24. Mengeluarkan Tangisan

90 3 0
                                    

     "Loh, Alesha kenapa, Nat?" tanya Alvin panik, saat membuka pintu dan disambut dengan pemandangan Alesha dalam gendongan Nata. Perempuan itu memejamkan matanya tenang di atas punggung Nata.

     Tidak menjawab pertanyaan lelaki yang sudah rapih dengan pakaian kantornya, Nata terus berjalan menaiki tangga menuju kamar Alesha.

     Alvin terus saja mencecar Nata dengan segala pertanyaan, dan dijawab dengan kebisuan dari seorang Nata. Sampai dirasa Alvin terlalu berisik karena banyak bertanya, Nata menoleh kearahnya tajam, dan hanya mengeluarkan suara. "Ssssttt." untuk menyuruh Alvin diam.

     Menyadari adiknya yang sedang tertidur pulas, Alvin membulatkan mulutnya membentuk huruf 'O'. Dan membantu Nata untuk membukakan pintu kamar Alesha. "Hati-hati, Nat." ujarnya sambil memegangi punggung Alesha saat Nata mencoba menurunkannya ke ranjang bersprei warna pink.

     Nata duduk di sebelah tempat Alesha terbaring tidur, lalu mengusap kepala Alesha lembut, merapihkan setiap anak rambut yang sedikit berantakan menutupi wajah perempuan itu.

     Saat suara deheman berat yang menuntut sebuah kejelasan, Nata baru menyadari kalau bukan hanya dirinya dan Alesha yang ada dalam ruangan ini.

     Lelaki itu merapihkan selimut yang digunakan Alesha sampai dadanya, lalu berdiri dan berjalan keluar kamar. Diikuti Alvin di belakangnya.

     "Jadi?" tanya Alvin langsung saat mereka berdua sudah berada di ruang TV.

     Nata duduk di salah satu sofa yang langsung menghadap ke arah benda persegi panjang yang sedang menampilkan kartun busa berwarna kuning kesukaannya sejak kecil.

     Lagi-lagi Alvin berdehem. Nata tersadar dan menundukkan kepalanya dalam-dalam, ia tidak tahu harus menjelaskan dari mana persoalan pagi ini kepada Alvin.

     "Lo, bukannya mau berangkat kerja, Bang?"

     Alvin melirik jam tangannya sebentar, baru jam 6 lewat 18 menit, pikirnya. "Masih lama, gampang." Lelaki itu lupa, kalau Ibu Kota Jakarta ini, Rajanya macet.

     "Tapi bukannya tadi lo ma--"

     "Kenapa, Nat, jelasin, mana ada orang ketiduran habis jogging." potong Alvin.

     Nata kembali menundukkan wajahnya. "Anu, Bang, tadi gue sama Alesha.. Anu.."

     "Anu ngapain anjir, Nat."

     "Sorry, Bang, gue bener-bener minta maaf." ujar Nata yang kemudian turun dari sofa untuk berlutut pada Alvin yang duduk di sebelahnya.

     Sontak Alvin menatap Nata ngeri, sejurus kemudian menempeleng kepala Nata. "Lo abis ngapain Alesha, Nat, pagi-pagi buta begini?!"

     "Bang, lo jangan mikir yang macem-macem elah." jawab Nata kesal sambil mengelus kepalanya bekas kejahatan Abang lelaki Alesha, lalu duduk kembali ke atas sofa.

     "Lo ngomongnya ke arah situ, Nat."

     Nata melotot kesal. "Kapan?"

     "Tadi?"

     Suara hembusan nafas berat keluar dari mulut Nata. "Mungkin emang ngga seharusnya gue balik lagi ke kehidupan Alesha, Bang." ujarnya sambil menundukan wajahnya.

     Alvin yang melihat itu, menatap Nata bingung, tapi seketika tatapannya melunak, seperti mengerti situasi apa yang sedang ia hadapi saat ini. "Kenapa? Alesha kumat lagi?" tanya Alvin sambil mengusap pundak Nata.

     "Baru kali ini gue liat dia sehisteris tadi."

     "Mungkin itu dia cuman shock, Nat. Efek dari semua kenangan dulu yang udah mati-matian dia kubur dalem-dalem, tapi tiba-tiba ternyata bisa lompat keluar semua gitu." jelas Alvin memberi perumpamaan.

     "Semua salah gue kan, Bang?"

      "Lo ngga salah, Nat. Ini cuman masalah Alesha yang belum juga bisa berdamai sama masa itu." Alvin mengusap pundah Nata lagi. "Yang sabar, Nat, tenang, semua bakal baik-baik aja."

     Mendengar mantra itu diucapkan oleh orang yang seharusnya, Nata tersenyum kecut. "Kapan, Bang?" tanyanya dengan lirih. Lalu tertawa dengan suara parau, ia selalu mengucapkan mantra tersebut untuk menenangkan Alesha, tapi nyatanya semua ngga ada yang berubah untuk menjadi baik-baik.

     Alvin hanya diam, tidak menanggapi pertanyaan yang memang tidak ia tahu jawabannya.

     "Gue ngga bisa ngontrol emosi kalo lagi sama Alesha, gue ngga bisa buat ngga jadi Nata yang seperti dulu, Bang, Nata yang Alesha benci, semakin lama gue malah makin nyakitin Dia," ucap Nata dengan mata memerah. "Seakan gue maksa memori-memori lama itu, yang udah mati-matian Alesha kubur, justru naik lagi kepermukaan."

     "Ta.."

     Hanya dua huruf itu, membuat Nata tersadar, dan menetralkan kembali perasaannya. Nata mengangkat wajahnya yang sejak tadi menunduk, lalu menatap Alvin lekat-lekat. "Lo.. Udah tau, Bang?"

     Alvin tersenyum kecil menanggapinya, sangat kecil, sampai-sampai Nata tidak menganggap itu sebuah senyuman. "Come on, Nat, ini gue, Alvin."

     Mata Nata melebar, tidak percaya. "Bang.." ujar Nata dengan ujung bibir yang sudah berkedut-kedut, tidak lama setelah itu tangisnya pecah. Ia lari kedalam pelukan Alvin, lelaki itu, menangis sejadi-jadinya, seperti seorang anak kecil yang kehilangan permen kesukaannya.

     Mungkin kalau kalian melihat seorang Nata menangis seperti ini, kalian akan tertawa, menganggap ini lucu. Tapi tidak bagi Alvin, lelaki dewasa itu mengerti, betapa sakitnya luka yang selama ini Nata tahan sendirian, mencoba menanggungnya seorang diri. Bertahun-tahun tidak dapat Nata keluarkan tangisnya kepada siapapun. Karena hanya Alvinlah yang Nata percaya, juga Alesha.

****

Jum'at, 27 Juli 2018

A/N : Saran dan kritik yang membangun di tunggu:)
Kalau ada typo tolong kasih tau di baris komen yaa. Terimakasih

    
    

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang