tujuh: "Reza dan Rencananya"

9.4K 765 58
                                    

AROMA harum nan lembut roti panggang mulai mengalun melintasi hidung Kirana. Ia mengernyit, dia tak pernah mencium aroma seperti ini sebelumnya di kamar. Matanya yang tertutup perlahan mulai terbuka. Sayup-sayup ia melihat seseorang memasuki kamarnya, membuka tirai jendela kemudian menoleh ke arah Kirana dengan senyuman lebar.

"Pagi, Kirana. Tante udah siapin sarapan. Yuk, sarapan bareng. Reza sama papanya baru bangun juga. Kamu mandi dulu sana, baru sarapan. Tante tunggu di meja makan."

Kirana mengangguk bingung. Nyawanya belum terkumpul sempurna. Setelah wanita yang menyapanya keluar, Kirana mulai menoleh ke segala arah. Perabotan seperti ini jelas bukan seperti yang biasa cewek itu lihat. Matanya mengerjap bingung. Panik menyergap tubuhnya ketika membayangkan beberapa kemungkinan namun segera ditepis saat sebuah memori menyembul dari otaknya.

Setelah menangis memilukan kemarin, ia diperkenankan untuk tinggal di sini. Bersama ibu Reza, Kirana menata kamar tamu tersebut agar bisa ia gunakan dan voila, dia baru saja bangun di pagi hari ini.

Kirana melenguh. Ini hal memalukan. Dia baru saja menangis di depan orang yang baru ia kenal tiga—atau empat? Ah, ia tak peduli—hari! Apa yang ada di dalam pikiran Reza sekarang? Pasti cowok itu mengira Kirana begitu lemah saat ini. Mengingat dirinya yang menangis sejadi-jadinya kemarin membuat wajah cewek itu merah padam.

Dia benar-benar malu saat ini.

"Tarik napas dan buang, Kirana," ucapnya monolog. "Anggap aja hari kemaren itu ngga ada. Iya, ngga ada."

Namun setelah berkata demikian, memorinya terlempar lagi ke belakang. Jasad ibunya yang merenggang nyawa dengan cara mengenaskan begitu membekas. Tubuh relaks itu kini menegang. Kirana memeluk dirinya sendiri, menggigit bibir bawahnya agar tak menangis. Dia tak boleh menangis lagi. Ibunya menyuruh Kirana untuk kuat.

Sebuah ketukan yang berasal dari pintu kamarnya membuat kepala Kirana teralih, ia dengan cepat menyeka air matanya lalu langsung bergegas mengambil seragam hari ini. Kemarin dia sudah mempermalukan dirinya dengan menangis di hadapan Reza, kali ini dia tak boleh melakukan hal tersebut.

"Kir, kok lo belom siap-siap?" tanya Reza yang membuka pintu setelahnya. "Bunda sama Papa udah nunguin lo."

"Sebentar lagi. Gue mandi dulu, kalian ma—" gumaman Kirana putus ditengah-tengah. Matanya membulat sempurna kemudian rona pipi menjalar ke seluruh permukaan kulit cewek itu. "REZAA! PAKE BAJU LO, ASTAGA!"

Reza terdiam sejenak kemudian menderaikan tawa geli. Wajah Kirana yang merah padam dan ditutupi oleh telapak tangan milik cewek itu membuat Reza semakin terbahak. Sehabis mandi tadi, masih baru menggunakan celana sekolah, dia disuruh Rani untuk memanggil Kirana kembali dan jadi lah semua seperti ini.

"Lo takut tergoda dengan keseksian tubuh gue ya, Kir?" goda Reza sambil memakai kaos oblong sebagai dalaman seragam. Seringai miring dia sunggingkan, membuat Kirana yang mengintip dari sela-sela jari semakin merona. Bisa-bisanya cowok itu malah semakin menggodanya.

"Udah sanaaa! Gue mau mandi, Ja. Lo menghalangi jalan gue," sungut Kirana, telapak tangannya telah ia turunkan namun pipinya masih memerah.

"Jalanan luas, Kirana. Lo bisa lewat di depan gue."

Kirana mencebikan bibirnya. Dia salah tingkah. Melewati Reza sama saja akan menumpuk rasa malunya. "Ih, lo mending sarapan duluan, deh. Gue mau mandi, Reza. Awas-awas."

Cewek itu mengusir Reza dengan kibasan tangan, membuat Reza cekikikan. "Gue bukan kucing kali. Lewat aja napa sih, Kir? Takut salting gitu ya di depan gue?"

Skakmat.

Dengan tampang sebal menahan malu dan bibir tercebik, Kirana melangkah cepat keluar kamar tanpa mau melirik Reza sama sekali kemudian langsung berbelok ke kanan, menuju kamar mandi. Namun sebelum langkahnya menjauh, Reza lagi-lagi memanggil cewek dengan rambut hitam legam itu.

TCP [1] : "Rebound"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang