ADAM termenung di dalam kamarnya yang gelap. Dia menatap titik imajiner di ujung sana. Sehabis melakukan ibadah sholat tahajud, Adam memang tak akan pernah tidur. Ia akan selalu menyempatkan waktu untuk berpikir, mencerna segala hal yang telah terjadi di dalam hidupnya lalu kemudian berpindah tempat ke kamar Diana ketika rindu menjalar.
Helaan napas berat tersempil keluar dari bibir Adam. Dia frustrasi, semua masalah datang menerjang dalam waktu bersamaan. Penyakit ayahnya, kesetresan Cakra, dan Kirana. Semua masalah itu seakan menikamnya dalam satu waktu. Dia tak sekuat itu.
Ayahnya baru saja sakit, kini beliau tak ada di rumah melainkan berada di rumah sakit. Penyakit jantung. Adam bahkan baru mengetahui hal itu ketika sekretaris ayahnya menelepon dirinya. Selama ini Ridho telah menyimpan penyakit itu diam-diam. Bahkan Kirana dan Cakra pun tak tahu dimana keberadaan ayahnya sekarang.
Sementara Cakra, cowok itu menghilang sejak hari perkelahian mereka. Mereka berdua memang hanya sebatas dikeluarkan dari wilayah sekolah. Tapi itu bukan lah suatu akhir. Cakra menorehkan goresan panjang di mobil Adam dengan cutter kemudian kabur setelah Adam hendak membalas perbuatannya. Kini, Cakra entah berada dimana dan lagi-lagi, Kirana tak tahu.
Kirana mengubur dirinya sendiri dalam kegamangan dan ini menyakitkan hati Adam sebagai seorang kakak. Dia seharusnya menjadi pelindung, penjaga, dan mengayomi adik-adiknya namun dia di sini gagal. Kedua adiknya bermusuhan bahkan dia tak bisa melindungi semuanya. Ia adalah definisi dari kakak yang gagal.
Pernyataan itu terus berputar di kepala Adam, mengejek dirinya yang begitu menyedihkan. Ingatannya terbangun seketika. Ia dan ayahnya pernah berbincang mengenai hal ini sekitar enam tahun yang lalu. Ketika dirinya berumur 14 tahun, Kirana 9 tahun, dan Cakra 11 tahun. Dua tahun setelah hari terungkapnya rahasia besar.
Adam memicingkan matanya, memulai memori singkatnya untuk bermain.
Saat itu Adam marah, benar-benar marah dengan semuanya. Bahkan dia sempat marah pada Tuhan, menyalahkan kehendak-Nya. Bagaimana bisa seorang ibu yang selalu ia kagumi ternyata melakukan kesalahan besar? Bagaimana bisa seorang ayah yang selalu ia contoh melakukan serangan balasan dengan menyiksa hati semua orang? Bagaimana bisa semuanya yang semula baik-baik saja langsung berubah 180 derajat semudah orang membalikan telapak tangan?
Adam yang masih berumur 14 tahun berusaha memperbaiki semuanya dan pada suatu hari, Ridho pun memanggil. Dengan perasaan marah yang ia pendam, cowok itu mendatangi ayahnya. Wajahnya kesal namun tercampur kebingungan. Sudah nyaris dua bulan mereka tak berbicara namun secara tiba-tiba, ayahnya memanggil dirinya.
"Kenapa?" tanya Adam ketus ketika dia telah berada di ruangan kerja ayahnya. Ia tahu ini bukanlah tabiat baik yang patut ia lakukan. Namun semua yang terjadi hanya dalam waktu sekejap membuat semuanya runyam.
Ridho yang mendengar nada ketus anak tertuanya itu hanya bisa tersenyum hambar. Ia duduk di kursi mejanya, mengaitkan tangannya erat, dan dengan lirikan mata ia menyuruh Adam untuk duduk di kursi di depan meja kerjanya.
Cowok itu mengerti. Ia duduk di sana dan menatap ayahnya enggan.
"Adam Prasetyo. Laki-laki pertama di keluarga yang memiliki kekuatan dan kesetiaan. Nama yang benar-benar menyiratkan kamu," kata Ridho, membuka percakapan yang hanya dibalas tatapan dingin anaknya. Pria dewasa itu berdeham sedikit, matanya sendu.
"Kamu nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi, Dam."
Adam menaikan sebelah alisnya. "Papa bilang aku nggak tahu?" cowok itu mendengus meremehkan. "Aku tahu, Pa. Aku udah 14 tahun. Aku punya otak yang cukup buat terjemahin apa yang kalian ributin. I'm not a kid anymore."
KAMU SEDANG MEMBACA
TCP [1] : "Rebound"
Teen FictionReza selalu mendamba Salma berada kembali ke dalam hidupnya. Kembali ke masa lampau dengan jalinan cinta yang ia limpahkan semuanya untuk gadis itu. Namun sayang, kematian merenggut semuanya. Kirana selalu mendamba setitik kehangatan di kehidupan ke...