PAGI-PAGI sekali, Reza dan Kirana telah bersiap dengan seragamnya, membuat Rani selaku 'intel' di rumah menatap penuh selidik kedua remaja tanggung tersebut. Tidak biasanya Reza berangkat sepagi ini. Cowok itu baru akan meninggalkan rumah jika bel akan berdering 15 menit lagi.
"Kalian mau kemana, sih, sebenernya?" tanya Rani lagi untuk kesekian kalinya.
"Mau ke sekolah lah, Bun. Bunda udah nanya itu 20 kali," jawab Reza.
"Kok pagi banget?"
"Dan itu juga udah 20 kali."
Rani bersedekap. "Kamu 'kan nggak biasa berangkat jam segini. Pasti mau ngelakuin sesuatu 'kan? Mau cabut ya?"
"Kalo Eja bilang ke Bunda, Bunda pasti nggak bakal bolehin," ucap Reza. Kini dia bangkit berdiri, menyalami ayahnya kemudian bundanya diikuti oleh Kirana di belakang. Sejak tadi cewek itu hanya mengulas senyuman, menahan tawa melihat gelagat Reza yang berbincang dengan bundanya.
"Tuh kan! Eja, kamu mau ngapain?!"
"Bundamu teriak-teriak gitu, Papa jadi penasaran," timpal Edo, koran yang tadi sedang ia baca langsung dilipat.
"Papa kepo banget ah, nggak boleh ngekepoin orang. Hukumnya haram," balas Reza sekenanya. Ia terus melangkah ke pintu luar diikuti oleh semua anggota keluarga di belakang.
"Ih, Ja, jawab duluu." Rani belum menyerah. Dia betul-betul penasaran dengan segala tingkah anak semata wayangnya ini. Bagi dirinya, tak masalah jika memang Reza ingin pergi ke suatu tempat hari ini dan membolos asalkan alasannya sangat penting.
Reza membuka pintu mobilnya setelah memastikan Kirana telah masuk ke dalam mobil. Senyuman cowok itu melebar, pandangan matanya berubah jenaka. "Mau ke KUA, nikahin Kirana, Bun!"
Dan setelahnya, pekikan kaget khas perempuan dan gelak tawa para lelaki menjadi akhir dari percakapan pagi itu.
***
"Lo sangat menyebalkan," dumal Kirana. Pipinya menggembung dengan rona kemerahan menjalar di sana. Guyonan Reza tadi sangat menjengkelkan bagi Kirana namun disatu waktu malah langsung membuat cewek itu diliputi kebahagiaan tersendiri, dan karena alasan itu lah pipinya terus merona sejak kalimat tersebut dilontarkan.
"Halah," Reza menyeringai. "Nyebelin-nyebelin juga seneng 'kan? Tuh inget pipi, masih blushing."
Kirana melotot, rasa malunya menukik tajam. Dia dibuat salting seketika. Pukulan kencang di lengan cowok itu membuat sang pemilik lengan terbahak. Ada rasa sedikit perih namun itu bukan lah suatu masalah. "Salting 'kan?"
"Jangan ganggu gue!" Kirana semakin merengut. Cewek itu membuang wajahnya ke arah luar, memandangi segala kendaraan yang berlalu-lalang.
"Kalo gue nggak ganggu lo, hidup gue hampa, Kir. Kayak desir pasir di padang tandus."
Cewek itu memutar bola matanya. "Ngomong apaan, sih?"
"Ini mau ke mana nih? Lo bilang ada cluenya."
Ah, Kirana bahkan lupa tentang niatan mereka pergi. Rupanya guyonan Reza telah menginvansi otaknya hinggak melupakan hal penting seperti ini. Reza memang benar-benar berbahaya, dirinya seakan dibuat lupa daratan oleh cowok di sebelahnya ini.
"Nyokap gue ngasih kotak silver ini," Kirana meraih tasnya dan mengeluarkan kotak silver tersebut. Ditariknya pita merah itu kemudian Kirana raih isinya. Sepatu balet. Benda itu lagi-lagi membuat kilas balik ketika ia pegang. Masih bisa ia rasakan bagaimana tubuhnya meliuk-liuk mengikuti instruksi. Melompat ke sana ke mari bersama anak perempuan lainnya. Bahkan terpaan angin saat melompat pun masih bisa ia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TCP [1] : "Rebound"
Teen FictionReza selalu mendamba Salma berada kembali ke dalam hidupnya. Kembali ke masa lampau dengan jalinan cinta yang ia limpahkan semuanya untuk gadis itu. Namun sayang, kematian merenggut semuanya. Kirana selalu mendamba setitik kehangatan di kehidupan ke...