphone-ku di samping bantal dan mengirim pesan via LINE untuk Thomas, bahwa aku terlalu sakit untuk sekadar ke pesta ulang tahun. Tak sampai semenit, benda pipih itu bersuara ribut dan menampilkan nama Thomas di layarnya.
Kusentuh tomol hijau di layar dan menempelkan benda itu di telinga kananku.
Suara hembusan napas Thomas seketika membuat tubuhku tenang seolah deru napasnya adalah terapi paling ampuh. "Lo sakit apa?," tanyanya dari seberang sana. Aku tidak menjawab apapun. "Gue kesana ya, batalin aja acaranya," sahut Thomas.
Aku protes. "Gak! Gue gak mau si Val dijadiin bahan bully-an gara gara dibilang pengecut. Please, Tom," kudengar desahan sebal Thomas.
"Iyaudah, gue jemput Val dulu. Nanti kalo sempet gue ke rumah. Dah," Sahut Thomas diikuti suara memekakkan telinga, menandakan hubungan telepon diputus secara sepihak.
Selanjutnya dunia mimpi menarikku paksa dari kesadaran. Seiring deru napasku yang teratur, mataku mulai berat.
Aku tersentak saat benda pipih yang akhir akhir ini diagungkan umat manusia itu, terus terusan berbunyi. Menandakan notifikasi baru. Spam amat sih, batinku.
Ternyata seseorang yang tak kukenal mengirimiku puluhan foto via e-mail. Foto sepasang kekasih yang mesra. Ya, si cowok yang tubuhnya berbalut kemeja biru laut sedang memeluk tubuh mungil si cewek yang memakai gaun sekitar dua senti diatas lutut dengan warna senada. Betapa manisnya.
Aku bersumpah jantungku berhenti berdetak sedetik saat menyadari ternyata Thomas lah yang berperan sebagai si cowok, dan siapa lagi pemeran si cewek selain Val.
Sangatlah jelas Val tersenyum saat Thomas memeluknya. Dan yang lebih menyakitkan adalah raut Thomas yang biasanya terlihat malas jika melakukan kontak dengan Val, kini terlihat teduh menatap Val dipelukannya.
Sesuatu di dalam hatiku mengeluarkan darah tak kasat mata.
Tanganku bergetar hingga handphone-ku jatuh, punggungku seolah ditiban batu terberat dan pusing yang mendera semakin mennggila. Ada apa ini? Bukankah otakku sendiri yang membuat rencana mendekatkan mereka?
Kenapa lagi lagi hatiku yang mengambil alih?
Aku tidak bisa menangis, walau ingin. Terlalu sakit untuk menangis, sejujurnya aku ingin menangis. Setidaknya itu dapat meringankan batu berat tak kasat mata di punggungku ini walau sedikit.
----------------------------------------------------
Fast update oi ini! EHEHEH.
Ini penulisnya mau UTS, jadi dikasih update-an dulu lah ya sebelum inact.
Jan lupa pencet itu bintang, pahala bikin orang seneng:*
Salam tabah, Shanks7.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable▶ Thomas Sangster
Fanfiction"Well, if i could date fictional characters, i would. Boys nowadays are acting like a jerk, okay? And my heart wasn't made for those guys who just touch it and leave a big hole in it." y/n said. written in Bahasa. [Completed] Copyright © 2015 by sha...