Waktu Ujian Akhir Sekolah tinggal seminggu lagi, guru-guru semakin ketat dalam hal memberikan materi pelajaran. Agar seluruh murid kelas sepuluh dan sebelas dapat naik kelas dengan nilai yang memuaskan, begitu juga dengan anak kelas dua belas yang diharapkan dapat lulus dengan nilai-nilai yang membanggakan.
Sama halnya dengan Alesha. Perempuan itu ingin membuat Alvin merasa bangga padanya. Maka dari itu, sekarang Alesha tengah bersusah payah membawa buku-buku paket pelajaran yang tebalnya naudzubillah, ke kelasnya yang berada di lantai 2.
Terasa sangat jauh kalau Alesha membawanya seorang diri begini, belum lagi wajahnya yang tertutup oleh buku-buku tersebut, sehingga penglihatannya pada jalan tidak begitu jelas.
Buk.
Dan kini semuanya baru jelas.
Alesha bahkan bisa melihat bola basket yang menggelinding di hadapannya dengan sangat jelas. Juga seorang cowok bertubuh tinggi dengan seragam basketnya terlihat begitu jelas cemerlang. Ah abaikan masalah yang itu.
Dengan tampang tidak berdosanya, cowok itu menyeringai polos pada Alesha.
Menghembuskan nafas jengkel Alesha berjongkok, membereskan buku-bukunya yang berserakan karena menjadi ring salah sasaran dari bola tersebut.
"Gue tanggung jawab, kok," ujar cowok itu kalem, sambil ikut berjongkok di depan Alesha. "Gua bantu beresin nih."
Tanpa sengaja tujuan mereka sama, mengambil buku ekonomi yang terletak di sebelah kanan Alesha. Satu tangan bertumpu dengan tangan lainnya. Persis kayak ftv-ftv yang Alesha suka tonton. Nata malah mempertahankan tangannya di sana.
"Ngga usah cari kesempatan deh, Nat," omel Alesha. Menepis tangan Nata yang berada di atasnya.
Nata manyun di omelin gitu sama Alesha. "Sorry, Al, tadi si Edo ngga sengaja, kok, lo tau sendiri kan anaknya emang suka gitu," jedanya. "Rabunnya kumat. Udah tau ring di depan, eh malah dia lempar kebelakang."
"Temen lo tuh," lempar Alesha.
Setelah buku-buku kembali tertumpuk rapih, Nata ambil sebagiannya dan diberikan kepada Alesha. "Jangan gitu, sahabat lo juga itu." Nata terkekeh.
Sebagian yang jumlah bukunya lebih banyak, Nata yang membawa. "Tadinya mau dia yang nyamperin lo, ah yang ada nanti dia malah modus nyari-nyari kesempatan lagi. Yaudah gue aja yang nyamperin lo," ujarnya sambil berdiri.
Alesha berusaha mensejajarkan langkah kakinya yang pendek dengan Nata yang mengambil langkah panjang-panjang. Ck. Decak Alesha pelan. "Tiap hari juga gue ketemu Edo kali di kelas, udah kenyang di modusin dia." Kini matanya mengintimidasi Nata. "Atau sebenernya lo kali, yang nyari kesempatan."
Sekarang Nata yang berusaha mempercepat langkahnya, setelah jauh beberapa langkah dari Alesha, cowok itu membalikkan badannya. "YEUH, GEER KUADRAT," ledeknya sambil memeletkan lidahnya pada Alesha. Ah gemesh.
Satu kesadaran mengembalikannya pada kenyataan. Ini masih di sekolahan, masih ada banyak beberapa siswa yang belum pulang untuk mengikuti ekstrakulikuler tambahan semacam Nata. "Anjrit malu-maluin," desisnya pelan, dan berusaha mengejar Nata yang sudah jauh di depan sana.
Sesampainya di kelas, Alesha langsung menaruh buku-bukunya asal di salah satu meja yang dekat dengannya. "Malu-maluin banget sih, pantes jadi tarzan di utan sana."
Nata melangkah menuju bangku yang ada di samping Alesha. Setelah duduk, kini cowok itu mendekatkan wajahnya ke arah Alesha. "Iya ngga apa-apa, kan nanti lo yang jadi Janenya," bisik Nata tepat di telinga Alesha.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA
Teen FictionIni bukanlah kisah tentang benci yang berubah jadi cinta, bukan juga kisah tentang seseorang yang diam-diam mencinta, ataupun kisah tentang persahabatan yang di dalamnya terdapat sebuah rasa. Ini adalah kisah tentang bagaimana cara menyembuhkan luka...