LaQueen 24

5.3K 415 35
                                    

Mata biru itu menatap Queen dengan lembut saat Queen menapakkan langkah pertama di rumah itu. Rumah yang sudah lama menjadi rumah kedua bagi Darius sejak usianya belia. Ya, terkadang mereka menghabiskan banyak waktu di rumah yang penuh kehangatan ini. Kenangan-kenangan manis itu kini bermain dalam celah pikiran Queen. Menampakkan tawa Darius yang menggema meski tanpa suara.

Lelaki kecil yang kehilangan suaranya, yang mengalami masa-masa sulit untuk melewati semuanya dan mengembalikan rasa percaya dirinya dalam kebisuan. Dan di sana selalu ada Queen, untuk menjadi malaikatnya yang membantu Darius bangkit dari keterpurukan hingga lelaki itu mendapatkan suaranya kembali.

Kebersamaan yang akhirnya menjadi kebiasaan dan ketergantungan. Yang menciptakan rasa sayang satu sama lain. Yang tidak dapat terpisahkan, begitu kata Darius dulu ketika benih-benih cinta itu mulai menghampiri mereka kala menginjak usia remaja.

"Berjanjilah untuk selalu bersamaku, Queen. Aku tidak akan pernah tahu apa jadinya aku tanpa dirimu."

Kata-kata itu terus menggema dalam kepala Queen. Dengan sebuah visualisasi mereka yang duduk di teras depan rumah dengan tangan saling menggenggam. Queen menggigit bibir. Seketika jantungnya berdegup cepat. Lelaki itu masih sama, masih berdiri di sisinya. Menggenggam tangan yang sama. Dan kini mereka bersiap memutar kembali memori-memori manis di dalam rumah ini. Pertanyaannya, apakah yang tertinggal hanya memori manis saja? Karena langkah pertama Queen justru diiringi oleh sesak yang memilukan.

Mata biru itu terus menatap mereka dengan rindu. Biru yang dimiliki oleh lelaki tua yang duduk di kursi roda. Tangan keriputnya mengelus-elus cincin pernikahan yang tersemat manis di jari manisnya. Cincin yang akan selalu mengingatkan pada istri yang sangat dicintainya, yang telah berada dalam dekapan bumi tiga tahun yang lalu karena kanker paru-paru.

Queen dan Darius tak dapat menahan lagi rasa rindu mereka. Mereka dengan terus bergandengan tangan berlari untuk menghambur ke dalam pelukan sang kakek. Merasakan kedua telapak keriput yang membelai punggung mereka. Merasakan air mata yang menguar dalam hangat pelukan ini.

"Aku merindukanmu, Kakek," ujar Queen sambil melepaskan pelukannya, begitu pun Darius.

"Kakek terlihat lebih sehat dibanding terakhir kita bertemu," timpal Darius sambil mencium punggung tangan lelaki tua itu penuh sayang.

"Kamu selalu pintar untuk mengambil hatiku, Nak." Lelaki tua itu terkekeh sambil mengelus kepala Darius.

Dengan sigap, Queen berdiri di belakang kursi roda kakeknya dan mendorong masuk ke dalam rumah. Darius mengekor di belakang. Mata hazel Darius menatap sepenjuru ruang yang masih sama. Masih dengan penataan khas dari seorang Claire Caradoc. Tidak ada yang berubah. Ya, sejak Claire pergi untuk selamanya, sang suami tidak mau mengubah apa pun yang ada di rumah ini.

"Mengapa kalian jarang pulang ke rumah sejak nenek meninggal? Aku seperti lelaki tua yang tak lagi memiliki gairah hidup. Untung saja masih ada Kenneth dan Khareena beserta anak-anak mereka yang menjagaku dan menjadi pelipur laraku"

Queen menelan ludahnya sendiri. Ia memang bersalah akan hal itu. Tapi saat terakhir kali bertemu dengan Yanez, sang kakek, hubungan Queen tidak terlalu baik. Mereka bahkan bertengkar dengan hebat untuk pertama kalinya. Pertengkaran yang akhirnya membuat Queen mengambil keputusan untuk memainkan sandiwara itu dan tidak pernah lagi mengunjungi Yanez. Ya, ia melakukan semuanya hanya untuk menyelamatkan seorang Seazurri Barnaby dari usaha pembunuhan yang akan dilakukan oleh Yanez Caradoc.

"Maafkan aku, Kek. Ini semua kesalahanku." Queen berhenti mendorong kursi roda Yanez dan bersimpuh di hadapan kakeknya. Ia tak kuasa menahan air mata. Saat kenangan-kenangan itu kembali menari dalam memorinya.

LaQueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang