Masih di ruangan yang sama, hazel itu menatap tubuh yang masih dimanja oleh lelap. Jemarinya meraba tiap detail indah yang dipatri oleh tangan Tuhan dalam wajah itu. Indah yang tak akan pernah kehilangan tahtanya meskipun sembab selalu ingin berkuasa. Melihat sang gadis pujaan dalam kondisi seperti ini tentu mengiris ruang hatinya. Mengapa luka begitu egois? Ia dengan seenaknya menyakiti, ketika pergi selalu meninggalkan bekas yang terpatri abadi.
Dalam sepi ruang ini, Darius masih mencoba meresapi setiap liku kejadian yang ia alami bersama gadisnya. Setiap skenario yang akhirnya berjalan tak pada tempatnya. Jika seperti ini, ia harus menyalahkan siapa? Lama, ia masih menatap indah di depannya, takut bahwa detik waktu tak mengijinkannya untuk memiliki indah itu lagi.
Perlahan, Darius menunduk, menyapukan kecupan dalam di dahi Laqueena. Kecupan yang dipenuhi oleh gelegak rasa yang harus ia penjara saat Queen memaksanya membagi hati, meskipun hanya dalam batas sandiwara. Sejujurnya, ia merasa bersalah. Berpura-pura untuk menyukai Qui memang bukan perkara mudah. Queen dan Qui, dua perempuan itu memiliki wajah yang serupa. Setiap kali berada di dekat Qui, Darius selalu membayangkan bahwa itu adalah Queen. Sehingga ia juga bermain dengan rasanya. Tapi kini ia menyadari bahwa rasa itu berbeda. Pada Qui, ia menaruh iba. Jika ia masih bersama gadis itu, tentu ia akan sangat jahat. Tetapi pada Queen, ketulusan yang menjadi dominannya.
Detik di mana Queen memutuskan untuk menyelamatkan Zurri, adalah detik di mana Darius mengetahui bahwa sebenarnya Zurri-lah yang dicintai oleh gadis itu. Dan Darius yakin, bahwa Queen sendiri yang akan menyangkal perasaannya. Ia melakukan penyangkalan dengan menyatakan rasanya pada Darius. Sakit, itu sudah pasti, tetapi Darius menerimanya. Jika memang itu cara yang harus dilakukan agar ia bisa mencintai Queen, meski takdir tak mengijinkan Queen menjadi miliknya pada akhirnya nanti.
Darius rela. Ya, ia sudah merelakan. Cinta bukan perkara memiliki, 'kan? Tapi bagaimana kita merelakan seseorang yang kita cintai untuk meraih kebahagiaannya. Darius mencoba menelan salivanya, mengurangi sesak yang tiba-tiba menghimpit hati. Ia mengambil napas panjang sebelum melepaskan kecupannya.
"Berbahagialah, sayang," bisik Darius lembut. Kini ia menempelkan bibirnya pada bibir picat Queen yang mengering. Darius memberikan sedikit basah pada lembut bibir itu. Lama. Ia menahan ciumannya. Ia bahkan tak menyadari bahwa basah yang terasa, juga berasal dari lara air matanya.
"Selamat tinggal, Queen. Mungkin aku tak lagi bisa memiliki hatimu. Tapi kamu selalu bisa memiliki hatiku." Darius akhirnya berdiri. Menatap Queen sekali lagi sebelum ia meninggalkan sang putri yang masih setia pada lelapnya.
Namun... ketika suara kenop pintu menjadi tanda bahwa Darius telah tiada dari ruang persegi itu, terdengar isakan lirih dari bibir sang putri.
"Maafkan aku, Darius."
***
"Akhiri saja semuanya, Kek. Permainan ini terlalu menyakitkan." Darius menatap langit yang pekat. Tak ada bintang maupun bulan yang berani menampakkan dirinya pada megahnya hitam.
"Aku tidak pernah memulai permainan yang kamu maksud, nak." Yanez, lelaki renta yang duduk di kursi roda itu meremas jemarinya sendiri. Warna laut dalam bola matanya juga ikut menatap langit. Dalam pekat itu, ia dapat melihat senyum yang terlukis dari wajah-wajah semua keluarga yang disayanginya yang telah dipeluk bumi. Mereka semua telah bahagia dalam dekapan malaikat surgawi.
"Tapi Kakek tetap bersikeras untuk membunuh Zurri." Darius sebenarnya tidak ingin lagi memperdebatkan masalah ini lagi. Tapi ia ingin semuanya berakhir. Ia ingin memastikan bahwa Yanez juga telah berhenti.
"Maafkan aku jika aku yang menjadi penyebab semua ini. Aku tidak pernah menyangka bahwa akulah yang menjadi penghancur hidup cucu-cucuku sendiri." Serak suara dalam pita suara Yanez tak bisa menyembunyikan tangis yang tertahan. Apakah sudah terlambat untuk menyesal? Nyatanya ia yang telah merencanakan semuanya. Ia yang pada akhirnya menggunakan Qui sebagai alat untuk menggenapi nafsu dendamnya. Tetapi ia tidak akan melakukan itu, jika Queen tidam mengibarkan bendera perang yang pertama. Ya, Queen yang telah memulai semuanya saat detik di mana gadis itu memutuskan untuk menyelamatkan Zurri.
![](https://img.wattpad.com/cover/60941030-288-k173391.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LaQueen
Romance"Ketika cinta tak harus memiliki tetapi juga merelakan..." Kisah kembar Laqueena dan Laquisha, sang pengidap hemofilia dan sang balerina terkenal. Mencoba memaknai arti hidup yang sebenarnya. Mencoba mencari pelabuhan hati terakhir mereka dalam kata...