Beku kini menyelimuti ruangan luas yang berbentuk setengah lingkaran. Saat seorang perempuan dengan langkah anggunnya mendekati Darius yang berdiri terpaku dengan kilat mata nanar. Hanya lewat pandangan, ia mampu mengintimidasi, sama seperti Leonard. Sudut bibirnya membentuk senyum yang amat menawan, begitu cantik namun penuh dengan bisa di dalamnya. Mata birunya menatap lekat kakak kembarnya yang hanya bisa menunduk karena malu.Dua kali Qui memergokinya dalam keadaan yang begitu dekat dengan lelaki, dan parahnya bersama dua lelaki berbeda. Itu sungguh memalukan. Queen ingin memaki dirinya sendiri. Mengapa rasanya sama? Ia seperti melakukan dosa besar terhadap Qui, ia seperti merebut seseorang yang harusnya menjadi milik Qui. Arrghh!!
"Queen, ayo kita pulang," ujar Qui datar.
Queen mendongak dan tersedot dalam biru laut yang berubah kelam itu. Matanya menatap heran ke arah Qui, kedua alisnya saling bertaut. Dalam hatinya, ia tahu bahwa Qui ada latihan untuk pertunjukan besar yang hanya menyisakan hitungan hari. Ia tahu satu jam saja sungguh berarti untuk Qui. Dan saat ini, adiknya itu mau membuang waktu yang selalu ia agung-agungkan hanya untuk mengantarnya pulang?
Tanpa sadar, Queen menggeleng. Ia heran setan apa yang merasuki dirinya sehingga satu lengannya menelusup ke lengan Darius dan ia menautkan jemarinya pada jemari Darius. Darius tersentak mendapat sentuhan secara tiba-tiba dari Queen. Ia menoleh ke arah Queen dan mengangkat alis seolah bertanya 'kenapa'.
"Darius akan mengantarkan aku pulang. Aku tidak mau merepotkanmu, Qui," jawab Queen mencoba bersikap biasa. Tak lupa ia menambahkan senyum tulus dari bibirnya.
Netra Queen menelusuri diri Qui yang tampak berbeda dari biasanya. Perempuan itu terlihat kusut dan acak-acakan. Queen mengernyit saat melihat bekas merah yang mengering di antara jemarinya. Queen menggigit bibirnya sendiri, sudah lama sekali ia tidak berkomunikasi dengan Qui secara intens. Untuk beberapa waktu ini, Qui seperti jauh dan tak terjangkau. Qui telah bebas hidup dalam dunianya sendiri. Yang Queen tahu, dulu Qui begitu lembut dan sangat mirip mommy mereka. Tetapi melihat tatap tajam Qui ke arahnya dan Darius, membuat Queen yakin bahwa perempuan di depannya ini bukan Qui.
Qui tidak pernah sekali pun mengintimidasinya. Setiap berada di dekat Qui, Queen selalu merasakan gelenyar kehangatan yang ia rindukan. Tetapi kini, semua itu terkikis hanya oleh sebuah topeng yang terpasang sempurna di wajah Qui. Topeng yang mampu membuat tubuh Queen menggigil akan rasa ngeri.
Dddrrrtt ... Ddrrttt ...
Suara getar ponsel mengenyakkan tiap raga yang masih membeku di atas lantai panggung itu. Darius mengambil ponsel miliknya dan segera menjawab panggilan yang masuk. Sementara Queen semakin erat menggenggam lengan Darius. Degup jantungnya tiba-tiba berpacu mengalahkan detik yang berlari, entah karena apa. Tetapi terkadang sebuah firasat hadir tanpa pernah mendapat bingkai undangan.
Deg!
Jantung Quen seakan kehilangan detaknya saat ia merasakan tubuh Darius yang menegang. Tak ada kata terucap, cukup tersirat melalui gesture bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi. Darius mematikan panggilan dan dengan cepat menyentakkan lengan Queen yang masih melingkar sempurna di lengannya, memisahkan jemari mereka yang sedang bercumbu.
Perih seketika menyergap Queen, saat melihat Darius begitu frustasi. Sinar mata hazel itu justru menghitam, menghadirkan gelap yang terlalu sering dipakai sebagai lambang sebuah duka. Pikiran Queen buntu, seluruh hatinya tersedot pada sosok Darius. Bahkan ketika Darius pergi menjauh tanpa menoleh lagi ke arahnya. Sementara Qui hanya mampu menatap dalam diam.
Naluri Queen kini mengambil perannya. Segera ia menyusul Darius dengan langkah cepat, tidak peduli pada teriakan Qui yang memanggil namanya. Ia menulikan telinga, karena hanya Darius yang menjadi pusat dunianya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LaQueen
Romance"Ketika cinta tak harus memiliki tetapi juga merelakan..." Kisah kembar Laqueena dan Laquisha, sang pengidap hemofilia dan sang balerina terkenal. Mencoba memaknai arti hidup yang sebenarnya. Mencoba mencari pelabuhan hati terakhir mereka dalam kata...