twenty three

1.3K 221 19
                                    

Y/N's PoV

Yang akan kulakukan adalah mendatangi Thomas dan menerornya hingga ia memohon mohon untuk dibiarkan hidup, oke itu bukan gayaku. Gayaku adalah datang ke kelas dan mendapati Thomas yang sedang memainkan rubiknya dengan tampang serius. Saat ia sadar aku mendatanginya, ia mendongak dan terkejut melihat tampangku yang berantakan padahal bel mulai pelajaran belum terdengar sama sekali.

 Saat ia sadar aku mendatanginya, ia mendongak dan terkejut melihat tampangku yang berantakan padahal bel mulai pelajaran belum terdengar sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo kenapa?" tanya Thomas selembut mungkin, ia berdiri dan menuntunku keluar kelas, hingga ke balkon ujung lorong. "Siapa yang bikin lo nangis, y/n?!" tanyanya dengan emosi menggebu gebu. Namun, sentuhan tangannya di pipiku sungguh lembut.

"Lo!" semburku langsung sambil menepis tangannya, dan asal tahu saja, aku berusaha bersikap segalak mungkin. "Lo yang bikin gue kayak gini."

Thomas melongo, "Gue?" sebelum aku sempat menjawab, seorang guru menyuruh kami masuk ke dalam kelas karena bel tanda masuk kelas telah berbunyi dan dengan gaya anak sering masuk BK Thomas berkata, "Sebentar pak, saya ada urusan penting disini. " Mata Thomas dengan guru piket itu bertemu untuk beberapa saat, saling menatap garang.

"Setelah urusan kalian selesai, kalian berdua harus menerima hukuman." Tandas guru itu, dan Thomas mengangguk.

Setelah guru itu pergi, Thomas kembali menarikku ke balkon. Ia menatapku lamat lamat, "Gue?"

"Lo! kenapa mutusin Val?" tanyaku dengan garang, padahal mataku terus terusan mengucurkan air mata perasaan bersalah dicampur kesal terhadap cowok di hadapanku ini.

"Ah, itu..." Thomas menggaruk garuk tengkuknya, "Lo denger dari siapa, y/n?"

Dengan singkat dan sesekali diselingi sesegukan, aku menceritakan semua hal yang Val lakukan tadi di lorong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan singkat dan sesekali diselingi sesegukan, aku menceritakan semua hal yang Val lakukan tadi di lorong. Mengingat kemarahan dan dendam yang tersirat di setiap ucapan Val tadi pagi membuat hatiku makin nyeri dan tangisanku makin menjadi jadi. Tapi, tahu tahu saja kudapati tubuhku berada di dalam pelukan hangat Thomas.

"Gak papa, nangis aja." Suaranya mengalir lembut, bisa kurasakan pipi Thomas menempel di ujung kepalaku. Pelan namun pasti, tanganku mulai melingkari pinggang Thomas.

Dalam pelukan itu, Thomas menceritakan semuanya. Bahwa ia akan terus terusan merasa bersalah jika ia memaksakan kehendak untuk berpacaran dengan Val tanpa ada rasa suka, apalagi sayang, rasanya mustahil menurut Thomas.

"Nah, waktu lo pertama kali sadar," lanjut Thomas. "Gue tau, gue gak mungkin maksa hati gue buat Val. Daripada pacaran sama Val, gue lebih milih pacaran sama lo, y/n!" tanpa sadar aku meremas ujung kemeja putih Thomas.

Aku tahu aku tidak anggun sama sekali tapi, tetap saja aku penasaran setengah mati, "Kenapa?" tanyaku dengan nada bodoh.

"Lo inget? Pertemuan kita pertama kali, muka lo beler minta dipeluk gitu." Sahut Thomas, membuat wajahku memerah menahan malu. Ya, saat itu aku memang hampir kesiangan saat itu jadilah, mukaku masih rindu dengan bantal.

Walaupun aku malu, tetap saja aku mengangguk. "Waktu itu sebenernya gue nabrak lo ada unsur sengajanya," Thomas tekekeh. "Gue itu udah masuk seminggu sebelumnya tapi, karena lo tau lah, gue males setengah mampus masuk kelas. Jadi, gue cuma mangkal di kantin sekolah. Dan dari hari pertama sekolah, gue selalu liat lo. Liat lo yang bukannya makan sambil gosip di kantin, malah belok ke perpustakaan. Gue kira lo cewek nerd yang hobi bawa buku yang ada tulisan FISIKA gede gede. Taunya lo sukanya novel novel yang tueebeel abis. Lo yang duduk di kantin sama temen temen lo sehabis ngambil buku di perpus. Lo yang milih baca ketimbang ngeladenin temen temen lo yang gosip sambil ngakak kayak setan."

