"Aku tidak akan pergi, Queen..."
Kedua bola mata dengan kristal kecokelatan itu kini membulat sempurna. Saat sebuah bisik halus menelusup ke dalam ruang pendengarannya. Suara yang amat mustahil bisa ia dengar dari mulut seorang Darius. Tetapi... bukahkah ia sempat mendengar Darius menyuarakan namanya? Dan itu akan selalu membekas di dalam sanubari, tak akan terhapus oleh detik yang tak pernah kenal kompromi.
Ingin rasanya ia melepas rengkuh hangat ini untuk menangkup wajah lelaki yang kini mendekapnya. Namun tubuhnya telah takluk dalam belai kelembutan. Ia tak mampu mengelak rasa yang merekah bersama dengan kenyamanan yang ia dambakan. Queen sadar bahwa hatinya telah memilih. Mungkin waktu tak akan mampu menentukan bagaimana besar cinta yang tumbuh dalam relung seseorang. Terkadang hanya dalam hitungan detik, sang malaikat cinta telah menusukkan panah cintanya pada dua hati dari dua jiwa yang mungkin terlihat mustahil untuk bersatu. Cinta pada pandangan pertama, bukan hanya sebuah kisah klise yang ada pada roman-roman populer belaka.
Tanpa bisa dibendung, aliran kristal dari kedua kelopak Queen menuruni bukit pipinya, sebagai simbol bahagia atas apa yang kini ia dapatkan. Terlalu dini untuk bisa memiliki seseorang di hadapannya ini, tetapi Queen yakin, waktu yang akan memberinya jawaban. Waktu yang akan menyatukan mereka sesuai apa yang telah dikatakan Leonard dalam mimpinya.
Tangan Queen membelai lembut punggung Darius, menyambut dekap hangat itu dengan cinta yang membuncah. Melupakan Zurri yang mungkin kini sedang meratap dalam tangis dan kesakitannya.
Bersama Darius, tidak ada Zurri dalam otaknya. Ia hilang dan terhempas bagai sebongkah sampah. Karena kini dunia Queen hanya dipenuhi oleh Darius. Suara lembut Darius masih menggema dalam pikirannya. Ia bersumpah akan menyimpan suara itu selamanya jika saja Tuhan kembali mengambil suara Darius. Ia tahu, betapa mahalnya sebuah suara bagi seorang Darius. Tetapi jika ini adalah keajaiban, jika suara itu menetap dan menjalankan fungsinya dengan normal, maka Queen tak akan berhenti bersyukur.
Sekarang justru Queen yang kehilangan suaranya. Tak mampu mengungkap rasa yang menggelitik relungnya. Ia hanya menyuarakan lewat tetes air mata yang tak ingin berhenti mengalir. Sungguh ia berani membayar berapa pun agar ia bisa membeli waktu. Agar jarum detik tak mengkhianatinya. Agar waktu tak merampas momen berharga ini dari rengkuhannya.
Darius meregangkan pelukannya agar ia dapat menatap langsung wajah Queen. Jemari Darius dengan lembut membelai pipi Queen yang sudah basah. Darius menggigit bibirnya, hatinya dipenuhi rasa bersalah. Harusnya ia tidak membuat perempuan cantik di depannya ini menangis!
"Jangan menangis," bisik Darius lembut dengan ibu jari yang mengusap air mata Queen.
"Kamu bisa bicara." Sebuah pernyataan meluncur dari bibir Queen. Akhirnya ia mampu bersuara walau begitu parau.
"It's a miracle." Senyum samar menghiasi bibir Darius. Lelaki itu kemudian menundukkan kepalanya dan menempelkan keningnya pada kening Queen.
Sementara Queen terdiam. Ia menikmati saat-saat ini. Queen tidak akan banyak bicara atau mencecar Darius. Ia terbiasa dengan dunia hening yang selalu diciptakan oleh Darius. Ia hanya ingin berbicara melalui hati, untuk terus memastikan rasa yang merekah indah kini.
Queen hanya membalas ucapan Darius dengan belaian lembut pada kedua pipi lelaki itu. Senyum Queen merekah lebar, sama seperti Darius yang tak akan pernah meninggalkan jejak kepedihan lagi. Darius melupakan kenyataan yang mungkin akan menghunuskan pisau tajam padanya suatu hari nanti. Ia tidak peduli dengan itu. Nanti adalah nanti, yang terpenting saat ini ia bisa dengan puas menatap mata caramel itu penuh kekaguman.
"Berjanjilah untuk tidak pergi lagi, Darius."
Darius terkekeh saat mendengar perkataan Queen. Darius tidak berbicara lagi, ia hanya menjawab permintaan Queen dengan gelengan singkat. Ia mengelus rambut Queen dengan sayang dan mencium kening gadis itu. Ia yakin tanpa bersuara, Queen akan bisa menangkap maksudnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LaQueen
Romance"Ketika cinta tak harus memiliki tetapi juga merelakan..." Kisah kembar Laqueena dan Laquisha, sang pengidap hemofilia dan sang balerina terkenal. Mencoba memaknai arti hidup yang sebenarnya. Mencoba mencari pelabuhan hati terakhir mereka dalam kata...