Sepulang dari rumah sakit gue ga langsung pulang. Gue ngerasa laper dan gue membiarkan temen-temen gue pulang duluan. Gue mampir ke sebuah cafe dan memesan beberapa makanan.
Setelah beberapa saat makanan gue datang dan gue langsung makan.
Beberapa menit kemudian gue mendengar suara pintu cafe terbuka.
Gue mendengar suara 2 orang sedang tertawa dengan kencangnya. Suara yang sangat familiar di telinga gue.
Steven Tanner.
Gue mengikuti dari mana suara itu berasal. Di ujung ruangan, 2 orang sedang tertawa bersama-sama sambil berpelukan mesra.
Perempuan yang si bajingan itu peluk adalah si jalang sekolah, Safira.
Api cemburu membakar kepala gue.
Mereka membicarakan sesuatu, sulit untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan dari jarak sejauh ini. Gue cuman bisa ngedenger beberapa kata.
".. aku tidak mencintai si bodoh itu... aku.. uang.. aku hanya mencintaimu.." kata Steve.
"Shania memang bodoh, kau tidak pantas berpacaran denganmu" si jalang itu membuka mulutnya lagi.
Si bodoh? Dasar keparat.
Dan apa maksudnya, uang?
Dia hanya memanfaatkan kekayaan gue? Bukannya dia sudah sangat kaya? Atau dia bermaksud untuk menjatuhkam keluarga gue?Obrolan mereka diakhiri dengan ciuman.
Bajingan itu memainkan perasaan gue.
Gue berjalan mendekati mereka dan berhenti disamping mereka.
"Terlalu menyedihkan untuk ditangisi dan terlalu menyakitkan untuk dirasakan. Kau tidak menjenguk saat aku koma karena tertembak. Bahkan kau tidak mengetahuinya. Kau terlalu asik dengan jalang ini , steven TANNER. "
Gue membuka kalung emas yang Steve berikan ke gue lalu memberikannya ke Safira.
"Terima kasih atas waktumu dan jangan berpikir sedikitpun untuk menghubungiku. Urusan kita selesai." Kata gue lalu berbalik dan pergi keluar dari cafe itu setelah meninggalkan uang 300.000 di meja gue.
Gue benar-benar tidak mood untuk pulang ke rumah.
Sebelum gue berjalan jauh gue melihat si bajingan itu celingukan mencari gue di luar cafe. Safira menyusulnya lalu memaksanya untuk masuk ke dalam Cafe. Dia meremas rambutnya. Forget that idiot.
Kalau kalian menanyakan bagaimana gue bisa tidak menangis saat break up.. Gue memang orang yang susah menangis. Dan sudah gue bilang tadi kali hal ini terlalu menyedihkan buat ditangisi.
Gue langsung menjalankan motor gue dengan kecepatan tinggi ke sebuah club.
Bukan pertama kalinya gue kesini, tapi sebelum-sebelumnya gue kesini hanya untuk menemani temen-temen gue tapi sekarang berbeda. Gue ke bar lalu bartender menyapa gue dengan tulus tetapi hanya gue balas dengan anggukan kepala. Mood gue sedang hancur. Gue memesan 1 botol alkohol lalu meminumnya sampai habis. Gue tidak mabuk dan gue gaakan mabuk. Alkohol tidak berhasil menenangkan otak gue yang sedang kusut. Gue meminta sebatang rokok kepada orang asing dan orang itu memberikannya dengan cuma-cuma. Gue menyalakan rokok itu dan mulai merokok. Ini pertama kalinua gue merokok dan setelah merokok gue merasa lebih tenang.
Setelah merasa baikan gue kembali ke base camp
Saat gue tiba di base camp gue merasa ada yang ganjil. Disini banyak mobil polisi.
Damn apa yang terjadi.
Teman-teman gue dimasukan ke dalam mobil besar oleh polisi.
Tiba-tiba ada seorang polisi mendatangi gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
Action"Gue ga bikin ulah, gue cuman mau bikin segalanya lebih menarik" -Shania-