Ah, rasanya senang luar biasa diperhatikan cowok sekeren Thomas, bahkan seminggu sebelum kami sekelas. "Sejak itu gue suka sama lo, sayangnya lo jual mahal, tapi gak papa" Thomas terkekeh. "Gue suka sama yang judes judes gitu, yah, walaupun sekarang di friendzone-in."

"Dan hari itu, hari pertama kali lo liat gue. Gue sebenernya pengen ngamatin muka lo dari deket tapi, gak tau kenapa, mungkin nyawa lo masih di tempat tidur," Thomas tertawa geli membuat wajahku makin mirip kepiting rebus. "Jalan lo tiba tiba aja miring, jadinya nabrak gue. Tapi, gak papa, karena itu keuntungan. Gue bisa modus nanya nama lo, dan pura pura gak tau kelas, jadinya bisa ke kelas bareng lo deh." Lanjut Thomas, membuat wajahku makin bodoh, karena yang kulakukan dari tadi hanya blushing sambil melongo.

Bayangkan saja, diperhatikan cowok terkeren di sekolah dan yang tepenting cowok itu berusaha mendekatimu. Mungkin sekarang hatiku berteriak kegirangan hingga malaikat kematian terganggu, ingin cepat cepat mencabut nyawaku. Ah, jangan dulu, ini momen paling langka dan menyenangkan.

Dehaman Thomas membuat lamunanku buyar. "Nanti gue bakal jelasin ke Val," Thomas tampak murung. "Sorry, bikin lo nangis kayak gini."

Setelahnya kami berjalan masuk kelas. Ralat, hanya aku yang masuk kelas, Thomas malah dengan tampang sengak, menghampiri guru piket, dan aku tidak melihatnya lagi di kelas sampai jam istirahat pertama dimulai.

Saat istirahat, Thomas masuk kelas dengan tampang lelah tapi, masih hobi tebar senyum dimana mana. Saat ia duduk, aku bertanya kenapa aku tidak mendapat jatah hukuman, dan pertanyaanku hanya dijawab senyuman. Aku tidak dapat membayangkan hukuman apa yang diterima Thomas dari guru piket yang terkenal kreatif dalam hukum menghukum murid.

Saat aku sibuk membayangkan hukuman itu, kulihat Thomas berdiri mengejar seseorang di lorong. Dan dari bising bising di luar kelas, aku tahu itu Val. Aku melihat mereka dari ambang pintu kelas bersama teman teman sekelas lain yang memiliki jenis jenis keponess yang berbeda, memberi Thomas dan Val jarak privasi.

Dari sini aku bisa lihat, Thomas menarik Val ke pojok lapangan basket. Dari gaya tubuh dan gerak bibir Thomas, aku yakin ia menjelaskan masalah tadi sesuai janjinya padaku. Dan pada akhirnya,Val memberi tamparan disalah satu pipi Thomas. Aku bisa mendengar suara terkesiap di belakangku –entah siapa, yang pasti orang itu sangatlah mendramatisir keadaan.

"Udah? gitu doang? Kagak seru amat." sahut seseorang d belakangku.

"Gitu doang apanya?" sahut yang lain. "Liat aja! Val nampar Thomas! Gila pasti dia sakit hati banget. Dan dalam keadaan sakit hati, masih aja cari cari sensasi. Bisa bisanya nampar cowok paling populer di sekolah!" lanjutnya

Yang lain menyahutinya dengan tawaan sinis, "Yah, lagian nama Val pasti udah kecoreng parah tuh! Siapa suruh cari sensasi sana sini, baru tau deh rasanya jatoh."

Aku membalikkan badan dan menatap siapapun di belakangku dengan tangan mengepal. "Val gak pernah cari sensasi!"

Salah satu mereka menyahutiku, "Ngapain lo belain Val? Lo tuh udah dibuang sama dia!"

------------------------------------

mantab jiwa. dabel apdet. dah dikasih dabel ni, vote yuk jan baca doang:-)


.shanks.

Unpredictable▶ Thomas SangsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang