delapan: "Ulah Cakra"

8.1K 742 37
                                    

PUKUL dua malam.

Kirana mengerjap, terbangun dari alam mimpinya. Dia baru saja melewati mimpi buruk atau lebih tepatnya dia baru saja melewati kilas balik kehidupannya. Mimpi itu berawal dari bagaimana kasus dibalik lahirnya seorang Kirana terkuak ke permukaan sampai saat ibunya meninggal. Semua bagaikan film yang terputar.

Keringat dingin keluar di seluruh pori-pori tubuh Kirana. Mendadak semua terasa panas dan dia pun memilih untuk menenggelamkan tubuhnya ke boneka besar di samping. Namun itu tak berhasil. Dia, entah mengapa, merasa takut berada di sekitar tempat terbaringnya, seakan sesuatu yang buruk sedang menjelma menjadi hempasan sebuah angin.

Pada akhirnya, Kirana memilih untuk keluar dari kamar. Langkahnya menata perlahan menuju dapur, hendak mengambil segelas air putih. Tapi, niatnya terhenti ketika melihat Reza di sana. Ia terduduk di mini bar, duduk menyamping dari arah pandangan Kirana. Kirana segera menyembunyikan tubuhnya. Suasana yang gelap mendukung dirinya untuk melihat Reza saat ini.

Wajah cowok itu kalut, seperti dirinya. Ada keresahan, kesedihan, kekecewaan, dan lain sebagainya yang terukir di sana. Niat mengambil segelas air langsung hilang seketika. Dia sekarang penasaran tentang apa yang cowok itu pikirkan.

Langkahnya kembali bergerak, kini sosok cewek itu telah memasuki dapur namun Reza tak melihatnya. Dengan ragu-ragu, ia menyentuh pundak cowok tersebut. Kirana sempat berharap bahwa ketika melihat sosoknya, Reza akan tersenyum seperti biasa.

Tapi, Kirana salah.

Reza berjengit kaget, melompat ke atas kabinet bawah kitchen set dengan wajah pucat pasi, matanya terpejam erat enggan untuk terbuka. "Sumpah! Gue ngga ngundang setan ke sini!"

Kirana melongo untuk beberapa detik kemudian terbahak geli.

Reza kian terpejam. Kepalanya bergerak ke kanan dan kiri panik. "Sumpah! Setan dilarang masuk! Ya Allah, tolong Eja!"

Kirana tak bisa menahan tawanya. Dia benar-benar menderaikan tawa hingga rasa kram mendera perutnya. "Hahaha, Ja, ini gue Kirana. Mana ada setan secantik gue?"

Ha, Kirana sudah tertular bakat terlalu percaya diri milik Reza rupanya.

Cowok yang masih berposisi jongkok di atas kabinet bawah membuka sebelah matanya. Helaan napas lega keluar setelahnya. Reza turun perlahan kemudian menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Sorry, gue kira lo setan, jir. Si Milo baru cerita tadi malem kalo setan suka kelihatan jam dua pagi kayak gini. Lagian, rambut lo ngga dikuncir, sih. Gue kira 'kan setan, terlebih lagi lo pake piyama warna putih."

Kirana terkekeh. "Gue kebangun tadi dan pengen minum."

"Oh, yowes. Ambil aja minumnya," ucap Reza lalu kembali ke tempat duduknya. Dia kembali merenung.

Setelah menenggak hingga air di gelasnya ludes, Kirana memilih untuk duduk di sebelah Reza di mini bar tersebut. Kirana pikir Reza membutuhkan seseorang dan anggap saja ini balasan untuk segala kebaikan Reza kemarin sore.

"Ada masalah?" Kirana memulai percakapan.

Terdengar helaan napas yang mencelos dari bibir Reza. Cowok itu menggeleng kemudian mengulas senyuman. "Cuman memikirkan sesuatu yang udah lama. Harusnya gue nanya itu ke lo. Lo ada masalah?"

Kirana mengangguk. "Semua orang punya masalah tersendiri."

"Dan apa masalah lo? Mungkin gue bisa bantu. Tapi, kalo itu privasi ngga apa-apa kalo lo ngga mau berbagi."

Cewek itu terdiam. Tangannya yang bebas menyelipkan untaian rambutnya ke belakang telinga. Dia ingin bercerita tentang keluarganya dan ia rasa, mungkin ini saat yang tepat. Reza bisa dipercaya, itu kata otaknya dan perkataan yang muncul dari otak Kirana selalu benar.

TCP [1] : "Rebound"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang