KIRANA memandang objek yang berada di cermin kamar rumahnya. Di sana tergambar sesosok gadis dengan seragam yang dibalut oleh jaket coklat muda. Rambut hitam legamnya dijepit ke belakang. Warna kulitnya yang sudah seminggu ini pucat telah kembali seperti semula bahkan tersemat rona merah muda di kedua pipinya. Dia masih terlihat sama hanya saja lebih kurus. Pantulan di cermin itu tersenyum mengikuti objeknya. Kirana siap menyambut semuanya di sekolah.
Walau terpaksa masuk di jam istirahat makan siang akibat harus menjalani pengecekan luka jahit di tangan kirinya di pagi hari, semangat Kirana tak pudar sama sekali. Masalahnya dengan Reza telah selesai, begitu juga segala teka-teki tentang ayah kandungnya meskipun Kirana masih belum mengetahui kenyataan bahwa ayah kandungnya telah memiliki keluarga kecil bahagia.
Setelah merasa rapi, Kirana pun keluar dari kamarnya sembari memanggul tas sekolah dan menuruni tangga menuju tempat dimana Cakra menunggunya. Iya, Cakra. Cakra yang semula membenci adiknya kini berubah 180 derajat hanya dalam waktu lebih dari satu minggu. Cowok itu akan mengantar Kirana hari ini ke sekolah.
Banyak perubahan yang signifikan bagi hidup Kirana. Dunianya yang kelam berangsur dibumbui setitik cahaya. Semua ini dimulai karena hadirnya Reza. Jika tak ada Reza, mungkin segala sesuatu yang sekarang tercipta ini tak akan menyapa Kirana. Jika semua ini tak diawali dengan Reza yang mendekapnya erat di hari pertama, pasti saat ini Kirana telah berada di tempat yang buruk. Ah, membayangkannya saja sudah membuat tubuh cewek itu bergidik ngeri. Intinya, jika bukan karena Reza, Kirana tak akan mampu berada di titik ini.
Dan itulah mengapa Kirana mempercayai Reza dengan ucapannya tempo hari.
"Dek, udah sampe."
Mendengar ucapan Cakra sontak membuat lamunan Kirana buyar. Ia menoleh, tersenyum simpul dan kemudian memeluk kakak cowoknya itu sebelum turun dari mobil. Cakra membalas dekapan adiknya kemudian mencium lembut puncak kepala Kirana. Hari Senin kemarin, ia sudah selesai dengan segala aktivitas pesantren kilat dan langsung memutuskan untuk mengunjungi Kirana. Tak mudah untuk mendekati Kirana mengingat segala perbuatannya terdahulu. Namun Kirana dengan baik hati membuka pintu maaf, membantu Cakra untuk mengulang semuanya dan Cakra berjanji tak akan pernah berperilaku seperti dulu. Maka dari itu, ia memutuskan untuk homeschooling di tahun terakhir SMA-nya.
Kirana turun dari mobil, tak lupa berdadah ria ke arah Cakra yang telah mengemudikan kembali mobilnya. Cewek itu menarik napas panjang. Baru saja ia membalikan badan menghadap gerbang sekolah, rasa gugup mulai mencuat ke permukaan. Entah kenapa beberapa pasang mata yang melihatnya memancarkan binar aneh.
Dengan rasa gugup yang semakin menjalar, Kirana mulai menapaki ubin putih mengkilat itu seiringan dengan pertanyaan-pertanyaan yang spontan dibuat otaknya.
Apa yang terjadi di sekolah setelah semingguan ini dia tak ada di sana?
Bagaimana respon para murid setelah melihatnya?
Apa yang mereka semua pikirkan?
Dan, masih banyak lagi. Semua pertanyaan itu membuat Kirana semakin lebih gugup lagi. Kakinya tiba-tiba terasa lemas dan langkahnya menjadi ragu ketika nyaris seluruh pandangan murid mulai menangkap wujudnya kemudian saling berbisik. Apa yang mereka bicarakan?
"Selamat siang, Paradutars! Gue Thessa Indira dari ekskul jurnalistik. Ya iya lah ya, masa dari ekskul saman, nggak nyambung dong."
Kirana menolehkan kepalanya ke arah speaker sekolah yang berada tepat di atasnya. Dia baru saja masuk ke gedung sekolah dan berdiri di tengah koridor. Thessa dengan ketidakjelasannya di radio sekolah, sungguh membuat Kirana merasakan kelegaan yang luar biasa. Setidaknya perhatian mereka semua akan teralih sejenak dari dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TCP [1] : "Rebound"
Teen FictionReza selalu mendamba Salma berada kembali ke dalam hidupnya. Kembali ke masa lampau dengan jalinan cinta yang ia limpahkan semuanya untuk gadis itu. Namun sayang, kematian merenggut semuanya. Kirana selalu mendamba setitik kehangatan di kehidupan ke...