empat belas: "Cahaya dan Harapan"

7K 740 18
                                    

REZA telah kembali pulang setelah pencariannya ditemani oleh Dirga yang tak sengaja bertemu di swalayan. Rani yang melihat Dirga masuk ke dalam rumah, langsung menghampiri cowok itu dan mengacak-acak rambut gondrongnya. Suatu tradisi bagi Rani untuk mengacak rambut terawat Dirga tersebut saat bertemu.

"Dirga sekalian ikut makan ya," suruh Rani yang langsung disetujui dengan cengiran lebar milik Dirga. Niat awalnya, ia hendak mampir hanya untuk meminjam salah satu komik milik Reza namun kalau sudah ditawari rezeki, mana mungkin di tolak 'kan?

Reza yang menontoni keduanya bercengkrama itu hanya merespon dengan cibiran. Dia pun melangkah, menuju kamar Kirana. Ia membuka sedikit pintu kamar, jaga-jaga bila pemandangan pertama yang ia lihat adalah yang tak seharusnya. Reza melirik ke dalam, susananya sepi dan gelap. Matanya bergulir ke arah tempat tidur yang tampak terisi itu. Senyum Reza mengembang. Kirana pasti sedang tidur. Ia akan membangunkan cewek itu ketika makanan sudah siap.

"Dirga ini udah siap, nih, makanannya. Ja, tolong panggilin Kirana ya," sahut Rani ketika Reza sampai di ruang makan. Cowok itu pun kembali ke kamar, membuka pintu itu lebar-lebar dan tak lupa menyalakan lampu kamar. Langkahnya ia tata ke arah tempat tidur.

"Kir, makanan udah siap. Ayo bangun," ucapnya sembari menggoyang-goyangkan pundak Kirana. Namun bukan sesuatu seperti pundak yang ia dapatkan. Ini suatu yang lebih lembut, tak bertulang. Kepanikan tiba-tiba menyerang Reza. Ia membuka selimut yang menutupi objek di dalamnya dan yang dia dapatkan memang bukanlah Kirana. Itu guling yang ditata seapik mungkin menyerupai manusia.

Matanya menyapu seisi kamar. Boneka porselen dan kotak silver yang biasa Kirana taruh di atas laci sudah tak ada. Reza mulai berpindah, membuka laci-laci yang biasa menyimpan pakaian cewek itu namun hasilnya nihil. Semua barangnya telah tiada.

Ada apa ini sebenarnya?

Reza memutar tubuhnya, bergerak ke luar menuju kamarnya. Bahkan dia tak menggubris panggilan Dirga yang menanyakan tentang makan bersama. Dia harus memastikan Kirana terlebih dahulu.

Langkahnya pun terhenti di depan pintu kamarnya. Jantungnya bertalu tak karuan. Napasnya terasa mencekik. Tubuhnya mendadak dingin. Tangan bergetarnya menggenggam gagang pintu begitu erat kemudian dengan cepat ia membukanya.

Namun semua hasilnya sama. Kamar itu kosong.

Tubuh Reza melemas. Ada apa ini sebenarnya? Apa yang membuat Kirana tiba-tiba pergi begitu saja? Cowok itu menjatuhkan dirinya di tengah ruangan, mengacak-acak rambutnya dengan erangan frustrasi dan membuat Dirga segera menghampirinya.

"Ja, Ja, lo kenapa?" tanyanya panik ketika melihat Reza tak henti-hentinya mengacak rambut. Kejadian ini hanya pernah terjadi satu kali, saat Salma meninggal dan kali ini kejadian itu terjadi lagi.

Apa yang terjadi sebenarnya?

"Ja, astaga, Ja, sadar. Istighfar!" Dirga mulai menarik-narik tangan Reza, membuat cowok itu menggeram kencang.

"Ja, ini gue Dirga. Sekarang tenang dulu! Ini nggak bakal selesai kalo lo nyiksa diri. Ikutin perkataan gue. Tarik napas terus buang, terus lakuin."

Cowok itu menurut. Ia mulai mengatur napasnya agar tak menggebu seperti tadi. Tubuhnya merelaks. Kepalanya tertunduk, tak mau menatap orang di depannya.

"Kirana hilang," ujarnya pada akhirnya. Jemarinya saling taut, menggenggam erat saling isi. Kenapa mendadak Kirana menghilang? Apa karena dia membuatnya sedih dengan nyanyiannya? Ah, betapa bodohnya Reza ini. Seharusnya dia memang menyanyikan lagu lain bukan lagu sarat makna seperti itu.

"Kenapa bisa hilang?"

Reza mengangkat bahunya sangsi, tatapannya menanar. "Mungkin karena tadi gue mainin lagu Resah-nya Payung Teduh."

TCP [1] : "Rebound"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang