"Laqueena Alessandra Caradoc, will you marry me?" Zurri dengan gerakan cepat membuka kotak kecil beludru itu. Menampakkan isinya. Sebuah cincin yang sangat indah dan sederhana dengan mata berlian berbentuk hati di tengahnya.
Queen tercekat seketika. Meskipun ia tahu bahwa isi dari kotak kecil itu adalah sebuah cincin, tetapi ia tidak pernah membayangkan bahwa cincin itulah yang kembali ia lihat! Ia tidak mungkin melupakan sebuah cincin yang selalu dikenakan di jari manis Alanis ketika ia masih kecil. Alanis yang selalu menatap cincin itu dengan penuh cinta. Cincin pemberian Leonard. Cincin itu adalah cincin pernikahan Leonard dan Alanis karena Alanis selalu mengagungkannya hingga ia tidak pernah memakai cincin pernikahan pemberian Kenny. Lalu, bagaimana Zurri bisa mendapatkannya?!
"Cincin itu--" Kalimat Queen terputus. Hazel-nya memandang lekat tiap detail yang ada pada benda mungil itu. Tidak salah memang, cincin itu benar-benar seperti cincin milik Alanis. "Mommy..."
Seperti dapat membaca pikiran Queen, Zurri mengangguk seketika. Ia terdiam, memberi jeda pada Queen untuk dapat menerima helai kata yang sebentar lagi akan ia ucapkan. Zurri menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Rasa takut tiba-tiba menyergapnya. Sebuah kenyataan yang kembali harus ia paparkan di hadapan Queen mengenai cincin ini. Dan ia takut Queen tidak bisa menerima alasannya untuk menikahi gadis itu hanya karena sebuah janji pada sang maestro.
Tidak! Zurri menyadari bahwa ini bukan sekedar amanah atau janji yang harus ditepati. Jauh dari lubuk hatinya, ia menginginkan Queen. Ia sendiri pernah mengatakan bahwa ia tidak akan mempermainkan pernikahannya dengan Queen. Zurri menunduk dengan safir yang menghunjam cincin itu.
"Aku mendapatkan cincin ini dari sang maestro, Laqueena," ujar Zurri serak.
Pipi Queen bagai tertampar telak. Ia menatap Zurri tidak percaya, sayangnya netra lelaki itu seakan menghindari hazel-nya sehingga Queen tidak mampu menyelami rasa apa yang melingkupi Zurri saat ini.
"A-apa maksudmu? Bagaimana mungkin kamu mendapatkan cincin pernikahan orang tuaku?" Queen mencoba untuk menetralkan nada suaranya. Meskipun saat ini rasa pahit menguasai kerongkongannya.
"Leonard yang memberikannya padaku, Laqueena. Sebelum kematiannya ia sudah memberikan cincin ini padaku. Aku sama sekali tidak tahu bahwa ini adalah cincin pernikahannya," jujur Zurri dengan safir yang masih tak mau menatap hazel Queen.
"Tidak mungkin! Bagaimana mungkin daddy memberikan cincin itu sebelun kematiannya? Sementara ketika aku kecil aku selalu melihat momny mengenakan cincin itu?!" pekik Queen yang tak mampu lagi menahan amarahnya. Secara reflek ia mendorong tubuh Zurri yang berlutut di hadapannya sehingga lelaki itu terjerembab ke belakang. Dan cincin itu jatuh teronggok begitu saja.
"Kamu pantas marah padaku, Laqueena. Tetapi itulah kenyataannya. Ada sebuah janji yang telah terpatri belasan tahun yang lalu. Sebuah janji antara dua orang lelaki, aku dan Leonard." Zurri pada akhirnya mampu menengadahkan kepala untuk dapat melihat bagaimana reaksi Queen.
Kosong. Ya, hanya kosong yang ia dapati dari sinar hazel Queen. Tetapi justru kosong itu yang menakutkan. Selalu menakutkan bagi Zurri karena dengan begitu ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Lebih baik Queen mengungkapkan segala amarahnya dibanding diam seperti mayat hidup.
"Janji apa?" Hanya dua kata itu yang keluar dari bibir Queen.
"Janji bahwa aku akan menikahi salah satu putri keluarga Caradoc."
Marahlah, Queen! Aku pantas mendapatkannya! Pekik Zurri dalam hati. Kini kepalanya menunduk karena tak mampu lagi menatap sorot kecewa dari sang hazel.

KAMU SEDANG MEMBACA
LaQueen
Roman d'amour"Ketika cinta tak harus memiliki tetapi juga merelakan..." Kisah kembar Laqueena dan Laquisha, sang pengidap hemofilia dan sang balerina terkenal. Mencoba memaknai arti hidup yang sebenarnya. Mencoba mencari pelabuhan hati terakhir mereka dalam kata...