Suasana pasar malam di sini, tak berbeda jauh dengan pasar malam-pasar malam lainnya. Penuh orang, penuh wahana, penuh penjual, dan penuh kebahagiaan. Lampu-lampu kecil berpendar di sekeliling pasar malam.
Seorang bocah kecil didepanku, terus menarik-narik lenganku untuk menghampiri wahana yang paling ia suka, wahana yang wajib ia cicipi jika berkunjung ke pasar malam.
"Ca, ayo kita naik itu. Yang muter-muter keatas itu, Ca." ajak bocah itu, ia terus menunjuk-nunjuk wahana bianglala agar aku mau menaikinya, tanpa peduli ekspresi wajahku yang sudah kesal setengah mati karena panggilannya.
"Udah aku bilang, nama aku bukan Caca, nama Aku Alesha, Nata, A-le-sha!" jelasku kesal padanya.
"Udah aku bilang juga, bagusan di panggil Caca, dari pada Al-Ale apa tuh ribet." balas bocah yang ku panggil Nata tadi, tak mau kalah.
"Caca-caca mulu ish, aku bilangin Mamah aku nih ya, kamu ganti-ganti nama aku sembarangan." amcamku garang padanya, namun Nata hanya memasang wajah ngeselin.
"Bilangin aja sono, orang aku ngga salah." tantang Nata. Menyebalkan.
"Salahlah! Orang kamu ganti-ganti nama aku. Caca ke Alesha, jauh amat. Papa aku udah capek-capek ngasih nama buat aku, eh malah kamu ganti-ganti." omelku pada Nata.
Nata dengan gaya soknya malah menepuk-nepuk puncak kepalaku, berasa dia majikan aku anjingnya. Mukanya itu lhoo ngeselin banget. Padahal buat bisa mencapai puncak kepalaku, dia aja mesti jinjit dulu.
"Caca ke Alesha ngga jauh-jauh amat kok, makanya kalo aku ngomong dengerin." ucapnya masih dengan muka sok bijaknya.
"Nih, ya. Nama kamu kan Al-Al apa tuh?" tanyanya, ribet mengucapkan namaku. Dari dulu Nata memang paling susah menyebutkannya, entah kenapa lidahnya sering terpeleset. Maka dari itu, dengan seenak jidatnya yang lebar kaya lapangan bola dia ganti-ganti namaku jadi Caca, udah kaya merk permen cokelat aja sih."Alesha." jawabku. "Kamu apa-apaan sih, mukanya sok banget, ngeselin tau. Udah kaya Bang Alvin kalo lagi nasehatin aku aja, Bang Alvin yang kaya gitu sih pantes." protesku akhirnya. Dia hanya tertawa, sampai matanya sisa segaris. Lucu.
"Kamu tau aja aku pengen kaya Bang Alvin." balas Nata nyengir. "Dari dulu, aku tuh ngepens banget sama Bang Alvin tau, Ca. Bang Alvin tuh ganteengg banget, dewasa, baik, bijaksana, kalo aku udah gede, aku pengen kaya dia." curhat colongan Nata, dengan wajah yang berseri-seri.
Aku mendelikan mata aneh. "Fans, Nat! Bukan pens! Ih, ngga cocok sama umur kamu, masih empat tahun aja belagu, sok sokan gayanya kaya Bang Alvin. Lagian kan Bang Alvin bawel, galak lagi." Aku berdecak, tepat setelah itu Nata mengembungkan kedua pipinya kesal. Tapi menggemaskan.
"Caca songong! Kamu pikir umur kamu berapa? Kamu sama aku aja masih tuaan aku, tau!" balas Nata tak terima. Padahal dia cuma beda dua bulan sama aku. Dia lahir bulan Januari, sedangkan aku lahir di bulan Maret. Tapi Nata bangganya minta ampun, hih.
"Tapi tinggian aku. Wlee." tuturku sambil memeletkan lidah. "Makanya banyakin gizi, Nat."
Tersadar, Nata kembali menetralkan matanya. "Ini kenapa kita jadi keluar dari topik sih? Balik ke topik!" protes Nata. "Nih, ya. Dengerin! Nama kamu kan Al.. apa lah itu, intinya aku ambil bagian Sha-syanya." kayanya Nata cadel huruf 's' ya? Tapi ngga deng, masa cadel pas nyebutin nama aku doang. Dia pasti sengaja, biar bisa ganti-ganti nama aku.
"Nah dari Sha itu, aku ganti Ca. Biar ngga ribet, jadi Caca." penjelasan Nata selesai, cengiran terbit dari bibirnya.
"Oke, kalo gitu.." Aku menjeda. "Karena nama kamu Nata, aku ambil bagian Ta-nya, jadi Tata. Gimana?" balasku dengan menaikan sebelah alisku.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA
Teen FictionIni bukanlah kisah tentang benci yang berubah jadi cinta, bukan juga kisah tentang seseorang yang diam-diam mencinta, ataupun kisah tentang persahabatan yang di dalamnya terdapat sebuah rasa. Ini adalah kisah tentang bagaimana cara menyembuhkan luka...